Filesatu.co.id, Blitar | Adanya temuan penggunaan anggaran APBD untuk sewa rumah Dinas pejabat Wakil Bupati Blitar yang dinilai tidak sebagaimana mestinya pada saat rapat dengar pendapat Komisi I DPRD Kabupaten Blitar bersama dengan beberapa OPD terkait. Temuan ini mengharuskan DPRD Kabupaten Blitar menggunakan hak angketnya dan mungkin juga hak interpelasi, untuk membuat panitia khusus (Pansus) untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Sejauh ini, tanda tangan 26 anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan dan PAN, telah resmi diajukan ke pimpinan dewan. Sedangkan 24 anggota dewan lainnya, masih mengambil sikap ‘abu-abu’, ditengah bergulirnya usulan hak angket dan interpelasi terhadap Bupati Blitar, Rini Syarifah atau Mak Rini.
Menurut pimpinan cabang Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Kabupaten Blitar, Mujianto S.Sos, momentum hak angket dan interpelasi ini bisa mencerminkan siapa saja anggota dewan yang berpihak pada masyarakat.
“Tentu kita akan lihat mana dewan yang berpihak pada masyarakat, mana yang berpihak pada penguasa. Kalau memihak ke rakyat, pasti setuju angket dan interpelasi. Sebaliknya, bagi yang diam-diam saja, patut dipertanyakan, sedang menunggu apa? Ada kepentingan apa?” ungkap Mujianto. Kamis, (02/11/2023).
Mujianto menyampaikan bahwa, wacana hak angket itu biasa saja dalam memahaminya. Eksekutif tidak usah terlalu sensitif dan mendramatisir berlebihan, begitu juga legislatif juga jangan terlalu euforia bahwa wacana itu bisa mendeligitimasi kekuasaan untuk menurunkan pejabat daerah.
“Hak angket itu biasa saja karena itu adalah fungsi yang dibebankan legislatif menurut undang – undang (UU). Hak yang dimiliki DPR untuk menyelidiki dugaan pelaksanaan sebuah aturan pemerintah yang bertentangan dengan UU. Dalam UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), hak angket diusulkan oleh paling sedikit 7 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi. Khususnya terkait pelaksanaan fungsi pengawasan, hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” jelas Mujianto.
Selanjutnya Mujianto menyampaikan bahwa, “Hak Interpelasi adalah Hak DPRD untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” lanjutnya.
DPR juga memiliki Hak Menyatakan Pendapat. salah satu hak anggota DPRD untuk menyatakan pendapat atas pengambilan kebijakan pemangku kekuasaan atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional.
Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi atau hak angket dalam hal ini yang digunakan DPRD kabupaten Blitar dalam menyikapi dugaan bahwa Bupati melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, Bupati/wakil Bupati tidak lagi memenuhi syarat sebagai Bupati/Wakil Bupati.
Mujianto menyatakan bahwa, dengan mengikuti perkembangan di legislatif belum sebagian besar anggota memahami betul apa yang sebenarnya menjadi kewajiban anggota DPRD terhadap dinamika politik seperti yang muncul di publik sekarang ini, nyatanya masih berapa anggota yang sudah membubuhkan atau mau mendukung adanya pembentukan pansus itu. Toh sebenarnya pansus itu sama dengan terbentuknya pansus-pansus yang lain, cuma lokus dan obyeknya saja berbeda.
“Terkait itu dua persoalan yang sangat santer dipublik dan menjadi perhatian masyarakat yaitu tentang adanya dugaan pelanggaran Rumah dinas maupun terkait dengan TP2ID saya pikir sudah memenuhi unsur terbentuknya pansus, kan disitu persoalannya,” terang Mujianto.
Harapan dari terbentuknya Pansus hak Angket adalah, “Kalau selama ini legislatif hanya masih mendengar dari orang, sekarang tinggal menjalankan fungsinya untuk melakukan penyelidikan, kerja pansus yang terbentuk nantinya adalah bertugas dan bertujuan melakukan penyelidikan, yang nanti menemukan fakta atau tidak, kalau menemukan fakta baru pada tahap berikutnya untuk proses lebih lanjut menyepakati ditingkatkan ke interpelasi atau cukup berhenti pada laporan di paripurna,” pungkas Mujianto. (Pram).