Sarmuji: Dalam Melaksanaan UU No. 18 Th. 2017, Pemerintah Daerah Nggak Perlu Mengeluh Soal Anggaran PMI

Filesatu.co.id, Blitar – ­ Kabuparen Blitar merupakan salah satu kantong terbesar Pekerja Migran Indonesia (PMI), hal ini merupakan potensi penyumbang devisa bagi bangsa, namun dalam sisi yang lain pemberlakuan Undang ­Undang Nomor  18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Tenaga Migran Indonesia terasa sangat berat dalam sisi anggaran, dimungkinkan juga dialami daerah kantong PMI lainnya.

Beban berat tersebut terkait pembebanan biaya sertifikasi pelatihan tenaga migran yang di bebankan ke pemerintah daerah dalam penganggarannya. Sebagaimana disampaikan Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Blitar Haris Susianto, saat mewakili Bupati Blitar dalam kegiatan Persatuan Tenaga Kerja Indonesia Purna (Pertakina) di Desa Dayu Kecamatan Nglegok Blitar. Jum’at (20/03/2021).

Bacaan Lainnya

Baca Lainnya :Peringati Hari Jadi Lampura ke 57, Harapan Bupati Lampura Terus Berkembang dan Membangun

“Terima kasih BP2MI telah bersedia menyelenggarakan kegiatan seperti ini di Kabupaten Blitar, sehingga bisa mengetahui kondisi sebenarnya bagaimana Kabupaten Blitar sebagai salah satu Kantong PMI di Indonesia,  bagaimana ­kendalanya yang harus dihadapi, penyamaan persepsi tentang pemberlakuan undang-­undang  nomor 18 Tahun 2017 seperti yang dilakukan pada kegiatan ini sangat penting, walaupun kendala besar masih perlu dipecahkan oleh pemerintah daerah tekait penerapan Undang­ – Undang tersebut,” Ungkapnya.

“Implementasi Undang – ­Undang 18, terkait prosedur dan mekanisminya, istilahnya terhadap pelayanan kepada calon pekerja migran, tidak ada masalah. Kendala kami terkait di pembebanan anggaran, karena ada kewajiban pemerintah kabupaten / kota Sertifikasi Pelatihan bagi calon tenaga migran,” Imbuh Kepal Disnaker Kab. Blitar.

Baca Lainnya : Petani dan Tengkulak di Cianjur Tolak Import Beras

Semenatara menanggapi hal itu Kepala Badan BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) Benny Rhamdani mengatakan pembebanan itu sebenarnya sudah dipikirkan dengan apa yang di tanggung pemerintah pusat.

“Selama ini kalau ada masalah hukum dan lain lain sudah dari anggaran pusat lho yang membiayai, lalu tanggung jawab daerah dimana, saya sering sampaikan di depan kepala daerah, enggak adil donk, kalian mengkapitalisasi suara untuk politik elektoral dari keluarga PMI yang besar, sedangkan politik anggaran tidak diwujudkan untuk mereka,” Tegasnya.

Lebih lanjut Benny menjelaskan besarnya biaya pelatihan dan sertifikasi adalah Rp.6.500.000,­. Hal itulah beban berat yang dihadapi pemerintah daerah. Kabupaten Blitar yang bisa mengirim 4.000 PMI ke segala negara tujuan di setiap tahunnya, berarti harus menyediakan anggaran sedikitanya Rp. 26 M per tahun untuk biaya sertifikasi pelatihan PMI saja.

Baca Lainnya :Bangkitkan Sektor Pariwisata Bali, Kapolri Instruksikan Vaksinasi Dikeroyok

Sedangkan tanggapan berbeda disampaikan Anggota Komisi XI Fraksi Golkar DPRRI Sarmuji, menurutnya sudah sepatutnya pemerintah daerah membiayai kepentiangan para PMI tersebut, bukan tanpa pertimbangan pemerintah membuat Undang-­Undang No 18 Tahun 2017 tersebut, untuk memberikan perlindungangan PMI dari Ujung rambut sampai ujung kaki.

“Dalam hal ini pertama yang harus dilakukan dinas terkait adalah memberikan informasi yang benar kepada calon PMI, karena dengan informasi yang benar itu sudah sama dengan memberikan setengah perlindungan, kedua tidak boleh daerah mengeluh terkait anggaran, kalau mau jujur PMI ini kerja keluar negeri karena daerah tidak mampu menyediakan lapangan tenaga kerja, mereka kerja uangnya juga di transfer kedaerah asal, bukan kedaerah lain. Sebenarnya daerah itu berhutang budi banyak terhadap PMI dalam upaya pemajuam pembangunan daerah, tolong kepekaan ini dibangun, adillah sedikit bagi PMI” Pungkas politikus senior golkar. (Sams)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *