Filesatu.co.id, Blitar | Kabupaten Blitar mendapatkan alokasi dana transfer sebesar Rp126 miliar, dengan bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) untuk tahun anggaran 2024. Hal ini deketahui pasca disetujuinya R-APBN Tahun 2024 dalam Paripurna DPR RI tanggal 21 September 2023 lalu.
Dana Rp 126 miliar tersebut, peruntukannya sudah jelas yaitu untuk dukungan penggajian formasi PPPK, pendanaan kelurahan/desa, dan pendanaan layanan publik bidang pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum. Namun santer terdengar rumor bahwa anggaran tersebut akan dipakai untuk membuat kesepakatan dengan para pihak yang menyetujui hak angket dan interpelasi agar membatalkan rencana penggunaan dua hak tersebut kepada Bupati Rini Syarifah.
Sejauh ini baru Fraksi PAN dan Fraksi PDIP yang serius mengajukan pansus hak angket dan hak interpelasi. Sedangkan Fraksi Gerakan Pembangunan Nasional (GPN), yakni terdiri dari partai Gerindra, Nasdem, PPP dan PKS belum bersikap.
Menurut informasi yang dihimpun dari sumber di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar, dana Rp126 miliar tersebut diduga akan dipakai untuk melemahkan panitia khusus (pansus) hak angket dan hak interpelasi yang diajukan DPRD Kabupaten Blitar. Dimana pansus hak angket yang diajukan itu, untuk mengungkap polemik sewa rumah dinas mantan wakil Bupati Rahmat Santoso yang diduga terjadi penyalahgunaan jabatan, wewenang, dan anggaran, tidak sebagaimana mestinya.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Kurdiyanto menyatakan bahwa, dana tersebut peruntukkannya jelas, dan tidak bisa digunakan untuk hal lain, apalagi menjadi dana pokok pikiran (pokir) anggota dewan.
“Bukan pokir mas, itu DAU yang ditentukan. Itu dana buat gaji PPPK dan kenaikan gaji ASN sebesar 8 persen yaitu sesuai rincian alokasi transfer daerah 2024, kalau gaji para ASN dan PPPK tidak dibayarkan ya bisa terjadi gejolak mas,” ungkap Kurdiyanto, Jumat, (03/11/2023).
Sementara itu, Ketua ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Kabupaten Blitar Mujianto mengatakan, jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus berani menolak akal-akalan dalam pengelolaan anggaran seperti ini.
“Ini tahun politik, para pimpinan OPD harus cermat, teliti, dan hati-hati dalam menggunakan anggaran. Banyak jebakan batman, bisa-bisa para OPD malah hanya dijadikan tumbal politik semata. Kalau dana Rp 126 miliar itu dipaksakan untuk jadi dana pokir, saya pastikan akan berurusan dengan hukum,” ungkap Mujianto.
Mujianto juga menyampaikan bahwa, kebutuhan Pemkab Blitar masih banyak. Jadi lebih baik anggaran digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk memenuhi kepentingan politik belaka.
“Estimasi gaji PPPK dan tambahan dana desa saja sudah sekitar Rp 120 miliar sendiri. Belum untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Jangan sampai nanti banyak PPPK yang gak gajian dan bonus atlet yang tak terbayarkan, malah beralasan anggaran terbatas,” jelas Mujianto.
Sesuai dengan surat dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan RI No S-128/PK/2023 tanggal 21 September. BPKAD dan DPRD didesak untuk segera membahas pengalokasian dana Rp 126 miliar tersebut, agar terang benderang dan bisa diawasi masyarakat.
“Kami minta BPKAD segera membahas bersama DPRD. Ini bukan dana ‘bancakan’ buat pokir. Melainkan dana buat gaji PPPK dan kenaikan dana desa juga. Jangan main-main, masyarakat melihat. Jika gara-gara dijanjikan pokir, menjadi pro penguasa dengan menolak hak angket dan interpelasi, rusak pemerintah kabupaten Blitar,” pungkas Mujianto. (Pram).