Filesatu.co.id, Denpasar – Bali | Saat ini akan kasus paman yang melakukan pemerkosaan terhadap keponakannya sendiri memasuki babak baru.
Setelah diperiksa sejumlah saksi, proses perkara kasus pemerkosaan yang dilaporkan ke polisi, pada 30 Juli 2023 akhirnya diproses hukum.
Setelah dilakukan Penyelidikan dan Gelar Perkara pada 19 Agustus 2023 ditemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana.
Selanjutnya, proses Lidik atau Penyelidikan dinaikkan ke tingkat Sidik atau Penyidikan.
Kemudian, Orangtua Korban berinisial CA, perempuan, 52 tahun bersama anak korban berinisial Bunga, perempuan, 16 tahun kembali dipanggil polisi.
Demikian pula, paman korban sendiri, I Wayan Darmayasa alias Unyil, 43 tahun yang diduga melakukan pemerkosaan anak dibawah umur di daerah Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung akhirnya diproses hukum.
Dihadapan Penyidik, orangtua korban berinisial CA dicecar dengan 17 pertanyaan. Sementara, korban diajukan 27 pertanyaan untuk BAP tambahan.
Atas jumlah pertanyaan tersebut, Kuasa Hukum Korban, yang juga Aktivis Anak dan Perempuan, Siti Sapurah, S.H., merasa keberatan atas banyaknya pertanyaan. Terlebih lagi adanya pemeriksaan ulang, yang dianggapnya telah terjadi kesalahan prosedural. Untuk itu, kedepannya kinerja polisi harus diperbaiki agar kejadian serupa tidak terjadi lagi.
“Apakah berkas pertama sudah hilang. Penyidik katanya tidak hilang, baru diprint. Kalau begitu, berkas yang dulu ditandatangani mana. Itu jadi pertanyaan besar saya. Kalau diprint ulang berarti itu yang dulu ditandatangan klien saya kemana. Apakah hilang atau sengaja dihilangkan. Tolong hal ini ditindaklanjuti,” kata Siti Sapurah yang akrab disapa Ipung.
Tak hanya Bunga yang menjadi korban kasus pemerkosaan, namun ada 3 orang lagi menjadi Korban Pemerkosaan, termasuk Kakak Korban yang awalnya diketahui Orangtua Korban Bunga.
Belakangan, baru diketahui Orangtua Korban, ternyata ada dua orang korban lain diluar dari keluarga korban, yakni orang lain yang sudah hamil 4 bulan dan satu orang lagi belum hamil.
“Ibu korban pertama kali melaporkan anaknya, yang jadi korban saat ini sebagai puncak dari perlakuan yang selama ini sudah dilakukan pelaku. Itu jauh dari saat ini, masih duduk di Kelas II SD dana kakak korban kelas IV SD. Itu pernah dilecehkan dengan diajak dulu, diremas-remas dan pelecehan itu banyak kali,” terangnya.
Bahkan, Ipung berharap, agar polisi tidak berhenti pada dua orang korban ini saja, tapi pihaknya berinisiatif membawa 2 orang korban lagi yang harus di-BAP. “Itu baru ada 4 orang korban, saya tidak tahu lagi, jangan-jangan ada lagi korban-korban yang lainnya,” paparnya.
Lebih jauh, Pemerhati Anak dan Perempuan sekaligus Kuasa Hukum Korban, Siti Sapurah, S.H., juga mengungkapkan kekecewaan, dikarenakan kasus pemerkosaan anak dibawah umur ini membutuhkan waktu yang cukup panjang melalui tahapan Lidik atau Penyelidikan harus hati-hati, menunggu Gelar Perkara hingga menunggu Hasil Visum keluar yang dianggapnya hal ini ada kesalahan prosedural.
“Saya tidak bermaksud mengajari dan menggurui. Saya juga tidak bermaksud lebih mengerti apapun itu, tidak. Seharusnya ini ada kesalahan dari awal, saat orangtua korban melapor, sempat ditolak di Polresta Denpasar hanya karena tidak bawa KK. Itu kesalahan pertama,” jelasnya.
Untuk kesalahan kedua, lanjutnya orangtua korban disuruh berangkat ke Rumah Sakit Trijata dan tidak diantar serta tidak membawa pengantar dari polisi.
Sementara, kesalahan ketiga, saat pasca orangtua korban setelah melakukan visum yang dikatakan berobat, besoknya datang lagi ke Polresta Denpasar ditolak lagi, dengan alasan wilayah hukumnya milik Polsek Kuta Utara.
