Filesatu.co.id, KARAWANG | POLEMIK rekrutmen tenaga kerja, realisasi CSR, hingga pengelolaan limbah ekonomis di PT. Multi Indo Mandiri (MIM), Desa Sumurkondang, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, terus menuai sorotan tajam dari publik dan praktisi hukum.
Kali ini, kritik keras datang dari Ketua DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Karawang, Asep Agustian, S.H., M.H.
Askun (sapaan akrabnya) secara khusus menyoroti surat Kepala Desa Sumurkondang, Saepul Azis, yang ditujukan kepada Polres Karawang. Surat tersebut berisi ‘Penolakan’ terhadap aksi unjuk rasa yang direncanakan oleh warganya sendiri di area PT. MIM.
Surat tertanggal 17 Oktober 2025 itu disinyalir Askun sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang jabatan oleh sang kades. Tindakan ini berpotensi melanggar UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Kades Sumurkondang mengirim surat ke Kapolres, tolak demo warga, apa maksudnya? Songong itu namanya nyuruh-nyuruh polisi,” tutur Askun, Selasa (21/10/2025).
Askun menegaskan, urusan kondusif atau tidak kondusifnya sebuah aksi demonstrasi sudah menjadi tugas dan kewenangan Kepolisian.
“Ini kepala desa ‘ngacapruk’ (bertindak sembrono) namanya. Hemat saya, laporkan saja itu kadesnya. Karena tindakan Kades Sumurkondang bisa dipidana,” tegas Ketua PERADI Karawang ini.
Atas tindakan pelarangan demo tersebut, Askun menduga Kades Sumurkondang telah menerima keuntungan dari perusahaan (PT. MIM) maupun pihak vendor yang mengelola limbah.
Padahal, aksi demonstrasi adalah bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang dijamin oleh Undang-undang.
“Kalau nanti kades terbukti menerima keuntungan dari perusahaan atau vendor, maka bisa masuk Undang-undang Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) juga,” tutupnya.
Di sisi lain, Askun mengapresiasi sikap kritis dan melek hukum warga Sumurkondang yang berani memperjuangkan aspirasinya di PT. MIM, khususnya terkait isu tenaga kerja dan limbah ekonomis.
Ia juga menilai adanya keterlibatan LSM, seperti Forum Masyarakat Sumurkondang Bersatu (FMSB), dalam mengawal aksi demonstrasi adalah hal yang wajar.
“Persoalan yang saya sorot bukan siapa atau lembaga apa yang mengawal tuntutan warga, tetapi bagaimana tuntutan warga di PT. MIM bisa direalisasikan,” ujar Askun.
Ia menambahkan, pengusaha lokal juga harus diberi kesempatan untuk menikmati peluang bisnis yang ada. “Ya boleh-lah usaha, tapi jangan monopoli terus-terusan juga. Kasih kesempatan pengusaha lokal untuk bisa menikmati juga, biar keberadaan PT. MIM juga bermanfaat bagi warga sekitar,” tutupnya.***



