Opini
Ditulis: Anwar Wahyudi S.I Kom
Filesatu.co.id| Ratusan Desa di Kabupaten Madiun baru saja usai menggelar pesta demokrasi, Pilkades. Tak jarang, beberapa desa diisi kandidat asing sebagai peserta kontestasi 6 tahunan ini.
Berbagai istilah pun muncul dikalangan masyarakat. Seperti putra daerah, merupakan kandidat asli dari desa yang menggelar Pilkades. Ada juga calon bayangan, bookingan, pesenan.
Kehadirannya cukup misterius, mereka berasal dari luar Desa, luar Kecamatan bahkan luar Kabupaten dari Kampung Pesilat.
Masih menjadi teka-teki, apa misi utama mereka (calon bayangan) mengikuti kontes ini. Seberapa jauh wawasannya terhadap peta demografi desa yang dituju pun layak dipertanyakan. Bagaimana tidak, kenal dengan para warga saja belum tentu. Boro-boro mau memimpin desa, untuk mendapatkan suara saja pasti berat.
Beberapa opini masyarakat bermunculan. Masyarakat menilai, Kades bayangan sengaja direkrut oleh seseorang. Tentunya, yang memiliki kepentingan politik. Memang sulit dibuktikan, namun arahnya sangat mudah ditebak.
Fakta di lapangan telah berbicara. Baru di fase pendaftaran, beberapa putra daerah justru tersingkir. Baik itu incumbent maupun bukan. Hal ini membuat dinamika semakin memanas. Terutama, bagi masyarakat yang jagonya gugur oleh scoring, yang otomatis tumbang sebelum perang.
Apapun kondisi dan situasainya setelah penetapan para calon terdaftar, tahapan tetap berlanjut. Deklarasi damai digelar. Pada fase ini, desa yang berkandidat _pure_ putra daerah, sudah pasti hadir. Namun sebaliknya, kandidat misterius di beberapa desa, hanya sebagian kecil yang hadir. Malu kah, atau takutkah, mereka sendiri yang tau.
Fase berikutnya adalah Kampanye. Ini merupakan momen yang paling ditunggu masyarakat. Rame, arak-arakan, kebersamaan, merupakan tradisi kental untuk memeriahkan laga perebutan kursi utama Pemerintah Desa. Namun lagi-lagi, sebagian calon yang di cap abal-abal oleh masyarakat tidak muncul. Jangankan orangnya, gambar peraga pun tak nampak terpasang.
Fakta terakhir yang berbicara adalah saat pemungutan suara dilaksanakan. Nama-nama kandidat yang diyakini abal-abal, nyaris tidak memperoleh suara. Hal tersebut juga diikuti dengan banyaknya suara yang tidak sah. Golput, mencoblosi semua gambar, mungkin ini yang hanya bisa dilakukan masyarakat. Dari sini terlihat, mereka kecewa, tapi tak bisa berbuat apa-apa.
Pilkades Madiun menjadi fenomenal. Demokrasi telah dicederai oleh oknum-oknum yang tak berhati nurani. Mereka datang hanya untuk misi sesaat. Menyakiti hati masyarakat. Lalu hilang begitu saja.