Filesatu.co.id,kota Malang | Indonesia adalah bangsa yang tangguh, masyarakatnya yang bermental juang selalu bisa memenangkan kehidupan. Guyup rukun dan gotong royong menjadi pondasi dalam membangun bangsa ini.
Kehidupan itu yang coba digambarkan warga Madyopuro dalam napak tilas Sumur Maut monumen kekejaman penjajah di wilayah Madyopuro kecamatan kedungkandang kota Malang dalam bingkai giat Kampung Perjuangan Ngadipoero.
Perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajah di wilayah Madyopuro, terekam erat dalam benak masyarakat Madyopuro, khususnya di RW 1 kelurahan Madyopuro ini. Jejak sejarah pembantaian pahlawan di sumur maut Madyopuro tahun 1947 menjadi dasar spirit untuk selalu mengenang dan mengisi perjuangan bangsa ini. 11 orang pejuang suhada menjadi korban kekejaman penjajah yang hingga kini jasadnya masih berada di sumur maut.
Untuk memperingati jasa para pahlawan serta mengisi kemerdekaan dilingkup kampung, sebuah festival kampung di gelar warga madyopuro. Selama 3 hari kegiatan yang di isi dengan Operet/sandiwara sejarah Sumur Maut, Pekan Kebudayaan Kampung, Tari tarian dan semua potensi seni dikemas dalam even Kampoeng Perjuangan Ngadipoero.
Seperti umumnya, konsep jadul dilakukan, masyarakat berduyun duyun dan gotong royong memoles kampung dengan lapak lapak ala jaman biyen. Lapak lapak ini yang digunakan warga dan pelaku UMKM untuk menjual dan mengenalkan kudapan serta makanan jaman dahulu. Pengunjung bisa menikmati Sawut, lopes, bledus, jenjang grundul hingga nasi pecel di Waroeng yang terdapat pada kegiatan ini selama 3 hari, dari tanggal 2-4 september 2022.
Ir. H. Sofyan Edi Jarwoko Wakil Walikota Malang mengapresiasi kegiatan warga dan Karang Taruna Madyopuro ini dengan hadir langsung serta mengunjungi situs dan monumen Sumur Maut yang berada di SD Negeri 1 Madyopuro. Dalam lawatan nya ke Sumur Maut ini Wawali menyampaikan rasa apresiasinya pada giat warga Madyopuro. Minggu (4/9/2022).
“Jadi ya masyarakat dalam mengekspresikan peringatan HUT RI itu bermacam macam, Ngadipuro itu menarik kenapa?, karena ada fakta sejarah yang ada di Ngadipuro, warga sini itu menyebutnya itu sumur maut” ucap Wawali Sofyan Edi mengawali wawancara dengan media ini.
Seterusnya, wawali juga mengatakan ingin melihat langsung kondisi sumur maut yang menjadi sejarah penting di wilayah Madyopuro. Selain itu wawali mengaku, kehadiran dirinya dalam giat Kampung Perjuangan Ngadipuro ini sebagai bentuk keterlibatan langsung pemerintah kota pada giat giat warganya.
“Jadi saya hadir disini itu ingin mengetahui langsung seperti apa sumur maut itu, letaknya dimana dan kondisinya seperti apa saat ini” lanjut Wawali yang memakai rompi pagi itu.
Lebih lanjut dirinya juga menyampaikan kegembiraannya pada warga madyopuro yang mempunyai inisiatif dan niatan untuk terus mengenang sejarah perjuangan para pahlawan dengan jalan terus mengenalkan sejarah sumur maut kepada generasi saat ini.
“Lah ini kan fakta sejarah, yang saat akan diangkat kembali, nah itu kan bagus, jangan sampai kita melupakan sejarah. Nah karena itu saya memberikan apresiasi tanggapan saya positip ini bagus” ujarnya sebelum ke panggung.
Setelah itu, panitia yang sudah sedari pagi bertugas menjalankan acara mempersilahkan Sofyan Edy naik panggung untuk menyampaikan sambutan kepada warga masyarakat yang baru melaksanakan jalan sehat Napak Tilas Sumur Maut di SD Madyopuro 1. Selain sambutan tentang sejarah kemerdekaan dirinya juga menyempatkan memberi “saweran” pada anak anak serta Ibu PKK yang berhasil menjawab pertanyaan Wawali tentang Kemerdekaan dan menyanyikan lagu lagu Nasional.
“Ayo ibu ibu siapa yang mau bantu saya, menyanyikan mars PKK” ujar Sofyan Edi di atas panggung.
Setelah sambutan dan saweran panitia langsung mengarahkan Wawali ke situs Sumur Maut yang jaraknya 1 km dari panggung utama Kampung Perjuangan Ngadipuro. Selama perjalanan, wawali menyapa dan menyempatkan membeli makanan tradisional yang ada di lapak “Waroeng” berdesain jadul itu.
Sebagai tambahan, situs sumur maut Ngadipuro adalah lokasi sumur tua dimana dahulunya menjadi “kuburan” 11 pejuang kemerdekaan yang mati dibantai oleh penjajah. Hingga kini, monumen dan situs Sumur Maut tersebut masih terawat dengan baik. Jenasah korban kekejian Belanda itu sampai hari ini masih berada di dalam sumur. Dari 11 orang, hanya empat nama yang teridentifikasi. Yaitu Dulmanan, Samaun, Suwadi dan Ponimin. Tujuh orang lainnya tidak dikenal.