Filesatu.co.id, Jember | Suminah didampingi Winarsih Lembaga Bantuan Hukum yang berpusat di jakarta melaporkan kasus dugaan tindakan penyerobotan lahan pekarangan di dusun Sumber Lanas Timur RT02 RW24 desa Harjomulyo kecamatan Silo Kabupaten Jember ke SPKT Polres Jember dengan Surat Tanda Terima Laporan Pengaduan masyarakat Nomor: LPM/288/III/2025/SPKT/ Polres Jember tanggal 19 Maret 2025.
Winarsih ( Bunda Bali) Tim Lembaga Bantuan Hukum Trust Legal Law Firm yang berkantor pusat di jalan Sunter Hijau Raya blok F2 No 18 Sunter Jaya Tanjung Priok Jakarta menyatakan kesiapan untuk mengawal Suminah selaku ahli waris yang lahan diduga atas miliknya yang diserobot.
“Kami melaporkan Mesran H. Samsul berdasarkan acara eksekusi pengosongan dan penyerahan Nomor 64/Pdt.G/2020/PN Jmr Jo.Nomor 22 /PDT/2021/PT SBY Jo.Nomor3360 K/Pdt/2021 Jo.Nomor 18/Pdt.Eks/2022/PN.Jbr,’ kata Winarsih ditemui wartawan filesatu.co.id. Kamis (20/3/2025).
Menurutnya, penguasaan lahan petok C 157, Persil 139 D II seluas kurang lebih 2000 meter persegi tercatat atas nama masih Asmi Kartja dengan batas-batasan dari Utara: tanah H.Jasuli, Timur: Tanah P.Buhari / B.Muhyit.
Selatan: Tanah P Samsul Alias H Nawawi/P.Tris bin Samsul.
Barat Jalan Desa.
Dengan demikian kata Winarsih, dari hasil riwayat tanah yang dikeluarkan oleh kepala desa Harjomulyo Nomor: 593/88/35.09.30.2002/2020 menerangkan bahwa tanah tercatat dalam buku desa sebelum tanggal 24-09-1960 tercatat nama Sadika Asmi dengan Petok C blok / kelas D II nomor Persil 139 luas 3000m2, bahwa tanah tersebut pada tahun 1972 dialihkan/beralih sebagian seluruhnya kepada Nur A Sarnidin luas 3000 m2 sebab perubahan jual beli atas dasar letter C Desa no 2919.
Pada tahun 2005 dialihkan / beralih sebagian dan seluruhnya kepada Sumina dengan luas 3000 M2 sebab perubahan waris atas dasar APHB No. 257. / VII / SL /2005.
“Tanah negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Tanah yang tidak dimiliki dengan hak tertentu, bukan tanah ulayat, wakaf, atau aset pemerintah, termasuk dalam kategori ini,” tegas Bunda Bali sapaan akrabnya.
Dalam kasus ini, diterangkan Bunda Bali bahwa penyerobotan tanah merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan dan tindakan melawan hukum. Pemerintah telah menetapkan regulasi untuk melindungi korban dalam kasus semacam ini. Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 51 Prp Tahun 1960 melarang pemakaian tanah tanpa izin dari pihak yang berwenang.
Menguasai tanah secara ilegal baik dengan menempati, memagari, atau mengusir pemilik sah dapat dikategorikan sebagai perampasan hak. Hak kepemilikan tanah yang sah harus dibuktikan dengan sertifikat resmi yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dalam hukum, tindakan penyerobotan lahan termasuk dalam konsep bezit, yakni penguasaan suatu barang seolah-olah milik sendiri. Jika pemilik sah mengalami kerugian akibat penyerobotan, mereka berhak mengajukan gugatan hukum.
Penyerobotan tanah juga dapat mencakup pencurian atau perampasan, termasuk klaim sepihak dengan pematokan atau pemagaran lahan secara paksa. Pasal 2 UU 51/Prp/1960 melarang penggunaan tanah tanpa izin pemilik yang berhak.
Lebih lanjut, Pasal 385 ayat (1) dan (6) KUHP mengancam pelaku penyerobotan tanah dengan hukuman penjara maksimal 4 tahun. Pasal ini mengatur sanksi bagi mereka yang menjual, menukar, atau membebani hak atas tanah secara ilegal demi keuntungan pribadi atau orang lain.
”Sementara itu, Pasal 502 UU Nomor 1 Tahun 2023 mengatur hukuman hingga 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp 500 juta bagi pelaku yang secara melawan hukum mengklaim, menjual, atau membebankan hak atas tanah negara maupun properti di atasnya,” punkasnya. ( Togas)