Filesatu.co.id, KARAWANG | KEPALA Desa Wadas, Kecamatan Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang, H. Junaedi (Lurah Jujun), memberikan tanggapan atas ramainya pemberitaan terkait laporan dugaan pengrusakan lahan milik ahli waris Data bin Adon. Lurah Jujun menegaskan bahwa tindakannya bukan aksi pribadi, melainkan pelaksanaan tugas resmi atas mandat dari Gubernur Jawa Barat melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi Jawa Barat.
H. Jujun menyatakan siap menghadapi proses hukum, karena yakin seluruh aktivitasnya, termasuk pengerukan lahan untuk normalisasi saluran air, adalah demi kepentingan masyarakat luas dalam menanggulangi banjir.
“Saya dilaporkan katanya melakukan pengrusakan. Tapi semua kegiatan itu atas mandat dari pimpinan, dalam hal ini Gubernur Jawa Barat dan SDA Provinsi. Saya hanya menjalankan perintah dan bertanggung jawab sebagai kepala desa,” tegas H. Jujun, seperti dikutip dari media online Ulas Berita.
Di sisi lain, kuasa hukum ahli waris Data bin Adon, Jovianza, S.H., merespons keras pernyataan Lurah Jujun. Jovianza mempertanyakan keabsahan penggunaan istilah “mandat langsung” dari Gubernur dalam sistem pemerintahan provinsi.
“Mandat seperti apa? Sepahaman saya, yang lazim itu adalah instruksi Gubernur yang dituangkan ke dalam surat edaran dan lain-lain,” ungkap Jovianza.
Ia menduga, jika benar ada mandat langsung dari Gubernur, maka Bupati Karawang tidak dilibatkan. Hal ini memunculkan pertanyaan: “Apakah tindakan Lurah Jujun mengeruk tanah milik ahli waris Data bin Adon bisa dikatakan resmi atau memang ilegal?”
Jovianza juga membantah klaim Lurah Jujun yang menyebut normalisasi saluran air tersebut sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat dalam menanggulangi banjir. Ia merujuk pada video drone milik salah satu YouTuber di lokasi yang menunjukkan ujung saluran yang dinormalisasi berawal dan berakhir di Sungai Citarum.
“Kami mempertanyakan rencana normalisasi tersebut, akan menanggulangi banjir atau mengundang banjir,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa lokasi lahan yang dikeruk, berdasarkan Perda No. 19 Tahun 2004 hingga Perda No. 2 Tahun 2013 tentang RTRW Karawang (2011-2031), diperuntukkan sebagai pemukiman/zona kuning, bukan pertanian/zona hijau.
“Berdasarkan hal tersebut, pihaknya menilai Lurah Jujun hanya omong kosong terkait keberpihakan masyarakat, karena programnya pun diduga ilegal dan diduga tidak menggunakan kajian ilmiah (Feasibility Study/FS) sebelum pelaksanaan kegiatan,” tegasnya.
Sementara itu, kuasa hukum ahli waris lainnya, Elyasa Budianto, S.H., M.H., menanggapi adanya inspeksi mendadak (Sidak) Gubernur Jawa Barat bersama rombongannya ke lokasi lahan yang dinormalisasi pada Selasa kemarin.
Elyasa mempertanyakan urgensi kehadiran Gubernur dalam urusan normalisasi saluran air tingkat desa.
“Setingkat Gubernur kok repot-repot sampai turun mengurusi normalisasi saluran air tingkat desa, di sini kan ada Camat, ada Kepala Dinas, bahkan ada Bupati yang bisa mengeksekusi kebijakan normalisasi. Apakah ini semua kepentingan bisnis konten kreator Gubernur atau Gubernur Jawa Barat sedang cari panggung di Karawang?” tandas Elyasa.
Ia juga mengingatkan pentingnya pengecekan status kepemilikan tanah sebelum melakukan pembangunan. “Jika ada rencana pembangunan apapun itu, harus cek dan ricek terlebih dahulu tentang kepemilikan tanahnya, jangan ugal-ugalan dan semena-mena mengeruk tanah orang lain,” tutupnya.***



