Filesatu.co.id, DENPASAR, BALI | INSIDEN intimidasi terhadap Andre S, wartawan Jawa Pos Radar Bali, oleh oknum Polwan Polda Bali, Aipda Putu EA, dan I Nyoman S alias Dede (45) yang mengaku sebagai wartawan, berbuntut panjang. Pihak Jawa Pos Radar Bali dan PENA NTT Bali menyatakan siap menempuh jalur hukum dan segera melaporkan kedua pelaku ke Polda Bali.
“Kami lawan, kami akan menempuh jalur hukum,” tegas Djoko Heru Setiyawan, Pemimpin Redaksi Jawa Pos Radar Bali, dalam pertemuan di Sekretariat PENA NTT Bali, Cafe PICA, Sudirman, Sabtu (5/7/2025).
Djoko menjelaskan, Andre adalah wartawan yang ditugaskan meliput Hari Bhayangkara ke-79 di Lapangan Puputan Margarana Niti Mandala, Renon, Denpasar, pada Selasa (1/7/2025). Namun, di tengah menjalankan tugas jurnalistiknya atas undangan Kapolda Bali, Andre justru mengalami intimidasi serius.
“Sebagai Pemred Jawa Pos Radar Bali dan para redaktur, kami bertanggung jawab atas tugas wartawan di lapangan. Kami sudah mendapat penjelasan Andre terkait dugaan intimidasi itu,” ujar Djoko.
Berdasarkan keterangan Andre, oknum Polwan Propam Polda Bali yang mengenakan pakaian Dinas PDU, alih-alih melindungi dan mengayomi, malah turut serta melakukan intimidasi. Sementara itu, Dede, yang mengaku sebagai wartawan sekaligus pemilik media, tidak hanya mengintimidasi, tetapi juga menyerang pribadi dan profesi Andre, serta menghalangi tugas jurnalis Jawa Pos Radar Bali.
“Ya, polwan dan Dede ini, dari keterangan Andre, perbuatannya menjurus mengintimidasi kerja jurnalis,” ungkap Djoko.
Pangkal masalahnya terletak pada pemberitaan Jawa Pos Radar Bali terkait dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan anggota DPRD Karangasem terhadap Dede pada 4 Mei lalu. Djoko menegaskan, berita tersebut telah memenuhi prinsip keberimbangan jurnalistik (cover both side) dengan memuat laporan polisi, pernyataan anggota DPRD Karangasem, dan konfirmasi dari Dede.
Namun, saat HUT Bhayangkara 1 Juli 2025, Dede datang dan mengintimidasi Andre terkait berita tersebut. Andre mengungkapkan, Dede bahkan sempat menelepon oknum Polwan Polda Bali untuk menyusul dirinya yang sedang bersama Andre di Lapangan Renon. Di sanalah dugaan intimidasi terjadi, di mana si Polwan mengintervensi Andre terkait produk jurnalistik yang ditulisnya di edisi 4 Juli 2025.
“Si Polwan sempat mengintervensi Andre, dengan sejumlah pertanyaan bak seorang penyidik di Mapolda Bali. Ia bertanya mengapa Andre menulis laporan polisi terkait Dede. Dia bertanya berita ini dari mana, kenapa ada berita, jumpa persnya legal atau ilegal,” tutur Djoko dengan nada geram. “Apa kapasitas si polwan bertanya seperti itu? Urusannya apa dia? Berita ini tidak menyangkut pribadi dia, kenapa dia mencampurinya?”
Djoko menyimpulkan bahwa tindakan Dede dan si Polwan telah secara terang-terangan mengintervensi produk jurnalistik dan menghalangi kebebasan pers sesuai UU No. 40/1999 tentang Pers. “Atas hal ini, saya Pemred Jawa Pos Radar Bali menyatakan tegas, lawan dua oknum ini. Kami akan membuat laporan polisi ke Mapolda Bali,” tandasnya.
Rencananya, laporan polisi akan dilayangkan pada Senin (7/7/2025). Pihak Jawa Pos Radar Bali tengah berkolaborasi dengan PENA NTT Bali dan tim hukum untuk merampungkan materi laporan dan pasal-pasal yang akan diajukan.
Djoko juga menyampaikan apresiasi kepada seluruh rekan jurnalis di Bali yang tergabung di PENA NTT Bali, Ukhuwah Jurnalis Bali (UJB), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bali, dan organisasi lainnya atas dukungan serta pendampingan terhadap Andre.
Senada dengan Djoko, Ketua PENA NTT Bali, Agustinus Apollonaris Klasa Daton alias Apollo, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam melihat anggota mereka diperlakukan tidak adil.
“Kami sangat menyayangkan apa yang dilakukan oleh oknum yang mengaku sebagai wartawan tersebut. Ini adalah soal menjaga marwah profesi jurnalis,” ujar Apollo yang juga Pemred media online Pos Bali ini, Rabu (3/7/2025).
PENA NTT menegaskan akan segera melaporkan Dede dan oknum polwan yang diduga melakukan intimidasi terhadap Andre. “Tindakan intimidatif terhadap jurnalis adalah pelanggaran serius terhadap kebebasan pers,” tegas Apollo.
Lebih lanjut, Apollo mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Bali untuk mengusut secara tuntas dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Dede terhadap empat orang korban, yang dinilai telah mencoreng nama baik profesi jurnalis.
“Kami mendorong Polda Bali untuk melakukan penyelidikan secara adil, transparan, dan menyeluruh atas dugaan pemerasan yang dilakukan Dede. Jelas justru merusak citra jurnalis, dan kami tidak akan membiarkannya begitu saja,” tutup Apollo.***