photo : Kiri : Yongky Irawan, Kanan: Abdul Malik
FILESATU.CO.ID, KOTA MALANG -Polemik terhadap keberadaan DKM (Dewan Kesenian Malang) tak kunjung usai. Selasa (9/2/2021) di halaman gedung DKM, terpajang spanduk bertuliskan #SetahunTanpaSK. Dari informasi yang beredar, bahwa spanduk itu “ditujukan” kepada Pemerintah Kota Malang. Hal tersebut dilakukan oleh pengurus yang kecewa karena sampai hari ini Walikota Sutiaji belum mengukuhkan pengurus baru.
Lalu kenapa hal ini bisa terjadi? Apakah persoalan hukum, politik, atau yang lainnya?. Filesatu.co.id melakukan wawancara kepada pegiat seni budaya di Kota Malang. Merangkai sejarah pendek berdirinya DKM (Dewan Kesenian Malang) dan lika-likunya sebagai sebuah organisasi seni budaya.
- Baca Lainnya :
- Media Filesatu Biro Bali Peringati HPN Tahun 2021 Dengan Potong Tumpeng Sebagai Rasa Syukur
- Peringati HPN 2021, PWI Banyuwangi Berbagi Kebahagiaan
Bertempat disalah satu museum di Kota Malang, Yongky Irawan (69th) menceritakan sejarah DKM. “Awalnya Dewan Kesenian Malang terbentuk karena inisiatif pegiat kesenian di Kota Malang. Inisiatif ini juga timbul dan terdorong karena munculnya Dewan Kesenian Jakarta serta Dewan Kesenian Surabaya,” ujarnya.
Kala itu antara tahun 1972-1973 terjadi dialog seniman dan budayawan di jalan Guntur no. 1, yang diprakarsai oleh Mimbar Unbraw. Dalam pertemuan tersebut disepakati membentuk lembaga atau organisasi tanpa campur tangan pemerintah. Persiapan untuk membentuk organisasi berjalan dengan beberapa bantuan anggota DPRD Kota Malang. “FX Darwanto dan Pak Demi tercatat ikut mendampingi dalam proses pembentukan. Untuk AD/ART dikonsep bersama dengan Hasyim Amir MA (dramawan) yang kebetulan juga mantan Ketua Dewan Kesenian Surabaya,” cerita Yongky Irawan.
Setelah AD/ART selesai, dibentuklah semacam steering committee untuk bertemu dengan Walikota Malang Sugiyono. Pertemuan ini merupakan pertemuan yang cukup penting sebagai cikal bakal berdirinya DKM. Karena selain sebagai wadah keinginan masyarakat seniman Kota Malang, lembaga kesenian diharapkan mampu mengayomi seniman dengan visi misinya. Akhirnya tahun 1974 sampailah pada sebuah persetujuan Walikota Malang Sugiyono dalam membentuk DKM dengan beberapa perubahan AD/ART.
Sebagai organisasi, DKM tentu membutuhkan sekretariat. Karena sifatnya yang independen, sekretariat DKM awalnya berada di Radio Senaputra. Namun seiring berjalannya waktu serta kegigihan para anggota dan dibantu oleh DPRD Kota Malang, terjadi sidang pleno yang memberikan ruang khusus kepada DKM. Walikota Sugiyono kemudian menyetujui Gedung Cenderawasih, kini Gedung Gajayana (bekas Sekolah Machung), di jalan Nusa Kambangan sebagai sekretariat DKM. Termasuk sebagai tempat berproses para seniman sampai tahun ‘90 an.
“Karena terjadi suatu hal, kawan-kawan seniman kembali ke Senaputra sebagai sekretariat. Namun itu tidak berlangsung lama,” ungkap Yongky Irawan. Pada masa Walikota Soesamto Dewan Kesenian Malang kemudian bersekretariat dan berproses di Jalan Majapahit sampai sekarang.
Sejak awal berdirinya, DKM dan Pemerintah Kota Malang selalu berjalan sebagai “mitra”. Bahkan kegiatan-kegiatan seni budaya pada masa lalu “menggunakan” DKM sebagai inisiator atau pelaksana kegiatan. Tercatat banyak hasil yang telah ditorehkan DKM untuk perkembangan kesenian Kota Malang. “Sebagai contoh lembaga kesenian Indrokilo merupakan salah satu produk dari DKM,” ungkap sang budayawan. “Bahkan seingat saya. tahun 1976 pernah ada inisiatif dari Walikota Malang Sugiyono bersama pelaku kesenian sebagai tuan rumah musyawarah dewan kesenian seluruh Indonesia,” tambahnya.
Kembali pada masalah persoalan DKM sebagai lembaga kesenian tanpa Surat Keputusan Walikota.
Sejak Walikota Sugiyono hingga hari ini tercatat dua Walikota yang belum memberikan kebijakan terkait keberadaan Dewan Kesenian Malang, yaitu Walikota M. Anton dan Sutiaji.
Abdul Malik salah satu pengurus DKJT (Dewan Kesenian Jawa Timur) menjelaskan bahwa 9 Februari 2020 telah diadakan Musyawarah Masyarakat Seniman Dewan Kesenian Kota Malang di Balai Kota dan dibuka oleh Walikota Sutiaji.
“Telah terpilih pengurus dan AD/ART yang telah direvisi. Sekiranya susunan pengurus dan AD/ART diserahkan kepada Walikota untuk dikukuhkan dan diberikan SK seperti Walikota-Walikota sebelumnya,” terang Abdul Malik.
“Sebagai organisasi, DKM berfungsi sebagai lembaga kuratorial publik. Yang jelas juga menjadi mitra pemerintah. Termasuk ketika pemerintah mempunyai agenda perumusan kebijakan mengenai seni dan budaya serta memfasilitasi peningkatan kesejahteraan seniman,” tambahnya.
Dalam pasal 5 AD/ART Dewan Kesenian Malang berbunyi, Dewan Kesenian Malang adalah lembaga kesenian mandiri yang menggambarkan aspirasi masyarakat seniman, yang pengesahan pengurusnya wajib dilakukan oleh Walikota Malang dalam bentuk Surat Keputusan Walikota Malang.
Lalu Dewan Kesenian Malang milik siapa? Jika sampai hari ini SK Walikota belum ada, apakah persoalan politik, dasar hukum atau like and dislike ? atau manajerial pengurus DKM yang belum mampu berjalan secara maksimal. Siapa yang tahu?
Laporan : Roni