Filesatu.co.id, SUMENEP | GELARAN Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Memperkuat Sinergi Pemerintah, Bea Cukai, dan Pers dalam Mendorong Legalitas Usaha Rokok Lokal” di Pendopo Agung Keraton Sumenep pada Kamis (17/7/2025) menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Pasalnya, fakta di lapangan menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal tanpa pita cukai justru semakin masif dan terang-terangan di Kabupaten Sumenep.
FGD, yang digelar oleh Forum Pimpinan Asosiasi Media (Forpam) bersama Pemerintah Kabupaten Sumenep, bertujuan untuk mendorong pelaku usaha rokok lokal agar segera mengurus legalitas. Namun, forum ini dinilai kontraproduktif karena berlangsung di tengah maraknya peredaran rokok ilegal yang nyaris tak tersentuh hukum.
Acara ini dihadiri oleh Wakil Bupati Imam Hasyim, pejabat Bea Cukai Madura, Forkopimda, aparat hukum, dan Ketua Paguyuban Rokok Sumenep Syafwan Wahyudi. Namun, di luar gedung mewah itu, pengusaha rokok ilegal diduga tetap menjalankan bisnis tanpa hambatan, bahkan sebagian di antaranya turut hadir dalam forum tersebut.
Rokok Ilegal Merajalela, Tindak Lanjut Nihil
FGD berlangsung pada Kamis, 17 Juli 2025. Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada tindak lanjut konkret terhadap puluhan merek rokok ilegal yang dijual bebas di warung kelontong.
FGD berlangsung di Pendopo Agung Keraton Sumenep, namun peredaran rokok ilegal terjadi di hampir seluruh wilayah Sumenep, mulai dari kota hingga pelosok desa. Merek-merek seperti Fastatis, Gicu, Oddo, Jengger, Sanmorino, dan lainnya bisa ditemukan di toko-toko tanpa pita cukai.
“Forum ini dikhawatirkan menjadi tameng halus bagi pengusaha nakal untuk mencari pembenaran. Alih-alih menindak pelanggar, forum justru terkesan melunakkan posisi hukum dengan narasi ‘pembinaan’ dan ‘pendekatan persuasif’. Hal ini bisa menciptakan preseden buruk: pelanggaran hukum disikapi dengan toleransi politik,” cetus Hasim, seorang aktivis muda Sumenep, pada Kamis (17/7/2025).
Publik Menuntut Penegakan Hukum
Publik mulai geram. Banyak yang menilai FGD ini hanya menjadi ajang pencitraan dan pengaburan masalah. Sementara Bea Cukai Madura dinilai kehilangan taring karena tidak ada operasi penyitaan atau penindakan terhadap merek-merek rokok ilegal yang kini makin berani beredar di pasar terbuka.
“Legalitas usaha rokok lokal memang penting, tapi jika penindakan terhadap pelanggar diabaikan, maka upaya ini hanya akan menjadi kosmetik politik. Masyarakat menuntut langkah nyata, tindak pengusaha yang membandel, bongkar jaringan distribusi rokok ilegal, dan pastikan hukum ditegakkan, bukan dinegosiasikan,” tandasnya.***



