Filesatu.co.id, Blitar | Menurut Peraturan Mendikbud No. 44 tahun 2012 biaya buku dan LKS. Renovasi gedung sekolah dan pembangunan fasilitas sekolah seharusnya tidak dibebankan ke orang tua murid. Karenanya semua termasuk ke dalam pungutan liar (Pungli). Selama ini banyak sekali aduan terkait modus yang dilakukan sekolah mulai dari dalih untuk mengganti seragam, membayar uang gedung, buku hingga pelampiran surat kesediaan orang tua.
Berdasarkan kesepakatan komite sekolah yang ada di SMKN maupun SMAN yang ada di Kabupaten maupun Kota Blitar, hal semacam itu dianggap kepala sekolah sebagai surat sakti untuk melegalkan praktik pungutan kepada wali murid.
Padahal dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 Pasal 12 huruf (a) menyebut, Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam atau bahan pakaian seragam di sekolah.
Salah satu Praktisi Pendidikan sekaligus Sekretaris Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Blitar Mariono Setyo Budi SE menyampaikan bahwa, “Seharusnya pihak sekolah mencari sumbangan di perusahaan perusahaan diwilayahnya, akan tetapi tidak boleh dari perusahaan miras dan rokok.
“Mengacu pada perundangan yang berlaku, setiap sekolah dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun, apalagi kalau sifatnya wajib dan ada jangka waktunya itu konteksnya sudah jelas pungutan, bahkan dengan acaman tidak diberi kartu peserta mengikuti ujian, dikhawatirkan budaya pungutan ini akan terus terjadi jika wali murid hanya diam saja,” ungkapnya.
Setya Budi melanjutkan bahwa, “Apabila ada yang pihak sekolah yang melakukan pungutan maka ini jelas pidana, karena yang boleh dilakukan pungutan hanya retribusi dan pajak. Saat ini sekolah sudah menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) baik yang bersumber dari APBN dan APBD provinsi bagi SMA, SMK dan Sekolah Khusus Negeri dan Swasta.” Lanjutnya.
Budi menyatakan, “Ada temuan dan laporan, beberapa wali murid di salah satu SMKN di Kota Blitar yang tidak mau disebutkan namanya, menyampaikan harus membayar uang gedung sebesar 2 juta, namun hingga saat ini masih bisa mengangsur sebesar satu juta rupiah. Sedangkan disalah satu SMK di wilayah selatan kabupaten Blitar wali murid harus membayar uang pembangunan aula sebesar 1,75 juta.”
“Sementara itu ada wali murid dari SMAN Kabupaten Blitar juga menyampaikan, harus membayar uang insedentil untuk siswa semua tingkat kelas, sebesar 975 ribu. Ada juga pembayaran uang seragam dan uang gedung 1 juta lebih di beberapa sekolah.” Tegasnya
Saat ditemui awak media dikantornya Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten dan Kota Blitar Ramli, tidak ada ditempat karena ada kegiatan di Surabaya,” informasi dari pihak keamanan kantor.( Pram/Filesatu)