Filesatu.co.id, SUMENEP | SELAMA tiga tahun berturut-turut, Desa Larangan Perreng, Kecamatan Pragaan, Sumenep, menerima kucuran Dana Desa (DD) dengan total nyaris mencapai Rp 4 miliar. Namun, bukannya digunakan secara transparan dan berdampak langsung pada masyarakat, justru muncul sejumlah pos anggaran ratusan juta janggal yang terkesan diulang-ulang tiap tahun.
Dana desa seharusnya digunakan untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur desa, namun akses jalan masih banyak yang rusak, penggunaan dana yang tidak tepat sasaran banyak terkuras dengan dana Nonn fisik. Kurangnya pengawasan terhadap penggunaan dana desa diduga syarat korupsi.
Berdasarkan data penyaluran Dana Desa yang dihimpun dari tahun 2022 hingga 2024, terdapat banyak pengeluaran yang dicurigai sebagai pemborosan bahkan berpotensi menjadi bentuk penyimpangan.
Pada tahun 2022, Dana Desa Larangan Perreng tersalurkan penuh sebesar Rp 1.070.894.000. Yang mengejutkan, terdapat empat kali pengeluaran untuk pos yang sama, yakni “Keadaan Mendesak”, dengan nilai masing-masing Rp 107.100.000. Totalnya mencapai Rp 428.400.000, hampir setengah dari total anggaran.
Anehnya, tidak ada catatan resmi mengenai peristiwa luar biasa atau bencana yang menjelaskan “keadaan mendesak” yang menghabiskan ratusan juta. Warga pun tidak pernah diberi informasi publik terkait kegunaan dana itu.
Selain itu, alokasi Rp 214 juta untuk ketahanan pangan juga tidak berdampak signifikan. Dana penguatan lumbung pangan, mencapai ratusan juta, dana penyedian jaminan, dan oprasional pemdes menelan 56 juta, penyedian sarana desa juga mencapai ratusan juta.
” Rincian dan tersebut di duga syarat penyelewengan,” kata Rudi salah satu tim investigasi.
Tahun 2023: Jalan dan Jembatan Dianggarkan Besar, Tapi Realisasinya Diragukan
Tahun 2023, desa ini menerima DD sebesar Rp 1.444.613.000. Dana tersebut digunakan untuk berbagai item, salah satunya pembangunan atau peningkatan jalan lingkungan yang dipecah dalam empat kali kegiatan, dengan total Rp 267.760.000. Tak hanya itu, pembangunan fisik desa dianggarkan ratusan juta, namun masih banyak akses jalan yang rusak.
Keanehan kembali muncul dari pos “Keadaan Mendesak” yang kembali muncul empat kali dengan nilai total Rp 147.600.000. Terulangnya pengeluaran ini semakin memperkuat dugaan adanya pola penyelewengan.Dana non fisik juga mencapai puluhan juta.” Pola lapporan tiap pos pos dana desa perlu di audit keseluruhan.
Tahun 2024: Pola Lama Kembali Terulang, Tahap Tiga Belum Dicairkan tapi Belanja Sudah Menggunung
Memasuki tahun 2024, Dana Desa yang diterima desa ini sebesar Rp 1.459.436.000. Meskipun tahap ketiga belum dicairkan, pengeluaran untuk pos yang sama tetap dilakukan. “Keadaan Mendesak” kembali muncul dua kali dengan nilai total Rp 147.600.000, mirip dengan pola tahun-tahun sebelumnya.
Ada pula alokasi untuk pengadaan sarana kantor desa Rp 43 juta, jaminan sosial untuk kepala desa dan perangkat Rp 18,5 juta, serta operasional desa Rp 21,8 juta. Semua ini tampak seperti pengulangan dari tahun sebelumnya.
Ketahanan pangan kembali menyedot anggaran besar: Rp 244.860.000. Namun sama seperti tahun sebelumnya, hasilnya belum terlihat jelas di lapangan.
Melihat pola ini, sejumlah lembaga mulai angkat suara. “Ini sudah tidak wajar. Dana besar tapi masyarakat minim merasakan manfaatnya. Harus ada audit khusus dan pengusutan,”cetus Rudi salah satu tim infestigasi. Minggu. (11/5)
Warga juga mulai resah. “Uangnya besar, perkembangan desa minim,” keluh seorang warga setempat.
Desakan Penegakan Hukum
LSM dan penggiat anti-korupsi meminta BPK Inspektorat Kabupaten Sumenep, dan aparat penegak hukum untuk segera mengaudit penggunaan Dana Desa Larangan Perreng secara menyeluruh, bila perlu audit dari tahun sebelunnya.
“Jangan biarkan desa jadi ladang bancakan para elite. Ini uang rakyat, harus dikembalikan untuk rakyat, kami telah mengantongi dukumen laporan APBdes akan terus mengawal temuan ini,”tegasnya.***