Implementasi Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023, Dirjen HAM: Wujud Tanggung Jawab Negara dan Amanat Konstitusi

Filesatu.co.id,  Denpasar – Bali | Dalam rangka penyelesaian non-yudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat, Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM menginisiasi Diskusi Publik Terkait Evaluasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat Di Indonesia. Salah satunya kegiatan tersebut dilaksanakan pula di Bali, bertempat di Aula Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar, pada Selasa (15/8/2023).

Pada kegiatan ini, Direktur Jenderal HAM, Dhahana Putra menyampaikan sebagai wujud tanggung jawab negara dan amanat Konstitusi, Pemerintah terus gencar mengupayakan penyelesaian peristiwa pelanggaran HAM yang berat. Sebelumnya, penyelesaian peristiwa pelanggaran HAM yang berat terbatas pada dua mekanisme sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Bacaan Lainnya

Adapun 2 mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat tersebut yaitu Penyelesaian melalui proses yudisial (Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM) serta Penyelesaiannya melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Namun, seiring berjalanya waktu kedua penyelesaian tersebut menghadapi berbagai kendala dalam pelaksanaannya.

Untuk mengatasi permasalah yang terjadi, Pemerintah telah mengambil terobosan melalui Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM berat. Berbeda dengan mekanisme yudisial yang berorientasi pada pelaku, penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM yang berat berorientasi pada korban. Penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM yang berat menekankan pada langkah-langkah untuk memulihkan hak korban dan mencegah agar pelanggaran HAM yang berat tidak akan terjadi lagi, tanpa menegasikan proses yudisial.

Untuk itu, Presiden telah mengeluarkan beberapa langkah konkret dalam rangka penyelesaian non yudisial pelanggaran HAM yang berat, yakni:

1. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat (PPHAM) 2. Pidato Presiden di Istana Merdeka pada 11 Januari 2023.    3. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat, dan         4. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat.

“Direktorat Jenderal HAM terus membangun komunikasi dan dialog Bersama dengan para pemangku kepentingan terkait, dikarenakan pentingnya keterlibatan seluruh pemangku kepentingan di daerah. Dengan diselenggarakannya kegiatan ini diharapkan menjadi wadah bagi praktisi, akademisi, dan pemerintah daerah untuk memberikan masukkan dan mengevaluasi pelaksanaan Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat di Indonesia.” ucap Dhahana.

Diskusi ini menghadirkan 2 (dua) orang narasumber, yaitu Guru Besar Universitas Udayana, Prof. Dr. Ibrahim R., S.H., M.H. yang menjelaskan tentang Pandangan dan tantangan akademis terhadap penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat oleh pemerintah Indonesia, dan Kepala Bagian Bantuan Hukum dan HAM Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Ngurah Satria Wardana yang menyampaikan tentang Peranan pemerintah daerah dalam mendukung pelaksanaan penanganan non-yudisial pelanggaran HAM berat. Adapun diskusi ini dimoderatori oleh Zuliansyah, S.H., M.Si. Selaku Analis Hukum Madya Koordinator Yankomas Wilayah IV Ditjen HAM Kemenkumham.

Pada diskusi ini dihadiri pula oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Bali, Alexander Palti, Kepala Divisi Keimigrasian Bali, Barron Ichsan, Pejabat-pejabat dari Biro Hukum, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Bali, Tim dari Ditjen HAM, serta jajaran dari Kantor Wilayah Kemenkumham Bali dan Kantor Imigrasi Denpasar.

 

Laporan  : Benthar

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *