Filesatu.co.id, Denpasar – Bali | Kasus pemerkosaan yang dilakukan paman korban sendiri, I Wayan Darmayasa alias Unyil, 43 tahun hingga saat ini belum diproses hukum. Padahal, orangtua korban berinisial CA, perempuan, 52 tahun sudah melaporkan ke polisi, pada 30 Juli 2023 lalu.
Pihak polisi beralasan, bahwa kasus tersebut sementara diduga pencabulan dan masih dalam penyelidikan.
“Kasus dalam terlapor Unyil itu masih dalam tahapan penyelidikan dan kasus itu diduga pencabulan, itu untuk sementara,” kata Kasi Humas Polres Badung Ketut Sudana, saat dikonfirmasi awak media, Sabtu, 19 Agustus 2023.
Menyikapi hal tersebut, Aktivis Anak dan Perempuan, yang juga Kuasa Hukum Korban, Siti Sapurah, S.H., mempertanyakan proses lidik itu begitu panjang dan lama. Bahkan, dikatakan, kalau lidik maka laporan berbentuk Dumas yang belum ditemukan unsur pidana. Namun, jika LP atau Laporan Polisi yang berarti pada saat ibu korban datang memberikan laporan berarti adanya unsur pidana, karena
sudah ditemukan bukti, minimal 2 alat bukti, yakni Keterangan Saksi Korban yang disebut Korban itu sendiri dan Hasil Visum Psikiatri atau Visum et Repertum.
“Jika sudah laporan orangtua korban, bentuk laporannya adalah LP. Ngk bole polisi balik lagi bilang lidik. Kalau lidik, itu jika laporan berbentuk Dumas, karena belum ditemukan unsur pidana. Nah, sekarang masak saya harus kembalikan bahasa polisi, kembali dari saya ke polisi.
Kalau itu lidik berarti belum tentu ada unsur pidana, lho ini ada Visum, ini ada korban, ini ada saksi,” kata Siti Sapurah yang akrab disapa Ipung.
Menurutnya, dalam kasus Kejahatan Seksual terhadap anak
hanya dibutuhkan dua alat bukti, yakni keterangan Saksi Korban, yang merupakan Korban itu sendiri dan alat bukti tambahan lainnya, yaitu Visum Psikiatri atau Visum et Repertum.
Bahkan, lanjutnya hasil Visum et Repertum sudah dinyatakan, bahwa ada robekan di angka arah jarum jam 3 yang seharusnya polisi sudah mengetahui hal tersebut dan hari itu pun, pelaku sudah diamankan.
Dipertegas lagi, jika robekan di angka arah jam 3 , 6, 9 dan angka 12 maka hal itu berarti ada tindakan Kekerasan Seksual dan paksaan atau kasarnya ada Pemerkosaan.
Berbeda halnya, jika robekan ditemukan pada angka arah jarum jam 1, 2, 7, 8, 10 dan 11 yang berarti tidak adanya tindakan Kekerasan Seksual.
“Kok masih Lidik. Kalaupun disebut ini minim saksi. Ehh, cuma orang gila yang mau memperkosa, jika ada orang yang melihat. Buka donk ini otak. Emang bisa, cuma orang gila yang memperkosa dan menyetubuhi orang, ada orang yang ngintip. Ini rumah khan tidak ada orang. Pake otak donk, jika bicara,” tegas Ipung dengan nada keras.
Seharusnya, kata Ipung, pihak kepolisian harus memahami Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 yang disebutkan Kasus Seksual menjadi kejahatan yang luar biasa setara dengan kasus Teroris dan Narkoba.
“Sekarang ada Undang-Undang TPKS Nomor 12 tahun 2022. Ayo baca donk pak,” tambahnya.
Jika hari ini hingga besok, polisi dimulai Kasat Reskrim, Kanit hingga Penyidik tidak menahan pelaku, maka Ipung membuat gerakan hingga minggu depan akan dilaporkan ke Mabes Polri.
Tak segan-segan, Ipung akan mem-Prapengadilan-kan pihak kepolisian, dimulai dari Penyidik, Kanit, Kasat Reskrim hingga Kapolres, jika pelaku tidak ditahan.
“Bukan cuma mem-Prapengadilan-kan
Penyidik dan Kanit saja. Bahkan, Kasat Reskrim sampai Kapolres saya Propamkan di Mabes Polri. Saya tidak perlu Kapolda Bali saja, tetapi Kadit Propam Polri biar sekalian dibongkar. Apakah diamnya Penyidik ada perintah dari Kanit, Kasat Reskrim atau mungkin dari Kapolresnya,” ungkapnya.
Terkadang, pelaku kasus Kejahatan Seksual terhadap anak sebagian besar berasal dari orang dekat korban, yang menjadi bagian dari keluarga, sehingga kasus pemerkosaan dimaafkan. Sementara, korban selalu menjadi stigma negatif dan kerap menanggung trauma yang mendalam.
“Karena ada omongan, ya sudahlah, maafkan aja. Itu khan bagian dari keluarga, masalah malu dan korban di-stigma negatif. Kamu kalau dilanjutkan, nanti nama baiknya rusak lho. Jadi, kita diem saja, saat anak Indonesia semua disetubuhi, diperkosa dan dicabuli. Apakah begini caranya kita melindungi anak-anak Indonesia,” jelasnya.
Oleh karena itu,
Negara hadir dengan cara luar biasa dengan dikeluarkan regulasi tentang Undang-Undang Perlindungan Anak hingga diatur hak-hak korban dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau UU TPKS yang membawa perspektif baru dalam penegakan hukum terhadap kasus Kekerasan Seksual.
“Anak-anak Indonesia adalah generasi penerus bangsa Indonesia dan pewaris negeri ini serta masa depan bangsa Indonesia. Kalau tidak memberi perlindungan terhadap anak-anak Indonesia, mau apalagi jadi negeri ini nantinya,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Ipung berharap pihak kepolisian yang selama ini menjadi penyidik perkara si korban mempunyai empati terhadap korban.
“Andaikata itu korban menjadi anak kalian, saudara kalian, keponakan dan cucu kalian. Anda bisa tidak bicara, ini masih Lidik. Saya berani katakan, pasti tangkap itu pelaku,” tegasnya.
Tak hanya korban, aksi pemerkosaan juga dilakukan terhadap kakak korban dan dua orang lainnya yang bukan keluarga. Jika korban lebih dari satu orang, maka pelaku mendapatkan ancaman hukuman pidana pemberatan lainnya dengan ditambah hukuman berupa Kebiri Kimia hingga dipasang chip ditubuhnya berupa hukuman mati atau seumur hidup.
“Meski itu diduga pencabulan, pelecehan, persetubuhan hingga pemerkosaan, itu ancaman hukuman tetap sama, minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun,” pungkasnya.
Sebelumnya, Orangtua Korban berinisial CA, perempuan, 52 tahun mengatakan, anaknya berumur 16 tahun diperkosa pamannya sendiri didalam kamar rumahnya di daerah Canggu, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Kamis, 27 Juli 2023 pukul 00.05 WITA.
Sehari setelah kejadian, pada 28 Juli 2023 lalu, Orangtua Korban, CA 52 tahun menemui pelaku bersama istrinya untuk mempertanyakan alasan pelaku, I Wayan Darmayasa alias Unyil, 43 tahun memperkosa anaknya.
Namun, Unyil menyangkal melakukan aksi pemerkosaan terhadap keponakannya sendiri. Bahkan, istri Unyil malah marah-marah terhadapnya.
Anehnya, alibi Unyil sangat konyol yang menyebutkan Genderuwo sebangsa jin yang menyerupai dirinya yang melakukan aksi perkosaan, karena rumah korban dianggap angker dan dikaitkan dengan hal-hal berbau mistis.
“Sempat dia, Unyil itu merayu saya. Mungkin kita harus melukat dan sebagainya. Tapi, saya menolak, karena saya sudah sakit hati sekali,” terangnya.
Dirasakan percuma memaksa pelaku untuk mengakui perbuatannya, karena Unyil bersikukuh tidak melakukan hal itu.
Meski posisinya mengalah dulu, namun, dia sempat dimarah istrinya, karena mempertanyakan hal itu kepada suaminya.
Tak disangka, kaki istrinya Unyil sempat dinaikkan ke kepala CA, tapi diakuinya kondisi bukan mengalah sebenarnya, lantaran memendam rasa sakit hati yang mendalam.
“Kenapa Yan marah-marah sama Mbok, berarti Mbok yang salah. Ya, kalau Mbok salah, Mbok minta maaf. Waktu itu bukan mengalah sebenarnya, tapi saking sakit hati waktu itu,” kata CA, sambil berurai air mata.
Laporan : Benthar