Filesatu.co.id, KARAWANG | KESATUAN Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) Kabupaten Karawang secara resmi melaporkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan ini terkait dugaan tindak pidana korupsi dan penyimpangan penggunaan anggaran proyek normalisasi saluran irigasi di jalan Interchange Karawang.
Selain Gubernur, dua kepala desa di wilayah Telukjambe Timur, yakni Kepala Desa Wadas, H. Junaedi, dan Kepala Desa Sukamakmur, Dede Sudrajat, juga turut dilaporkan ke lembaga antirasuah tersebut.
Presidium KAMI Karawang, H. Elyasa Budianto, menegaskan bahwa dasar pelaporan adalah tidak ditemukannya papan informasi di sepanjang lokasi proyek normalisasi.
“Kami tidak menemukan papan informasi proyek di lokasi normalisasi irigasi. Sementara pemasangan plang pengumuman adalah kewajiban hukum,” tegas Elyasa, Senin (1/12/2025).
Menurutnya, proyek tanpa papan informasi patut diduga sebagai ‘proyek siluman’ atau proyek ilegal, yang berpotensi kuat mengakibatkan penyimpangan dana pembangunan daerah.
Elyasa merujuk pada regulasi seperti Perpres No. 54 Tahun 2010 jo. Perpres No. 70 Tahun 2012 jo. Permen PU No. 12 Tahun 2012, yang mewajibkan transparansi. “Dengan tidak adanya transparansi, masyarakat bertanya-tanya, proyek apakah ini? Dan pada akhirnya, serangkaian langkah korupsi sangat mungkin terjadi,” tambahnya.
Selain isu transparansi anggaran, KAMI juga menyoroti dugaan penyalahgunaan kekuasaan (Abuse of Power) yang dilakukan Gubernur Jawa Barat dalam proses pembongkaran Bangunan Liar (Bangli) di sepanjang jalur normalisasi irigasi.
Elyasa menyebut, video-video yang tersebar di media sosial memperlihatkan Gubernur Jawa Barat terlibat perdebatan sengit dan menimbulkan kekisruhan dengan masyarakat terkait penataan bangunan liar tersebut.
“Berkaitan dengan saluran tersier, sekunder, dan primer, itu merupakan wilayah kerja atau kewenangan PJT II selaku anak perusahaan BUMN,” jelas Elyasa.
KAMI menilai proyek normalisasi di jalan Interchange Karawang merupakan tindakan Abuse of Power dari Gubernur karena dianggap tidak memiliki skala prioritas yang jelas.
“Arah normalisasi tidak jelas, cenderung menjadi pengalihan sungai besar Citarum sehingga tidak banjir untuk kawasan pemukiman elit,” tandasnya kritis.***



