Sumenep Gempar! Perumahan Ilegal ‘Serobot’ Hutan Lindung, Transaksi Tanah Liar Terkuak!

Perumahan Ilegal yang diduga serobot Hutan Lindung
Perumahan Ilegal yang diduga serobot Hutan Lindung

Filesatu.co.id, SUMENEP | PUBLIK Sumenep tengah dihebohkan dengan dugaan pembangunan puluhan rumah permanen di kawasan hutan lindung. Lokasi yang menjadi sorotan berada di Desa Kebunan, Kecamatan Manding, serta Desa Parsanga, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Madura. Pembangunan di area vital ini dinilai sebagai pelanggaran serius, mengingat fungsi hutan lindung yang krusial untuk menjaga lingkungan dan kelestarian alam.

Pembangunan perumahan di kawasan hutan lindung seharusnya tidak diperbolehkan sama sekali, karena berpotensi merusak ekosistem dan mengganggu fungsi perlindungan alamnya. Namun, ironisnya, bangunan-bangunan megah ini telah berdiri lama di kawasan yang seharusnya tidak bisa diterbitkan sertifikat hak milik.

Bacaan Lainnya

Perhutani: Lahan Negara yang Diduga Diperjualbelikan Ilegal

Seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, “Perumahan di lingkar utara tersebut berdiri atau dibangun di kawasan lahan milik Perhutani sudah lama.”

Warga tersebut melanjutkan, rumah-rumah di Desa Parsanga juga sudah lama dibangun, namun yang lebih mencengangkan, kabarnya sudah ada unit yang terjual dengan harga Rp170 juta per unit, tanpa bisa diterbitkan sertifikat karena masalah status tanah kawasan hutan lindung.

“Masa bisa lahan Perhutani dibangun perumahan jadi hak milik lalu diperjualbelikan?” ungkapnya penuh keheranan dan kekesalan.

Penegasan Aktivis: Pelanggaran Jelas Aturan

Seorang aktivis peduli Sumenep turut angkat bicara. Ia menerangkan bahwa Perhutani mengelola hutan negara di Pulau Jawa dan Madura. Tanah hutan ini memiliki status kepemilikan negara dan tidak dapat dialihkan menjadi hak milik perseorangan atau perumahan tanpa izin khusus.

“Aturannya sudah jelas, tidak boleh mendirikan bangunan perumahan di lahan Perhutani dengan status hak milik apalagi diperjualbelikan,” ujarnya, menegaskan adanya indikasi pelanggaran hukum yang terang-terangan.

Kondisi Lapangan dan Modus Pecah Induk Sertifikat

Pantauan di lapangan menunjukkan, lahan yang dibangun perumahan tersebut memang tidak memenuhi standar perumahan pada umumnya. Akses jalan yang sempit, saluran pembuangan air yang minim, bahkan di depan masih belum ada saluran air. Kondisi ini semakin menguatkan dugaan bahwa pembangunan dilakukan tanpa perencanaan dan izin yang semestinya. Tim media akan terus menelusuri keabsahan status tanah tersebut.

Terhimpun informasi dari pewarta, modus operandi pengembang seringkali membangun rumah dan memperjualbelikannya dengan cara “pecah induk sertifikat”. Ini dijadikan lahan bisnis yang sangat besar, mengabaikan aturan hukum dan dampak lingkungan.

Ancaman Sanksi Berat dan Permintaan Konfirmasi

Peraturan pemerintah jelas menyebutkan, setiap orang yang menyelenggarakan pembangunan perumahan yang membangun perumahan tidak sesuai dengan kriteria, spesifikasi, persyaratan, prasarana, sarana, dan utilitas umum yang diperjanjikan, yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan, dapat dipidana dengan denda paling banyak Rp5 miliar.

Hingga berita ini diturunkan, tim media belum berhasil mendapatkan akses untuk konfirmasi dari pihak pengembang terkait dugaan pelanggaran serius ini. Masyarakat menanti langkah tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk menghentikan praktik ilegal ini dan menyelamatkan hutan lindung di Sumenep.***

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *