Filesatu.co.id, SUMENEP | PULUHAN aktivis Aliansi Pemuda Reformasi Melawan (ALARM) kembali menggelar aksi darurat di Kantor Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Sumenep, Madura Selasa (27/8/2024).
Aksi ini dipicu oleh dugaan kongkalikong dalam penyaluran beasiswa mahasiswa dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang dinilai penuh kejanggalan dari proses verifikasi hingga realisasinya.
Ahyatul Karim, dalam orasinya, menyoroti anggaran beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu yang mencapai Rp 1,3 miliar pada tahun ini, bersumber dari APBD Sumenep 2024.
Setiap penerima beasiswa seharusnya mendapatkan Rp 2,5 juta, dengan total penerima sebanyak 520 orang. Namun, dalam proses verifikasi dan validasi (Verval) yang dilakukan oleh Dinsos P3A, ditemukan banyak kejanggalan yang disayangkan oleh aktivis ALARM.
“Proses Verval ini penuh dengan blunder, mulai dari tidak adanya koordinasi antara Dinsos dengan pihak kampus hingga ketidaksesuaian data penerima dengan hasil survei petugas,” tegas Karim di depan Gedung Dinsos P3A Sumenep.
Selain itu, Karim juga menyoroti anggaran BLT DBHCHT 2024 sebesar Rp 2,9 miliar yang diperuntukkan bagi 3.150 buruh tani dan buruh pabrik di 25 desa di Sumenep.
Meski anggaran tersebut sudah ditetapkan, proses penyaluran bantuan kembali menemui kejanggalan serius, termasuk penolakan dari salah satu desa dengan total 185 KPM.
“Penolakan ini jelas aneh dan tidak seharusnya diterima oleh Dinsos karena tidak ada regulasi yang mengaturnya. Yang berhak menentukan layak atau tidaknya bantuan adalah petugas Verval, bukan kepala desa,” tambahnya.
Selama lebih dari 30 menit, massa aksi menyuarakan aspirasinya hingga akhirnya Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial (Resos) Fajarisman dan Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial (Linjamsos) Erwien Hendra Laksmono menemui massa.
Dalam tanggapannya, Fajarisman mengakui adanya kesalahan dalam proses Verval, sementara Erwien membenarkan adanya penolakan dari kepala desa terkait penyaluran BLT DBHCHT.
“Penolakan itu benar adanya, tetapi bukti surat penolakan tidak bisa kami tunjukkan sembarangan dan harus melalui permohonan resmi ke Komisi Informasi (KI),” ujar Erwien.
Sementara, aksi memanas dan berujung pada pengakuan dua kepala bidang Dinsos P3A Sumenep atas kesalahan mereka.
Aktivis ALARM juga menuntut penjelasan rinci dari Dinsos terkait beasiswa dan DBHCHT di hadapan massa aksi dan wartawan untuk mencegah isu liar.
Adapun Poin tuntutan ALARM:
- Evaluasi kinerja Kabid Resos (Fajarisman) dan Kabid Linjamsos (Erwin Hendra Laksmono) atas blunder dalam penyaluran bantuan sosial.
- Desakan agar Kadinsos Sumenep mundur dari jabatannya karena tidak memahami regulasi dan merusak integritas Dinsos.
- Pertanggungjawaban publik atas kesalahan selama 157 hari memimpin Dinsos P3A Sumenep.
- Keterbukaan informasi publik terkait dokumen penolakan oleh Kades Padangdangan.
- Penjelasan rinci dari Kadinsos terkait masalah beasiswa dan DBHCHT di hadapan massa aksi dan wartawan.***