Filesatu.co.id, Tulungagung | Pelaksanaan eksekusi pengosongan rumah dan tanah milik warga Dusun Krajan Desa Gesikan di Kabupaten Tulungagung diwarnai isak tangis dari keluarga dan dalam suasana panas dan tegang. Kenapa tidak, Jihamam sang pemilik sah menolak eksekusi dan bersikukuh mempertahankan aset tanah dan rumahnya yang secara hukum sah dimiliki karena memiliki Sertifikat Hak Milik/SHM dan menempati.
Dua objek yang dieksekusi adalah tanah dan bangunan seluas 427 m2 dan tanah seluas 533 m2 atas permohonan eksekusi yang dimohonkan oleh Markidi warga Desa Gedangsewu Kecamatan Boyolangu wilayah Kabupaten Tulungagung. Pihak PN Tulungagung memerintahkan eksekusi berdasarkan risalah lelang KPKLN Malang dan pemilik tanah dan rumah melalui Kuasa Hukum nya menolak dilakukan eksekusi karena merasa memiliki dokumen kepemilikan yang sah berupa sertfikat.
Hal itulah yang memicu debat antara pihak pihak Kuasa Hukum dan pihak dari PN Tulungagung, bahkan Ketua PN Tulungagung, Cyrilla Nur Endah Sulistyaningrum turun langsung ikut memediasi jalannya perdebatan.
Cukup menengangkan, jalannya proses eksekusi dikawal aparat keamanan dari Polisi dan TNI yang berjaga – jaga. Bahkan, jalan desa diturup kemudian dialihkan arus jalan lalu lintas.
Dari pantauan media ini, pihak pemilik tanah dan rumah Jihamam bersama Kuasa Hukumnya tetap menolak eksekusi dengan berdiri didepan pintu utama rumahnya menghalangi petugas pengadilan yang akan membongkar paksa rumahnya.
” Yang tidak berkepentingan silahkan keluar, ini rumah hak milik saya ,” sambil menunjukkan sertifikat bukti kepemilikan yang sah atas tanah dan rumahnya.
Jihamam lalu diamankan oleh polisi yang mengawal petugas PN yang akhirnya bisa membuka paksa pintu utama dan menyuruh para tukang untuk membuka gembok bagian depan rumah.
Sementara, Kuasa Hukum Jihamam, Fayakun, S.H mengatakan bahwa kliennya adalah korban ketidak – pastian hukum, dimana Jihamam tetap sebagai pemilik sah jika sertifikat hak milik belum dibatalkan.
“Putusan pengadilan menurut versi pemohon itu sah, nanti kepastian hukumnya bagaimana yang nanti ujung – ujungnya membutuhkan sertifikat pemilikan arahnya. Sehingga seharusnya pemohon itu setelah adanya putusan pengadilan yang mengatakan jual beli yang dilakukan oleh klien saya itu misalnya tidak sah nah itu sebagai dasar gugatan pembatalan sertifikat yang diterbitkan oleh pejabat Badan Pertanahan Nasional; harusnya dibatalkan dulu,” ungkapnya .
“Kalau seperti ini satu kan secara hukum tidak menimbulkan kemanfaatan putusan pengadilan itu harus ada manfaat dan keadilan,” jelasnya.
Ditempat yang sama Kuasa Hukum pihak pemohon, Sinto Awijiatmoko, S.H menjelaskan bahwa “Pelaksanaan eksekusi cukup berjalan lumayan yang awal – awalnya alot tetapi masih bisa dilaksanakan dan masih dalam satu sertifikat dan ini masih dalam pengosongan. Setelah yang ini kosong baru sebelahnya ada tanah kosong tinggal tunggu setelah ada perintah dari pengadilan.
” Yang dimohonkan dua sertifikat untuk dua objek pengosongan ini. Klien kami membeli lewat lelang. Jadi KPKNL Malang itu membuka lelang online, kita ajukan penawaran dan dari penawaran itu oleh KPKNL dimenangkan.
“Kalau nilai totalnya saya kurang tau dan untuk awalnya kami tidak tau ( termohon masih memegang sertifikat, Red ). Dari KPKNL sendiri sudah ada suratnya untuk diperbaharui sertifikatnya atau kepada BPN untuk menerbitkan lagi sertifikatnya dan BPN akan melakukan pengukuran ulang dan kami sendiri belum masuk kesana untuk melakukan pengukuran ulang dan tidak pernah melakukan apapun,” tambahnya.