“Saya rasa polisi dari Polresta Denpasar tidak sebodoh itu dan pasti memahami, karena saat awal tidak mengarahkan Orangtua Korban ke Polsek Kuta Utara, yang juga ditolak baru berangkat ke Polres Badung,” tambahnya.
Hal tersebut juga membuat Ipung sangat kecewa, yang berarti adanya kecenderungan pihak aparat yang membuat masyarakat malas dan capek sehingga tidak jadi melaporkan kasusnya.
“Begitu ibu ini selesai melakukan LP dan berangkat ke Rumah Sakit Trijata yang melakukan Visum terhadap korban malah LP ditahan. Bahkan, ibu sekarang tidak memegang LP dan bicara dengan pihak RS untuk mengembalikan LP itu,” imbuhnya.
Akibatnya, laporan kasus pemerkosaan anak dibawah umur, sejak 30 Juli 2023 sampai 17 Agustus 2023 tidak ada tindakan hukum apapun.
Bahkan, Orangtua Korban tidak mengetahui perkembangan kasus selanjutnya.
Hingga akhirnya Ipung berbicara lewat media barulah adanya pemberitahuan ke pihak keluarga korban untuk diadakan Gelar Perkara, Sabtu, 19 Agustus 2023.
“Baru ada SP2P dari Lidik menjadi Sidik, yang artinya LP bukan Dumas, karena pada saat LP itu ada ditemukan 2 alat bukti permulaan yang baru untuk menjadi LP. Itu sudah Sidik bukan lagi Lidik. Seharusnya sudah juga diketahui, apa hasil visumnya, bukan hasil visum keluar secara tertulis baru dilakukan Penyidikan, itu sudah salah,” tegasnya.
Jika dari awal Korban diantar ke Rumah Sakit untuk melakukan Visum et Repertum, maka pada saat itu Dokter mengatakan ada robekan pada arah jarum jam 3 yang berarti ada unsur pemerkosaan.
“Kami edukasi kepada masyarakat. Jika ada robekan pada arah jam 3, 6, 9 dan 12 itu artinya ada unsur paksaan atau pemerkosaan. Nah, ini masyarakat belum paham, jika saat itu seperti itu prosesnya artinya pelaku sudah diamankan pada saat itu,” terangnya.
Bahkan, Ipung menyebut ada kesalahan prosedural, yang dimulai dari Orangtua Korban melapor kasusnya ke Ipung dulu. Setelah menjadi Kuasa Hukum Korban, barulah ada bahasa SP2P keluar, yang dilanjutkan Gelar Perkara, baru dari Lidik ke Sidik.
“Mohon maaf saja, saya tidak bermaksud menghakimi, hal inilah yang harus diperbaiki. Ada kinerja yang salah prosedural dari awal,” tandasnya.
Saat dipanggil Penyidik, Orangtua Korban berinisial CA, perempuan, 52 tahun mengatakan, bahwa kasus anak korban yang memasuki proses Penyelidikan dinaikkan statusnya menjadi Penyidikan dengan tahapan pemeriksaan memerlukan waktu yang sangat panjang.
Disebutkan, BAP lama tetap dilanjutkan dengan dilengkapi BAP tambahan berupa hasil dari Visum et Repertum.
“Pertanyaan Penyidik tentang kronologi kejadian diulang, yang tidak berkenan diubah, terutama dalam tata bahasa seperti memaksa, seperti begitu. Ada pembenahan disana,” terangnya.
Pembenahan dalam tata bahasa dimaksudkan saat korban bukan dipaksa, namun dibuat tidak sadar.
“Jawaban dari saya hanya melengkapi itu saja, juga tentang istilah Genderuwo juga saya tambahin, karena anak saya memang benar-benar melihat dia,” ungkapnya.
Dijelaskan pula, hasil Visum dari dokter, bahwa pada saat itu, dikatakan ada luka pada arah jarum jam 3.
Menariknya, besoknya, Orangtua Korban sempat menghubungi pelaku, tapi pelaku tidak mengakui perbuatannya
“Sebelum kita melapor, saya mau ajak pelaku ngomong baik-baik, tapi pelaku tetap menyangkal, dengan alibi ada Genderuwo menyerupai dia,” lanjutnya.
Bahkan, ada penjelasan dari Penyidik bahwasanya hari ini pelaku dipanggil dan juga diperiksa serta diamankan.
“Pelaku juga dipanggil hari ini, takut jadwalnya bentrok dengan pihak korban. Jadi, pelaku hari ini dipanggil dan diamankan,” pungkasnya.
Laporan Benthar