Pecahnya Proyek Drainase Di Jayakerta Menjadi PL Dianggap Tak Masalah, Karena Beda Tahun Anggaran

Drainase jebol di Jayakerta yang sdah diperbaiki Penyedia
Drainase jebol di Jayakerta yang sdah diperbaiki Penyedia

Filesatu.co.id, KARAWANG | REALISASI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 untuk belanja pembangunan telah dimulai sejak akhir Mei lalu. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Karawang, sebagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang strategis dalam pembangunan infrastruktur, diharapkan dapat merealisasikan anggaran ini secara optimal.

Namun, kendala teknis di lapangan berpotensi menjadi masalah serius yang memerlukan strategi pengawasan ekstra. Baik Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) maupun pengawas lapangan dituntut untuk lebih cermat. Kendala ini tidak hanya disebabkan oleh faktor kesengajaan, tetapi juga kondisi alam yang tak terduga.

Bacaan Lainnya

Sebagai contoh, proyek rehabilitasi bendung irigasi dan saluran drainase di Dusun Peundeuy, RT 16 RW 06, Desa Ciptamarga, Kecamatan Jayakerta, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang dikerjakan pada Tahun Anggaran 2024, sempat mengalami kerusakan parah atau jebol. Kejadian ini memicu reaksi publik dan permintaan perbaikan segera.

Keterbatasan SDM dan Luas Wilayah Hambat Pengawasan

Pemerhati kebijakan publik, Dodi Irawan, menilai bahwa luasnya wilayah Karawang dan besarnya anggaran pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan drainase, tidak seimbang dengan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk pengawasan.

“Luas wilayah dan besarnya anggaran untuk pembangunan infrastruktur di Karawang ini sangat besar. Sedangkan Sumber Daya Manusianya sangat terbatas, kemudian jarak antar pekerjaan yang satu dengan yang lainnya berjauhan. Jadi wajar jika pengawas keteteran,” ujar Dodi pada Senin (16/6-25).

Mengenai insiden jebolnya bendung irigasi di Dusun Peundeuy, Dodi menekankan pentingnya tanggung jawab penyedia jasa.

“Adapun perihal jebolnya bendung irigasi dan saluran drainase di Dusun Peundeuy yang terpenting pihak penyedia jasa sudah bertanggung jawab untuk memperbaiki. Sehingga tidak terjadi kerugian uang Negara,” tandasnya.

Dodi menambahkan bahwa kejadian jebolnya proyek tersebut kemungkinan besar di luar prediksi penyedia jasa, bukan karena kesengajaan dalam pekerjaan.

“Dalam hal ini, tentunya pihak penyedia jasa tidak berniat kerja asal-asalan, yang dapat merugikan pihaknya sendiri. Kejadian jebolnya tersebut merupakan sesuatu hal di luar prediksi,” jelasnya.

Rasionalisasi Anggaran dan Penunjukan Langsung

Terkait terpecahnya kegiatan menjadi Penunjukan Langsung (PL), Dodi menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan praktik yang lumrah karena keterbatasan anggaran. Usulan masyarakat yang masuk, baik melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) maupun reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sangat banyak.

“Kemudian mengenai terpecahnya kegiatan menjadi Penunjukan Langsung (PL), itu merupakan hal biasa. Karena faktor keterbatasan anggaran, sebab usulan masyarakat baik yang melalui program Musrenbang atau reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sangat banyak. Sehingga Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dalam merasionalisasi pengakomodiran dari usulan, juga harus mempertimbangkan aspek keadilan,” pungkasnya. ***

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *