Apresiasi Kepolisian Atas Kesepakatan Perdamaian Kasus Kekerasan Verbal Wartawan di Kota Batu

J. Sitorus Kasatreskrim Polres Batu saat meladeni wawancara awak media

FILESATU.CO.ID, KOTA BATU | Kabar bahagia untuk pertumbuhan dan kedewasaan dunia pers di Malang Raya. Kedewasaan ini bisa dilihat dari kasus kekerasan verbal yang menimpa tiga wartawan di Kota Batu yaitu ES, ERK dan DH. Seperti yang diketahui bersama kasus ancaman pembunuhan kepada ketiga jurnalis ini bermula dari dibubarkannya salah satu acara resepsi pernikahan oleh aparat keamanan di Desa Tlekung, Junrejo kota Batu, saat penerapan PPKM darurat.

Kasus kekerasan pada wartawan ini muncul ketika pihak penyelenggara resepsi menuduh warga Desa Tlekung yang kebetulan berprofesi sebagai wartawan. Seperti yang diberitakan banyak media, penyelenggara resepsi mendatangi ketiga jurnalis ini dan memberi ancaman pembunuhan serta kata-kata intimidasi pada malam hari hingga pukul 03.00 WIB.

Bacaan Lainnya

Karena seriusnya permasalahan ini, akhirnya organisasi pers MOI (Media Online Indonesia) mendampingi ketiga jurnalis ini untuk melayangkan laporan kepada pihak kepolisian Polres Batu.

Melalui proses hukum dan mediasi beberapa pihak, akhirnya kasus ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan damai. Restorative Justice ini pun terjadi di Balai Mayangsari, Jalan Suropati No. 123, Pesanggrahan, Kecamatan Batu, pada hari Senin (26/7/2021) kemarin.

“Selanjutnya kami akan berkoordinasi dengan pihak penyidik. Karena perkara ini sudah masuk Polres Kota Batu, maka kami akan mengupayakan pencabutan laporan agar perkara ini selesai,” ujar Andi Rachmanto SH, selaku kuasa hukum korban, setelah menyaksikan dan mediasi perdamaian kedua belah pihak.

Tidak berlangsung lama, terhitung dari tanggal 21 juli 2021 saat berkas pengaduan ketiga jurnalis ini masuk ke meja kepolisian, hari ini 30 juli 2021 berkas pelaporan kekerasan wartawan ini dicabut. Langkah perdamaian ini bisa menjadi pembelajaran untuk masyarakat juga insan pers pada umumnya. Bahwa setiap permasalahan bisa diselesaikan secara baik. Dan bila mengenai pemberitaan masyarakat bisa menggunakan Hak Jawab kepada media yang dirasa keliru dalam pemberitaan.
Langkah yang dilakukan kedua pihak dengan mengutamakan restorative justice ini menjadi suatu kemajuan dalam perkembangan pers. Karena kasus-kasus kekerasan yang menimpa profesi wartawan di Indonesia banyak yang tidak terselesaikan, atau bahkan terkatung-katung selama bertahun-tahun.

Ambil satu contoh saja, kasus kekerasan wartawan Media Bernas yang terjadi tahun 1996, kasusnya hingga kini belum tuntas. Fuad Muhammad Syafruddin meninggal dunia setelah mengalami penganiayaan orang tidak dikenal yang mengharuskan Udin dirawat beberapa hari di Rumah Sakit Umum Jebugan dan Rumah sakit Bethesda Yogyakarta, dan selang tiga hari nyawanya tidak tertolong akibat pendarahan di kepala.

Berkaca dari kasus kekerasan yang menimpa wartawan Udin Bernas, tindakan damai yang ditempuh dalam kasus ancaman verbal yang menimpa tiga jurnalis online di Kota Batu, bisa dibilang adalah satu tangga kemajuan dalam sisi hukum dalam penyelesaian kasus kekerasan terhadap wartawan di Malang Raya. Kita tahu, kekerasan terhadap wartawan di Malang sering terjadi, meski kasusnya sudah masuk ke ranah hukum, tapi banyak juga yang berujung tidak selesai.

J. Sitorus selaku Kasatreskrim Polres Batu mengapresiasi upaya perdamaian yang ditempuh dalam kasus ini. Meskipun pihak Polres baru menerima berkas surat perdamaian kedua belah pihak dan permohonan pencabutan laporan kekerasan terhadap wartawan ini.

J. Sitorus menyampaikan bahwa upaya restorative Justice kedua belah pihak ini mengedepankan keadilan bagi keduanya. Mekipun begitu, kata Sitorus, Pihak kepolisian terutama penyidik akan memproses pengajuan pencabutan penyidikan terkait kasus kekerasan verbal yang di alami wartawan di wilayahnya ini.

“Berdasar tentang restorative Justice, artinya ini lebih mengedepankan keadilan bagi terlapor dan pelapor. Artinya dengan berdasarkan pencabutan ini, maka kita akan gelar perkara terkait penangan kasus ini,” Ujar Kasatreskrim ini kepada media.

Dirinya juga mengatakan bahwa penyidik tidak serta merta bisa menghentikan kasus ini, meskipun kedua belah pihak sudah berdamai dan mengajukan permohonan pencabutan laporan. Masih ada proses yang harus di lalui oleh penyidik hingga benar-benar kasus ini ditutup.

“Jadi surat yang sudah masuk ini akan kita gelarkan, berdasar pertimbangan dari surat yang saya lihat itu, sudah ada kesepakatan damai dari kedua belah pihak. Jadi kalau kedua belah pihak sudah ada kesepakatan damai berdasarkan itu kita nanti akan gelar perkara terkait kasus ini,” tambahnya.

Masih di tempat yang sama dirinya menjelaskan, bahwa proses setelah pengajuan pencabutan laporan ini, Penyidik akan kembali meneliti laporan dengan pemanggilan terlapor dan pelapor terkait isi dari surat perdamaian yang diajukan ke pihak penyidik hari ini.

“Nanti kita akan meminta keterangan kembali terkait surat pernyataan kedua belah pihak, apakah materinya sudah benar sesuai yang ditanda tangani,” lanjutnya.

Dirinya menjelaskan bahwa penyidik bekerja dengan tetap mengedepankan klarifikasi kebenaran dalam kasus ini. Oleh karena itu, J. Sitorus menegaskan bahwa sebelum kasus ini dicabut harus ada proses yang dijalankan sampai benar-benar kasus ini dihentikan.

“Tetap harus diklarifikasi, jangan-jangan nanti dari terlapor atau pelapor ini pada saat buat perdamaian ini, ada faktor X disana, kita harus memastikan perdamaian ini murni adalah kesepakatan damai pelapor dan terlapor,” tutupnya.

Laporan : Nasai

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *