FILESATU.CO.ID, KOTA MALANG |Kasus pemidanaan wartawan Muhammad Asrul di Palopo memunculkan keprihatinan bagi dunia pers. Dewan Pers selaku lembaga yang berperan sebagai fasilitator Pers menyesalkan peristiwa tersebut. Pemidanaan seorang wartawan atas karya jurnalistik yang dihasilkannya tentu merupakan preseden buruk bagi kemerdekaan pers di Indonesia.
Mendasar persoalan tersebut, Dewan Pers turut prihatin dan menyatakan sikapnya. Media ini mengutip Surat pernyataan sikap yang dibuat Dewan pers di Jakarta tertanggal 24 Nopember 2021 yang ditandai tangani ketua Dewan Pers Muhammad Nuh. Senin (29/11/2021).
Berikut poin-poin pernyataan sikap Dewan Pers sebagai dukungan moral terhadap wartawan Muhammad Asrul yang telah divonis 3 (tiga) bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Palopo Sulawesi pada 23 November 2021.
1. Dewan Pers menilai kasus yang dihadapi Saudara Muhammad Asrul merupakan kasus jurnalistik atau kasus pemberitaan. Oleh karena itu, semua pihak mestinya memahami bahwa kasus jurnalistik seharusnya diselesaikan melalui Undang-Undang no. 40 tahun 1999 tentang pers dimana merupakan lex specialis legi generali dari undang-undang lainnya terhadap kasus-kasus yang menyangkut pemberitaan atau karya jurnalistik.
2. Dewan Pers berpendapat penyelesaian kasus pemberitaan atau karya jurnalistik dengan undang-undang lain diluar UU Pers adalah sebuah penyimpangan terhadap komitmen untuk menjaga prinsip-prinsip kemerdekaan pers di Indonesia.
3. Upaya Dewan Pers terhadap kasus yang dialami oleh Muhammad Asrul adalah dengan menghadirkan Ahli Pers Dewan Pers dan Dewan Pers juga sudah berkoordinasi dengan penyidik terkait penyelesaian kasus tersebut dengan memberikan keterangan Ahli Pers melaui Berita Acara Pemeriksaan yang pada intinya bahwa kasus tersebut merupakan pelanggaran kode etik jurnalistik dimana mekanisme penyelesaian perkara tersebut seharusnya melalui Dewan Pers.
4. Peraturan Dewan Pers Nomor 5/Peraturan-DP/IV/2008 tentang standar Perlindungan Profesi Wartawan menyatakan bahwa dalam perkara yang menyangkut karya jurnalistik, perusahaan pers diwakili oleh penanggung jawabnya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa dalam kesaksian perkara yang menyangkut karya jurnalistik, penanggung jawab hanya dapat ditanya mengenai berita yang telah dipublikasikan, untuk itu perkara yang menyangkut jurnalistik yang dilakukan oleh seorang wartawan tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya di hadapan hukum.
5. Dewan Pers berpandangan, wartawan atau perusahaan pers bukanlah pihak yang kebal hukum. Namun apabila yang dipermasalahkan dari wartawan atau perusahaan pers adalah kinerja jurnalistiknya, semestinya proses penyelesaiannya berdasarkan UU Pers no. 40 tahun 1999. Pemidanaan pers dengan menggunakan undang-undang lain diluar UU Pers No. 40 tahun 1999 hampir pasti menurunkan indeks demokrasi dann kemerdekaan pers Indonesia. Pemerintah dan semua pihak yang peduli terhadap citra Indonesia di mata dunia Internasional, semestinya memperhitungkan ini.
6. Dewan Pers tidak berhenti untuk selalu mengingatkan kepada seluruh perusahaan pers agar menaati Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers, khususnya menyangkut kewajiban perusahaan pers untuk memiliki badan hukum Indonesia, memiliki p[enanggung jawab bersertifikat wartawan utama, memiliki wartawan bersertifikat, terdaftar di Dewan Pers, dan menaati Kode Etik Jurnalistik.