Akhir tahun 2019 dunia dikejutkan dengan fenomena kemunculan virus ganas yang menyerang sistem pernapasan. Virus tersebut dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut, sampai kematian. Belakangan virus tersebut diidentifikasi sebagai Covid-19 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2/SARS-CoV-2). Sejak ditemukan pertama kali di Wuhan Propinsi Hubei, China pada 17 November 2019, hingga saat ini nyaris tidak ada satupun negara yang bebas dari Covid-19.
Sementara di Indonesia, kasus covid-19 pertama kali ditemukan pada tanggal 2 Maret 2020. Setelah pengumuman temuan pertama tersebut penyebaran Covid-19 terus meningkat. Apalagi setelah pemerintah melakukan rapid test secara besar-besaran di tambah lagi dengan tes polymerase chain reaction (PCR) atau tes swab di beberapa bandara untuk mengantisipasi penyebaran virus dari penumpang. Untuk meminimalisir jumlah kasus dan dampak yang ditimbulkan, pemerintah telah mengambil strategi dan kebijakan preventif, antara lain kebijakan social distancing yang diikuti dengan kebijakan WFH (Work from Home) sejak 16 Maret 2020.
Dampak Covid-19 terhadap Industri Logistik Pandemi sejenis Covid-19 yang menimpa dunia bukan kali pertama dalam sejarah. Dunia pernah dilanda pandemi seperti flu Spanyol dengan jumlah korban hingga jutaan manusia. Selain korban jiwa, pandemic apapun bentuknya akan berdampak langsung terhadap kegiatan ekonomi perdagangan, investasi dan pariwisata. Dampak langsung yang dirasakan oleh Indonesia akibat Covid-19 yaitu menurunnya permintaan bahan mentah dari China seperti batu bara dan kelapa sawit. Dari sector pajak, penerimaan pajak sektor perdagangan juga mengalami penurunan padahal perdagangan memiliki kontribusi kedua terbesar terhadap penerimaan pajak. Dari sektor investasi, investor banyak yang menunda investasi karena ketidakjelasan supply chain (rantai pasol) atau akibat asumsi pasarnya berubah.
Di sector logistik, terjadi penurunan pengiriman barang secara drastis yaitu hingga 70-80% (Asosiasi Logistik Indonesia, 2020). Hal tersebut disebabkan karena anjloknya permintaan pengiriman barang, terutama dari korporasi sebagai dampak dari terganggunya transaksi impor dan ekspor. Tiongkok sebagai mitra dagang terbesar Indonesia (setara dengan 20 persen total perdagangan dengan semua mitra) mengalami penurunan hingga 30 persen akibat pandemi corona. Penurunan itu sebagai imbas dari larangan pengiriman via udara sejak Januari, dan terbatasnya pengiriman barang via laut. Dampak yang tidak kalah besar juga terjadi pada neraca ekspor Indonesia ke Tiongkok. Ekspor barang segar dari Indonesia ke China mengalami penurunan karena China menutup import makanan segar.
Namun di tingkat domestic, ada kenaikan pengiriman makanan dan bahan makanan segar hingga 80% dari pelaku usaha mikro kecil dan menengah serta pedagang di pasar, dan e-commerce, serta pengiriman alat kesehatan dan bahan baku untuk pembuatan cairan pembersih. Tingginya angka pengiriman makanan tersebut disebabkan oleh minimnya pusat perbelanjaan dan toko-toko makanan yang beroperasi.
Manajemen Risiko Industri Logistik
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, tentu harus disikapi dengan bijak dan profesional. Mau tidak mau pemerintah harus mempersiapkan manajemen risiko untuk meminimalisir persoalan dan kerugian diberbagai sektor dan lini, dan untuk manajemen resiko industri logistik yang dapa dilakukan oleh pemerintah adalah:
Pertama, Melakukan pemetaan terhadap mata rantai pasok. Melakukan pemetaan terhadap rantai pemasok yang berkaitan dengan proses bisnis atau layanan organisasi yang berkaitan dengan kemungkinan dampak dan gangguan akibat keterlambatan pengiriman pasokan atau logistik, serta keterlambatan proses manufaktur akibat pandemi global Virus Corona.
