Filesatu.co.id, Madiun | Dalam rangka mewujudkan pertanian yang maju, mandiri dan modern, Balai Penyuluhan dan Perikanan Kecamatan Kebonsari menggelar sosialisasi dan pelatihan pembuatan Biosaka. Bertempat di BPP Kebonsari, pelatihan digelar, Selasa (21/02/2023).
Hadir dalam kegiatan, Sumanto selaku Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Madiun beserta jajaran, Camat Kebonsari, koordinator BPP Kebonsari beserta para ketua kelompok tani di wilayah Kecamatan Kebonsari.
Sesuai semboyan Menteri Pertanian, ‘Pertanian yang Maju, Mandiri dan Modern untuk Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong – Royong’ Pemerintah Kabupaten Madiun melalui Dinas Pertanian dan Perikanan mendukung penerapan hasil-hasil inovasi sederhana. Salah satu inovasi yang dimaksud adalah Biosaka.
Biosaka merupakan larutan ekstrak tumbuhan yang berperan sebagai elisitor yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Penggunaan Biosaka dalam usahatani adalah sebagai salah satu upaya perlindungan tanaman berbasis ekologi untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Pelatihan yang digelar dalam pertemuan rutin Gapoktan Kecamatan Kebonsari tersebut, para perwakilan kelompok tani membawa beberapa item bahan untuk pembuatan biosaka. Bahan-bahan yang diperlukan antara lain satu genggam daun(minimal 5 jenis), ember plastik untuk wadah meremas biosaka dan botol plastik 1,5 liter.
Sebagai salah satu metode pertanian ramah lingkungan, pemanfaatan Biosaka merupakan teknologi mudah dan murah yang dapat diterapkan oleh petani. Hal ini sekaligus sebagai upaya menekan cost produksi dan meningkatkan produktivitas pertanian. Perlunya kajian lebih mendalam lagi di beberapa lokasi untuk mengeksplorasi jenis tumbuhan yang bermanfaat lainnya disekitar areal pertanaman serta pengaruh lokal spesifik kondisi tanah. Hal tersebut dikatakan Sumanto selaku Kadin Pertanian Kabupaten Madiun saat ditemui usai pelatihan.
“Biosaka ini dapat mengurangi biaya produksi, terutama dalam penggunaan pupuk kimia, di beberapa daerah yang sudah menerapkan, Blitar misalnya, dalam 1 hektare pupuk kimia yang biasanya 7 kwintal, hanya butuh 2 kwintal saja. Artinya, penggunaan pupuk kimia cukup 30% dari biasanya. Petani bisa menghemat antara 50-70% cost produksi pertanian,” jelas Sumanto.
Mengenai bahan, lanjut Sumanto, tidak terlalu njelimet dalam menentukan daun rerumputan yang dijadikan sebagai bahan biosaka.
“Rumput, daun yang sehat, sempurna, tidak bolong, tidak terkena penyakit, dan tidak jamuran. Kalau bisa jangan pakai rumput yang berduri agar tidak melukai tangan ketika peremasan,” imbuhnya.
Masih menurut Sumanto, meski tergolong metode baru, Biosaka ini adalah ramah terhadap lingkungan, hemat biaya, hemat pupuk, menurunkan penggunaan pestisida kimia, mengurangi serangan hama dan penyakit, lahan menjadi lebih subur dan produksi lebih bagus.
“Di Kabupaten Madiun saat ini sudah ada yang mulai uji coba, petani di Desa Tulungrejo Kecamatan Madiun, saat ini jalan satu musim menuju panen, mudah-mudahan hasilnya bisa maksimal, kalau tiga musim nanti bisa berhasil secara kontinyu, Biosaka layak diaplikasikan seperti di Kabupaten Blitar,” pungkasnya.