Filesatu.co.id, Banyuwangi | Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan jadwal Pemilu nasional dan daerah mulai 2029 mendatang, kini mulai memantik berbagai wacana di tingkat daerah. Salah satunya, potensi kekosongan kursi anggota DPRD akibat belum adanya aturan yang jelas terkait masa transisi.
Dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024, Pemilu nasional akan digelar lebih awal untuk memilih Presiden, Wakil Presiden, DPR RI, dan DPD. Sementara pemilu daerah, termasuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota akan digabung dengan Pilkada.
Permasalahannya, masa jabatan anggota DPRD hasil Pemilu 2024 hanya sampai 2029, sementara pemilihan legislatif daerah baru digelar setelahnya. Artinya, ada kemungkinan kekosongan wakil rakyat di tingkat lokal selama masa jeda tersebut.
“Ini menjadi hal yang cukup krusial. Jika tidak ada regulasi tambahan, bisa terjadi kekosongan jabatan di DPRD,” ungkap Sofiandi Susiadi, Wakil Ketua Bapemperda DPRD Banyuwangi. Jumat (27/6/2025).
Sofiandi menegaskan bahwa pihaknya akan tunduk pada keputusan MK yang bersifat final dan mengikat. Namun, ia berharap pemerintah pusat segera mengeluarkan petunjuk teknis agar roda legislatif di daerah tetap berjalan.
“Kalau memang nanti diperpanjang, kami siap menjalani. Tapi tetap menunggu petunjuk dari pusat. Apapun nanti keputusannya, kami siap ikuti,” ujarnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat sekaligus Ketua Aliansi Timur Raya, Kang Sahrir, menyoroti potensi ketimpangan demokrasi di daerah jika tidak ada kejelasan hukum pasca putusan MK.
“Jangan sampai putusan yang bertujuan memperbaiki tata kelola Pemilu justru menimbulkan celah kekuasaan tanpa legitimasi. Kalau kursi DPRD kosong, siapa yang mengawasi kebijakan daerah?” kritik Kang Sahrir.
Menurutnya, pemerintah pusat dan pembuat undang-undang harus segera bertindak untuk merumuskan regulasi teknis yang menjamin keberlanjutan fungsi legislatif di daerah.
“Kita butuh kepastian hukum, bukan hanya soal siapa yang menjabat, tapi juga bagaimana menjaga semangat demokrasi dan akuntabilitas di daerah. Jangan sampai rakyat kehilangan wakilnya hanya karena tarik-ulur kebijakan,” tegasnya.