Tradisi Mistis 1 Suro Bikin Ekonomi Bergeliat, Pedagang Dupa Raup Belasan Juta Sehari

Filesatu.co.id, Banyuwangi | Malam 1 Suro tak hanya menjadi momentum spiritual bagi sebagian masyarakat Jawa, tapi juga menjadi penggerak roda ekonomi kecil di Banyuwangi. Pedagang dupa, salah satu komoditas penting dalam ritual malam Suroan, merasakan langsung derasnya berkah ekonomi dari tradisi ini.

Di Desa Kaligondo, Kecamatan Genteng, aroma dupa tercium semerbak sejak dua hari terakhir. Ariyana (47), pedagang dupa setempat, sibuk melayani pembeli dari berbagai daerah. Omzetnya meroket tajam, bahkan mencapai 10 kali lipat dibanding hari biasa.

Bacaan Lainnya

“Biasanya cuma laku 10 sampai 20 batang dupa, sekarang bisa ratusan. Bahkan ada yang beli sampai tiga juta rupiah sekali belanja,” ujar Ariyana saat ditemui, Rabu (25/6/2025).

Kebanyakan pembeli datang dari luar kota seperti Malang, Jember, hingga Surabaya. Mereka membeli dupa dalam jumlah besar untuk keperluan ritual di lokasi-lokasi keramat seperti Alas Purwo serta hutan yang dipercaya sakral dan menjadi pusat kegiatan spiritual malam 1 Suro.

Menurut Ariyana, malam 1 Suro diyakini sebagai waktu paling baik untuk merenung, menyepi, hingga bermeditasi. Dalam setiap prosesi tersebut, dupa menjadi elemen penting yang diyakini dapat menghadirkan ketenangan batin dan menyelaraskan energi spiritual.

“Dupa yang paling dicari itu yang tahan lama dan nggak mudah mati kalau terkena angin atau percikan air. Wangi-wangian seperti lavender, cendana, dan tunjung biru paling laku,” jelasnya.

Menjelang puncak malam 1 Suro yang jatuh pada Kamis malam, Ariyana memprediksi penjualan akan lebih menggila. Tahun lalu, ia mencatat omzet harian bisa tembus belasan juta rupiah hanya dalam satu malam.

Meski permintaan melonjak, Ariyana tetap menahan harga. Dupa dijual dengan harga mulai Rp18 ribu hingga Rp90 ribu, tergantung aroma dan kualitas bakar.

Tradisi spiritual ini, tanpa disadari, telah menciptakan efek domino ekonomi di wilayah-wilayah yang menjadi titik perlintasan atau pusat ritual. Para pedagang dupa, penjual bunga, hingga penyedia jasa penginapan dan konsumsi ikut merasakan manfaatnya.

“Bagi kami ini bukan cuma soal dagangan, tapi bagian dari menghormati tradisi. Sekaligus rezeki yang datang lewat cara yang tidak biasa,” tutup Ariyana.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *