Polemik Gula impor Jadi Perhatian Pengusaha Restoran

Indra Setiyadi pengusaha restoran dan kafe Kota Malang saat melakukan wawancara

FILESATU.CO.ID, MALANG – Buntut kebijakan impor gula yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat akhirnya menjadi perhatian. Mengutip dari nusadaily.com, stock gula lokal di Kabupaten Malang mencapai 60.000 ton. Hal tersebut memunculkan sorotan dari masyarakat terutama dari kalangan pengusaha restoran.

Bacaan Lainnya

Jum’at (29/01), pengusaha restoran dan kafe Indra Setiyadi Kota Malang menyampaikan keprihatinannya. “Ayo kita beli gula lokal, walaupun selisih harga sedikit agak mahal. Supaya yang tertimbun ini, bisa terserap dipasaran serta petani tebu bisa dibayar,” katanya.

Indra Setiyadi yang juga sebagai Ketua Apkrindo (Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia) Kota Malang, juga menghimbau kepada anggotanya untuk turut membeli gula lokal. Himbauan ini dia sampaikan karena gula lokal tidak mampu bersaing dengan gula impor. Disamping harga gula impor yang lebih murah, juga jumlahnya yang cukup banyak. “Dampaknya gula lokal menumpuk puluhan ribu ton dan petani tebu sangat kesulitan dalam masalah ini,”terangnya.

Gagasan dan gerakan membeli gula lokal akan disebarluaskan, serta menggandeng komunitas pengusaha lainnya. Misalnya PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), dan APPBI (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia).

Sebelumnya, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Malang Pantjaningsih Sri Redjeki memberikan keterangan. Bahwa kebijakan pemerintah pusat yang melakukan impor gula, membuat investor belum menjalankan niatnya untuk membeli hasil tebu rakyat. Sedangkan menurut data, hasil dari Pabrik Gula Kebon Agung dan Krebet di Kabupaten Malang telah mencapai lebih dari 80.000 ton.

Permasalahan gula lokal ini sebenarnya telah dilakukan komunikasi bersama diantara para pemangku kebijakan. Baik dari Pemerintah yang diwakili oleh Kemendag, KemenkopUKM, DPR RI, serta Asosiasi Petani Tebu. Telah terjadi kesepakatan sebesar Rp. 11.200 per kg untuk gula yang akan dibeli oleh investor di seluruh Indonesia.

Namun hal tersebut tidak mampu terwujud hingga saat ini. Nasib gula lokal tetap menumpuk di gudang-gudang pabrik. Tercatat 12 Investor yang sedianya membeli gula produksi pabrik lokal sampai hari ini belum memenuhi janjinya. Ironisnya terjadi penandatanganan impor gula sebanyak lebih dari 1,9 juta ton. Maka manisnya gula ternyata terasa pahit bagi petani tebu.

Laporan : Roni

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *