Kades Sempat Setop Penanaman
FILESATU.CO.ID, MANGGAR | Di Pulau Buku Limau, Kecamatan Manggar, Belitung Timur terlihat puluhan sampai ratusan kayu pancang di tepian laut. Kayu itu membantu kotak satu meter persegi, di dalamnya ada mangrove dalam kondisi mati. Sejauh mata memandang tidak ada yang hidup, kecuali yang sudah ditanam bertahun-tahun lalu.
Sangkarut dugaan penyelewangan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Rehabilitasi Mangrove terjadi di Pulau Buku Limau. Dari data yang didapat Filesatu, ada tiga kelompok tani hutan (KTH) yang bertanggung jawab dalam pelaksanannya, yakni Buku Limau Hijau seluas 40 hektare, Buku Limau Tangguh 35 hektare, dan seluas 20 hektare oleh KTH Bakau Tangguh.
Dengan total luasan tanam 95 hektare, setidaknya tiga kelompok ini mengelola dana sebesar Rp 1,89 miliar karena setiap hektare dianggarkan dalam rancangan teknis senilai Rp 19.885.000. Filesatu berkesempatan menemui Kepala Desa Buku Limau Muhlisin di kediamannya, Sabtu (19/2) demi menjelaskan persoalan yang terjadi. Dia menyebut meneken surat keputusan (SK) pembentukan kelompok-kelompok tersebut, namun saat itu hanya ada dua.
“Awal 2021, mereka datang meminta dibuatkan SK. Desa hanya mengeluarkan SK, itu pun hanya dua kelompok yang saya tanda tangani. Setelah itu berbulan-bulan mereka menghilang, tau-tau sudah menanam sekitar akhir tahun kemarin,” kata Muhlisin ditemani istrinya.
Muhlisin bilang dia sempat menghentikan penanaman karena curiga terkait dengan sumber dana dan siapa penanggung jawab lapangannya. Kecurigaan itu dikuatkan tidak adanya pengurus kelompok yang datang menemuinya, namun kemudian terpaksa mempersilakan kegiatan tersebut berlanjut karena yang menanam adalah warganya sendiri.
Muhlisin mengaku sempat menemui seorang ketua kelompok sesuai SK yang diteken. Saat ditanya tentang program ini, yang bersangkutan menyebut tak tahu banyak karena seluruh teknis dan pengaturannya dipegang oleh orang Tanjungpandan, Belitung.
Dalam masa terserbut, Muhlisin dapat telepon dari seorang warganya yang mengaku menggantikan salah satu ketua KTH yaitu Bakau Tangguh. Penelepon itu berkata penggantian itu langsung ditentukan oleh pusat.
“Saya bilang, jago bener kamu bisa kenal orang pusat. Di sana saya sempat debat terkait pertanggung jawaban pelaksanaan penanaman ini,” katanya.
Dari pengamatannya, luasan penanaman mangrove di desanya tidak sampai 20 hektare bahkan jauh lebih kecil. Pulau Bakau Limau saja luasan totalnya sekitar empat hektare sehingga dia menyangsikan luasan penanaman yang mencapai 95 hektare.
Muhlisin menambahkan, sebenarnya bukan dari penanam yang salah, namun ada dugaan permainan di dalamnya. Penanam yang bukan anggota bahkan anggota kelompok sekalipun menjadi korban. Oleh karena itu, persoalan ini harus diselesaikan supaya kerugian yang dialami warganya tidak terjadi lagi bahkan dengan warga Belitung Timur lainnya.
“Semoga masalah ini bisa cepat selesai dan tau siapa yang bikin masalah ini. Masyarakat di bawah hanya jadi korban. Seharusnya program PEN bisa jadi solusi masalah ekonomi selama pandemi, tapi jika begini jadinya malah sebaliknya,” ujar Muhlisin.
Filesatu berusaha menemui ketua-ketua kelompok yang SK-nya ditandatangani Muhlisin, namun mereka mengaku tidak ada dipalau tersebut. Seorang penanam bernama Arafik yang ditemui di lokasi mengaku bukanlah anggota KTH, namun hanya diajak bekerja.
Arafik bilang, dia bersama 10 orang temannya menanam seluas dua hektare di Pulau Bakau Limau dan 1,5 hektare di Pulau Siadong, termasuk gugusan 17 pulau di Kepulauan Buku Limau.
Per hektare dibayar Rp 3 juta dan dibagi rata sesuai jumlah penanam. Jika 3,5 hektare dikali tiga juta maka hasilnya Rp 10,5 juta dan setiap orang berarti mendapat Rp 10,5 Juta.
“Iya,” Arafik mengiyakan soal bayaran yang diterima. Dari cerita Arafik juga ditemukan fakta bahwa dia baru menanam pada medio awal hingga akhir Januari 2022. Padahal program tersebut adalah tahun anggaran 2021 yang semestinya sudah selesai pada Desember 2021 untuk segala urusan administrasi dan di lapangan.
Di lokasi yang sama, Ahmad dan Abdullah bercerita bahwa mereka juga melakukan penanaman mangrove. Abdullah bahkan merupakan anggota kelompok KTH Buku Limau Tangguh.
Dia mengatakan sempat dimintai fotokopi KTP untuk pembuatan nomor rekening. Buku rekening dan ATM yang seharusnya dipegang masing-masing anggota malah dipegang oleh ketuaan kelompok.
“Saat keluar bank, kartu dan buku bank diambil. Kami tidak tahu berapa yang masuk ke rekening itu. Tapi yang pasti saya hanya menerima Rp 250ribu saja. Itu karena saya tidak bekerja. Tapi Ahmad yang bekerja juga hanya dibayar Rp 500ribu,” kata Abdullah diangguki Ahmad.
Abdullah ingin masalah ini cepat selesai bahkan dia mengatakan bersedia jika dipanggil polisi untuk dimintai keterangan karena dirinya yang merasa dirugikan.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Belitung Timur AKP Rais Muin mengatakan, sampai sekarang sudah ada beberapa ketua dan anggota kelompok hingga penanam yang dimintai keterangan.
“Kami masih terus lakukan pengumpulan informasi sebanyak-banyaknya di tahap penyelidikan ini sebelum ketahap selanjutnya. Mohon kepada semua pihak agar kooperatif,” katanya. Rita.**