Filesatu.co.id, Banyuwangi | Ditengah gencarnya Polisi mencegah serta menindak para pelaku yang memberangkat Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke luar negeri secara ilegal atau sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) tanpa pandang bulu siapapun ditangkap dan diproses secara hukum yang berlaku, termasuk di pelaku yang ada di Banyuwangi bahkan sampai masuk penjara.
Pihak penegak hukum tentu, terus menegakkan siapapun oknum pelakunya wujud keseriusan memberantas oknum atau cukong yang memberangkatkan PMI ilegal.
Seperti dikutip di media lain, Polisi per Juli 2023 sebanyak 847 pelaku TPPO ditangkap, kemudian sudah menyelamatkan sekitar 2.176 jumlah korban TPPO. Nah, di Banyuwangi sendiri kasus proses Australia sepertinya belum pernah lanjut hukum sampai ke persidangan.
Mestinya, tindakan calo yang memberangkat ke negara Australia dengan memakai gaya Visa undangan. Padahal ratusan warga Banyuwangi yang menjadi PMI di Australia dan ratusan pula korban tidak jadi berangkat meskipun uang sudah masuk ke perantara juga ditindak.
Seperti kasus calon PMI yang mencatut nama pelaku ST K dan AL M (inisial) keduanya warga Banyuwangi asli dengan peran yang berbeda, ST yang merekrut CPMI dan AL M sebagai otak dan pelaku mulai dari sending data, pemesanan ticket hinga ke Granted Visa.
Kisah mengenaskan serta mengerikan ini dialami Yayuk Yuliani, CPMI warga desa Kedung Gebang kecamatan Tegaldlimo, menurutnya proses ke Australia bukan karena gagal namun diduga korban oleh pelaku oknum, lantaran awalnya sudah disampaikan tentang kondisi dirinya, mulai dari umur, sampai kondisi keuangan terhadap pelaku yang memberangkatkan.
”Umur saya itu sudah tua saya lahir aslinya sesuai ijazah tahun 1966, kemudian keuangan untuk berangkat ke Australia tidak ada, saat itu sudah saya ceritakan sama bu ST, tapi dia selalu bilang tidak apa apa nanti bisa dibicarakan ke yang memberangkatkan,” cerita Yayuk saat ditemui tim media ini di rumahnya. Sabtu (26/8/2023).
Dengan menangis melanjutkan kisahnya sambil memperlihat bukti seabrek mulai, Ijazah, KK, kwitansi pembayaran, aplikasi status informasi penerimaan Visa ”visitor Received’, hingga diberikan ”Granted”, bahkan E-Ticket dari perusahaan besar traveloka untuk terbang menggunakan pesawat Jetstar lengkap dengan kode Booking.
”Karena Granted sudah ada saya disuruh melunasi sisa biaya saya hingga total 65 juta rupiah, jadi proses mulai Received sampai Granted sekitar satu bulan setengah dan ticket penerbangan di tanggal 16 bulan agustus ini, tapi hingga saat ini belum ada konfirmasi lagi dan ketika saya tanya invoice soal ticket tidak ada jawaban,”ungkap Yayuk.
Kisahnya bukan hanya disitu, Yayuk dengan terbata bata juga menceritakan kronologi awal proses setelah manyampaikan kepada pekerja lapangan ST, atas kondisi keuangan sampai dokumen yang semestinya.
”Untuk biaya saya diarahkan pinjam ke Bank BRI, jujur saya tidak pernah pinjam Bank dan itupun sebagai agunan sertifikat tanah kosong saya dan sampai hari ini terus membayar pokok dan bunganya, kemudian karena katanya visa sudah granted saya jual motor satu satunya untuk biaya pelunasan,” tambah ibu paruh baya yang hidup seorang diri tanpa suami dan anak ini.
Ironisnya, lanjut Yayuk belum ada gambaran terang tentang nasib selanjutnya, namun tetap menanggung beban dan berpikir apakah bisa betul terbang ke Australia dengan kondisi visa, dan ticket yang belum ada kejelasan.
“Saya pernah menanyakan perihal semuanya bahkan sampai minta uang hinga saat ini masih belum ada kepastian, saat ini saya hanya berharap kepada penegak hukum dan orang yang peduli terhadap persoalan ini, intinya saya pasrah mau diajak dan disarankan kemana saja, di ajak laporanpun saya sudah siap, karena sudah tidak punya apa apa lagi,” tambah Yayuk.
Sementara di tempat terpisah, tim Media ini mendatangai kediaman ST K untuk konfirmasi, namun kondisi pintu dalam keadaan tertutup. Dihubungi WA nya dia mengatakan,” ya kita akan koordinasi dengan bapaknya, (bapaknya siapa belum tau yang dimasksud) kalau bisa diselesaikan dengan baik,” kata ST menjawab konfirmasi media ini. (Edy/tim).