Filesatu.co.id, NTT | Tim Kuasa hukum ahli waris almarhum Ibrahim Hanta, yang dipimpin oleh Dr. Ch. Indra Triantoro, S.H., M.H., melayangkan pengaduan resmi atas dugaan pelanggaran kode etik oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang yaitu Hakim Ketua Majelis bernama Tjondro Wiwowo, S.H.,M.H. dan hakim Anggota bernama I Ketut Tirta, S.H.,M.H., Lucius Sunarno, S.H.,M.H.
Laporan ini disampaikan kepada Presiden RI, Wakil Presiden RI, Ketua Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Komisi Yudisial RI, Kejaksaan Agung RI, dan KPK pada Sabtu, 18/1/2025.
Dr. Indra Triantoro dalam keterangan pers, Sabtu, (18/1/2025) kepada media ini menerangkan bahwa dugaan pelanggaran ini menyangkut putusan yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip finalitas hukum dalam perkara Nomor 1/Pdt.G/2024/PN Lbj yang sebelumnya telah selesai diputuskan di Pengadilan Negeri Labuan Bajo.
“Keputusan kontroversial dari Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang memerintahkan sidang ulang dengan alasan pemeriksaan tambahan saksi ahli, meskipun putusan tingkat pertama telah dinyatakan lengkap dan final,” jelas Indra.
Kronolgi Perkara dimulai dengan gugatan yang diajukan di Pengadilan Negeri Labuan Bajo terkait sengketa tanah seluas 11 hektare yang berlokasi di Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Pada 23 Oktober 2024, setelah melalui proses persidangan transparan, pengadilan memutuskan:
Pertama; Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
Kedua; Menyatakan Penggugat adalah salah satu ahli waris alm. Ibrahim Hanta dan alm. Siti Lanung.
Ketiga; Menyatakan obyek sengketa berupa sebidang tanah beserta segala yang tumbuh dan berada di atasnya yang terletak di Karangan, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan Ukuran Luas + 110.000 M2 (11 Ha), adalah dah milik Alm. Ibrahim Hanta dan Alm. Siti Lanung.
Keempat; Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, karena telah melakukan pengukuran atau ploting batas-batas diatas tanah dengan Luas 16 Hektar yaitu SHM 02549 luas 28.313 M2 dan SHM 02545 luas 27.724 M2 yang tidak benar atas 5 bidang dari barat ke timur arah jalan bukan dari barat ke utara sehingga yang terjadi adalah salah lokasi atau salah Ploting;
Kelima; Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV Telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, karena telah melakukan perikatan Jual Beli Tanah tanpa Hak yang mana Para Tergugat telah mengetahui adanya permasalahan hukum di tanah yang dijualbelikan;
Keenam; Menyatakan Turut Tergugat I telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, karena telah tidak dengan cermat menerbitkan 2 Sertipikat Hak Milik yaitu atas nama Tergugat I (SHM 02549 luas 28.313 M2) dan atas nama tergugat II (SHM 02545 luas 27.724 M2) kedua SHM a quo terbit tertanggal 31 Januari 2017 tersebut sebelumnya atas obyek sengketa;
Ketuju; Menyatakan tidak sah dan tidak mengikat serta batal demi hukum perbuatan pembebanan dengan perikatan apapun atas Obyek Sengketa yang dilakukan Tergugat I, Tergugat II dengan Tergguat III dan Tergugat IV;
Kedelapan; Menyatakan Sertipikat Hak Milik yaitu atas nama Tergugat I (SHM 02549 luas 28.313 M2) dan atas nama Tergugat II (SHM 02545 luas 27.724 M2) kedua SHM a quo terbit tertanggal 31 Januari 2017 tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;
Kesembilan; Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;
Kesepuluh; Menghukum Para Tergugat dan Para Turut Tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp3.218.500,00 (tiga juta dua ratus delapan belas ima ribu lima ratus rupiah);
“Namun, pihak tergugat yang tidak puas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kupang. Di sinilah muncul perintah untuk sidang ulang di tingkat pertama, dengan tujuan mendengarkan keterangan tambahan dari dua ahli,” ungkap Indra.
Ia jelaskan, setelah memeriksa Perkara di Tingkat Banding Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Kupang yaitu Hakim Ketua Majelis bernama Tjondro Wiwowo, S.H.,M.H. dan hakim Anggota bernama I Ketut Tirta, S.H.,M.H., Lucius Sunarn.
Laporan : Benthar