Tidak Punya Nyali, Mr Kim: KPUD dan BAWASLU Karawang “Ewuh Pakewuh”

Ketua TMP Kabupaten Karawang Nurdin Syam 'Mr Kim'
Ketua TMP Kabupaten Karawang Nurdin Syam 'Mr Kim'

Filesatu.co.id, KARAWANG |BERDASARKAN Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Ketiga lembaga ini adalah satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat.

Bacaan Lainnya

KPU berdasarkan UU tersebut adalah lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri dalam melaksanakan Pemilu. Bawaslu adalah lembaga Penyelenggara Pemilu yang mengawasi Penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan DKPP adalah lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.

Nurdin Syam yang akrab dikalangan awak media disapa Mr Kim mengatakan para penyelenggara pemilu memiliki kuasa dan anggaran yang besar dalam menyelenggarakan pemilu di Indonesia. Kekuasaan itu akhirnya berpotensi memicu berbagai jenis korupsi.

Di antara jenis-jenis korupsi yang bisa dilakukan penyelenggara pemilu adalah konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, pemerasan, menerima suap, hingga perbuatan curang. Pemilu juga rentan politik uang atau money politic yang diberikan para kandidat kepada penyelenggara maupun pengawas pemilu.

Kerawanan korupsi pada penyelenggara pemilu juga bisa terjadi dalam ranah kebijakan. Korupsi ini bisa juga terjadi dalam bentuk perdagangan pengaruh atau trading in influence, ketika seseorang menggunakan pengaruhnya untuk mengubah kebijakan. Kerawanan korupsi ini, kata Mr Kim, bisa terjadi mulai dari perencanaan hingga selesai pencoblosan.

“Misalnya dalam penentuan berapa jumlah TPS atau persyaratan verifikasi data. Setelah selesai pemilu juga ada kerawanan, terutama di pengawalan penghitungan mulai dari TPS sampai provinsi, sampai penginputan di sistem IT. Rawan sekali, sehingga cross check and balance harus jalan,” lanjut Mr Kim, Sabtu (30/03-2024)

Salah satu Kasus yang terjadi pada 5 PPK di Karawang yang menggeser atau merubah-rubah suara sudah jelas pelanggaran berat dan hal itu terbukti atas pengakuan mereka sendiri. Sehingga kemudian ada rekomendasi Bawaslu dan penonaktifan dari KPU, untuk mengembalikan kembali suara-suara tersebut.

“Yang mana Bawaslu Karawang merekomendasikan agar 4 orang PPK untuk diberhentikan secara tetap dan dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi penyelenggara Pemilu,” jelasnya.

Namun tambah Mr. Kim, keputusan yang dikeluarkan Bawaslu Karawang menjadi kontroversi dikalangan aktivis dan menjadi sorotan publik. Padahal para Komisioner KPUD dan BAWASLU diisi oleh mereka yang bernaung di beberapa organisasi berintelektual sebutlah ada HMI, GMNI, PMII, dll,

“Tapi setelah masuk lembaga negara seyogyanya mereka melepaskan Ego golongan berpegang teguh terhadap sumpah jabatan mempunyai prinsip etos kerja yang tinggi berani mengambil sikap dan memutuskan keputusan yg tegas Demi menjaga marwah kehormatan lembaga negara untuk menjunjung kepercayaan rakyat khususnya warga karawang,” tandasnya

Dikatakannya, ada beberapa petugas PPK dikarawang diantaranya mereka salah satu anggota dari organisasi intelektual tersebut mungkin menjadi alasan kenapa KPUD da BAWASLU Karawang tidak mempunyai nyali untuk bersikap ternyata ewuh pakewuh

“Ini akan menjadi citra buruk dan rekam jejak yg tidak baik untuk lembaga negara sehebat KPU dan BAWASLU jika Karawang hanya diisi oleh kaum intelektual bermental bobrok,” pungkasnya. ***

Tinggalkan Balasan