Kedua, Melakukan evaluasi terhadap risiko, pemantauan dan pengendalian risiko. Setiap perubahan situasi lingkungan bisnis, pasti berdampak pada tingkat risiko yang dihadapi oleh perisahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan evaluasi secara berkala, pemantauan, dan pengendalian risiko agar tidak mengganggu performa bisnis. Evaluasi risiko secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data, dan prosedur yang digunakan. Rentang waktu yang ditetapkan disesuaikan dengan perkembangan usaha perusahaan dan kondisi eksternal yang memengaruhi kondisi perusahaan.
Perusahaan juga harus menetapkan pemantauan secara rutin terhadap risiko yang ditetapkan. Sistem dan prosedur pemantauan mencakup pemantauan terhadap besarnya eksposur risiko, toleransi risiko, kepatuhan limit internal, dan hasil stress testing atau konsistensi pelaksanaan dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Pemantauan dilakukan baik oleh unit pelaksana maupun oleh SKMR (Satuan Kerja Manajemen Risiko). Hasil pemantauan kemudian disajikan dalam laporan berkala yang disampaikan kepada manajemen dalam rangka mitigasi risiko dan tindakan yang diperlukan.
Langkah berikutnya adalah penyusunan pengendalian risiko. Penyusunan sistem pengendalian risiko diselaraskan dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. Proses pengendalian risiko harus disesuaikan dengan eksposur risiko atau tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko.
Pengendalian dapat dilakukan dengan metode mitigasi risiko, antara lain lindung nilai dan penambahan modal untuk menyerap potensi kerugian
Keempat, Melakukan desain terhadap prosudur keamanan. Desain dan prosedur keamanan yang harus dilakukan oleh perusahaan logistic di era pandemic covid-19 yaitu:
1) Membangun sistem dan prosedur komunikasi dengan pihak penyedia atau pemasok yang digunakan oleh suatu perusahaan atau organisasi yang mungkin dihadapi dalam kondisi terburuk akibat pandemi Virus Corona;
2) Mengidentifikasi potensi penyedia atau pemasok lain untuk menjamin proses operasional bisnis dan layanan perusahaan apabila terjadi gangguan dalam proses bisnis;
3) Menyampaikan keterbatasan yang dihadapi perusahaan kepada pengguna atau konsumen serta menyampaikan langkah-langkah manajemen risiko yang akan dilakukan dalam proses bisnisnya.
Kelima, Manajemen krisis. Krisis merupakan suatu keadaan yang harus dihadapi oleh setiap perusahaan. Krisis bisa hadir dalam berbagai wujud, seperti pandemic covid-19 yang menimpa dunia saat ini. Kejadian krisis berpotensi mengancam masa depan suatu bisnis, oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang tepat agar bisnis tetap mampu bertahan. Untuk menangani krisis, maka perusahaan harus melakukan manajemen krisis. Manajemen krisis yaitu proses mempersiapkan dan mengelola situasi darurat atau tidak terduga yang memengaruhi pemangku kepentingan, karyawan, pelanggan, dan pendapatan perusahaan.
Keenam, Monitoring dan tracking. Selalu memantau mengenai setiap kebijakan, baik itu dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terhadap upaya penanganan Virus Corona, sehingga perusahaan dapat melakukan adaptasi dan langkah antisipatif terhadap proses bisnis secara cepat dan tepat.
Penulis : Dr. F.Ari Barata
University of 17 Agustus 1945, Surabaya, Indonesia
Artikel ini Murni menjadi tanggung Jawab penulis, apabila ada hal hal terkait artikel ini diluar tanggung jawab filesatu.co.id