Pergerakan Elit ASN

Pergerakan Elit ASN
Pergerakan Elit ASN

Filesatu.co.id, BATURAJA | PILKADA serentak 2024 yang dìdepan mata sudah seharusnya berjalan jujur dan fair (adil).

Masyarakat harus menjalankan Pilkada yang LUBER (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia), tanpa intervensi dari pihak manapun.

Bacaan Lainnya

Pun juga dengan kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka memiliki hak pilih yang bebas sebebas-bebasnya.

Bahkan, Mendagri Tito Karnavian seperti dìlansir oleh banyak media mengatakan ASN boleh menghadiri kampanye calon kepala daerah.

Hadir dìmaksud untuk mendengarkan visi misi sang calon. Alasannya itu tadi karena ASN memiliki hak memilih.

Tetapi, lanjut Tito yang dìharamkan bagi ASN adalah bertindak aktif berkampanye.  Atau menggerakkan serta memobilisasi massa dan mengajak untuk memilih salah satu pasangan calon.

Menghadiri kampanye pun harus menganut asas keadilan. Pihak yang berwenang atas ASN (atasan atau elit ASN) tidak boleh melarang atau mengarahkan ASN ke salah satu paslon saja.

Artinya, simpulannya ASN boleh hadir dan mendengarkan visi misi paslon saat kampanye. Ini yang membedakan ASN dengan TNI Polri.

Namun, mereka (ASN) dìlarang terlibat aktif berkampanye dan menggerakkan massa untuk memilih atau tidak memilih salah satu pasangan calon.

ASN bersifat pasif saat menghadiri kampanye dari paslon kepala daerah. Dasarnya kata Tito adalah UU No 7 Tahun 2017 tentang Pilkada.

Tetapi, Tito mengingat bahwa ASN tetap harus netral alias tidak memihak. ASN tidak boleh berpolitik praktis.

Nah, pada tataran prakteknya, peluang dìperbolehkannya ASN menghadiri kampanye ini sering dìsalah gunakan.

Bagi calon incumbent (atau yang pernah jadi pj/kepala daerah), acapkali menggunakan jalur ASN ini. Terutama para elit ASN (Kepala OPD-organisasi perangkat daerah).

Soalnya, mereka yang pernah menjabat Kepala Daerah atau Pj Kepala Daerah masih mempunyai akses dengan mantan bawahannya (OPD).

Sehingga dengan mudahnya sang calon menggerakan elit ASN ini untuk mendulang suara.

Dan ini terjadi hampir di seluruh daerah. Baik Pilkada Gubernur maupun Bupati dan walikota yang ada calon incumbent atau petahana.

Petahana di sini bukan berarti hanya orang yang menjabat kepala daerah lalu kembali maju lagi.

Petahana bisa juga karena orang tuanya kepala daerah dua periode dan karena tidak bisa maju lagi, ia mencalonkan anak, menantu atau istrinya.

Dan tentu sebagian elit ASN yang merasa punya hutang budi karena ‘dìtolong’ berusaha balas jasa.

Karena ia dìjadikan pejabat eselon 2 (Kepala OPD). Kemudian sang elit ASN ini berusaha menggerakkan massa terutama ASN di lingkungan kerjanya untuk memilih jagoannya.

Manfaatkan Momen

Modus operandi elit ASN untuk membantu jagonya sangat beragam. Ada yang menggelar acara sosialisasi di instansinya.

Pesertanya ASN dan atau masyarakat sekitarnya. Tentu yang terpenting menghadirkan perwakilan si paslon. Bisa istri, anak, suami atau perwakilan tim paslon.

Mereka elit ASN terutama kepala OPD sangat tahu kalau menghadirkan sang calon langsung, itu perbuatan melanggar.

Tetapi, terkadang masih ada saja yang nekat menghadirkan sang calon langsung. Dengan dalih si calon menjabat ketua organisasi tertentu.

Sehingga dìanggap calon hadir bukan karena dia mencalonkan diri sebagai kepala daerah, melainkan karena jabatan di organisasi itu.

Modus lainnya ajang silaturahim atau pengajian rutin. Atau arisan bulanan. Pokoknya ada saja momen yang mereka manfaatkan.

Tak penting acara apa yang mereka gelar. Bagi mereka yang penting tujuan tercapai. Yakni ‘memuluskan’ jagonya menuju kursi kepala daerah

Bagaimana di OKU? Tentu anda bisa menjawabnya sendiri. ***

Tinggalkan Balasan