KONFLIK LAHAN! Kuasa Hukum Ahli Waris Tuding Proyek Normalisasi Mandat KDM di Karawang Ilegal dan Titipan Investor

Kuasa hukum ahli waris Data bin Adon, H. Elyasa Budianto, SH.MH
Kuasa hukum ahli waris Data bin Adon, H. Elyasa Budianto, SH.MH

Filesatu.co.id, KARAWANG | POLEMIK  penguasaan dan pengrusakan tanah milik ahli waris Data bin Adon yang berlokasi di Dusun Pasirpanggang, Desa Sukamakmur, Telukjambe Timur, Karawang, semakin memanas dan menjadi sorotan tajam publik. Lahan sengketa ini dijadikan proyek normalisasi aliran sungai yang diduga kuat menabrak aturan tata ruang dan hak kepemilikan.

Situasi semakin kompleks karena proyek ini mendapat atensi khusus dari Gubernur Jawa Barat periode sebelumnya, Kang Dedi Mulyadi (KDM). KDM bahkan dilaporkan telah meninjau lokasi normalisasi tersebut untuk kedua kalinya guna memastikan program berjalan lancar, sebuah aksi yang lantas menjadi viral di berbagai platform media sosial pada Kamis (4/11/2025). Viralnya aksi KDM ini menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa proyek tersebut memiliki dukungan kuat dari tokoh publik, bahkan “MANDAT KDM” seperti yang disebutkan oleh pihak kuasa hukum.

Bacaan Lainnya

Namun, kuasa hukum ahli waris Data bin Adon, H. Elyasa Budianto, SH.MH, tidak gentar menghadapi pengaruh tersebut. Elyasa menyampaikan tudingan keras bahwa proyek normalisasi yang dilaksanakan oleh Kepala Desa Wadas, H. Junaedi, tersebut terindikasi kuat merupakan kegiatan yang ilegal dan manipulasi fungsi saluran air demi kepentingan tertentu.

Menurut Elyasa Budianto, kegiatan yang diklaim sebagai normalisasi aliran sungai ini memiliki indikasi kuat merubah fungsi saluran yang seharusnya. Saluran yang berada di lokasi tersebut, yang seharusnya merupakan saluran sekunder dan tersier (saluran irigasi), tengah diubah menjadi anak sungai/kali atau saluran pembuang.

Elyasa menegaskan bahwa perubahan fungsi saluran irigasi menjadi saluran pembuang merupakan penyimpangan wewenang yang serius dan dapat dikategorikan sebagai kegiatan ilegal.

“Kami menilai kegiatan normalisasi tersebut adalah kegiatan ilegal, yang di mana mencoba merubah saluran sekunder dan tersier menjadi anak sungai (kali) yang merupakan saluran pembuang. Dengan melihat indikasi dan tujuannya, kami menduga proyek normalisasi tersebut adalah proyek titipan investor,” tegas Elyasa, Rabu (5/11/2025).

Ia menjelaskan, perbedaan fungsi ini krusial karena menyangkut kewenangan lembaga negara.

  • Aliran Sungai, Anak Sungai/Kali, dan Saluran Pembuang merupakan kewenangan dan tanggung jawab Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).
  • Saluran Sekunder dan Saluran Tersier yang berfungsi sebagai saluran irigasi pertanian berada di bawah kewenangan Perusahaan Jasa Tirta (PJT).

“Hal ini harus dipahami bersama, agar jangan salah kaprah dalam mengambil keputusan. Pihak yang menjalankan proyek harus membedakan secara tegas kewenangan BBWS dan PJT,” ucapnya, menekankan perlunya kejelasan regulasi dalam pengelolaan sumber daya air di Karawang.

Tudingan adanya “proyek titipan investor” oleh pihak ahli waris diperkuat dengan penjelasan Elyasa mengenai status Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karawang di lokasi sengketa.

Elyasa menjelaskan bahwa area lokasi yang membentang mulai dari Dusun Tegalluhur (KPP & PLN GI) hingga area belakang Hotel Resinda, secara legal berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) RTRW Kabupaten Karawang No. 2 Tahun 2013, peruntukannya adalah untuk Pembangunan Perumahan/Pemukiman atau Zona Kuning.

“Lokasi tersebut BUKAN peruntukan pertanian/zona hijau. Tidak ada zona untuk pertanian di areal tersebut,” ungkap Elyasa.

Ia menilai, jika kawasan tersebut telah ditetapkan sebagai Zona Kuning (pemukiman), maka klaim bahwa normalisasi dilakukan untuk keperluan irigasi pertanian menjadi tidak masuk akal dan tidak relevan. Kondisi ini secara implisit semakin memperkuat dugaan bahwa proyek tersebut diselenggarakan untuk membuka akses dan memfasilitasi kepentingan pengembangan properti di kawasan pemukiman tersebut, yang disinyalir didukung oleh investor.

Kuasa hukum ahli waris ini mendesak agar seluruh pihak yang terlibat, termasuk mereka yang memberikan mandat, menghentikan kegiatan yang dianggap ilegal dan merugikan hak perdata kliennya. Elyasa menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam.

“Kami menyayangkan jika sebuah proyek yang seharusnya untuk kepentingan umum justru menabrak hak-hak perdata masyarakat dan mengabaikan aturan tata ruang. Kami siap membawa masalah perusakan lahan dan dugaan penyalahgunaan wewenang ini ke ranah hukum yang lebih tinggi,” tutupnya, mendesak transparansi dan akuntabilitas dari para pemangku kepentingan di Kabupaten Karawang.***

 

Tinggalkan Balasan