Filesatu.co.id, KARAWANG | MASYARAKAT Karawang digegerkan dengan kabar Penggeledahan ruang kerja dan rumah pribadi Sekretaris Daerah Kabupaten Karawang, Acep Jamhuri oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Pasalnya di Karawang akan melangsungkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dimana, nama Acep Jamhuri merupakan salah satu nama yang paling santer disebut-sebut di kalangan masyarakat sebagai tokoh kuat menjadi bakal calon bupati Karawang.
Bahkan dirinya masuk dalam penjaringan sejumlah partai besar seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Awak media saat mengkonfirmasi kuasa hukum Asep Agustian, pihaknya enggan memikirkan kearah politik, saat ini pihaknya tengah fokus menghadapi proses hukum yang ada.
“Silahkanlah proses ini berjalan dengan semulus dan sebaik mungkin, karena yg bisa memanggil, memeriksa, atau naik status atau tidak itu ranahnya tingkat penyidik, jadi apapun yg dilakukan oleh penyidik kita tetap koopratif terus,”kata Asep Agustian saat ditemui di kantornya, Selasa, 21 Mei 2024.
Menurutnya langkah-langkah yang dilakukan penyidik di tingkat penyidikan harus diikuti sesuai dengan alur penegakan hukum. Karena perlu digarisbawahi yang paling tinggi di mata hukum itu adalah azas praduga tidak bersalah.
“Jadi jangan memframing ketika ada penggeledahan itu bersalah. Inget ini penggeledahan di kantor bupati ada seluruh jajaran ASN disana, selain itu juga kan ada Dinas PUPR yang digeledah,”paparnya.
Dikatakan, Asep Agustian, penggeledahan yang dilakukan Kejati Karawang terhadap kantor Sekda Karawang maupun lokasi lainnya suatu hal biasa dalam proses hukum atas laporan dugaan korupsi ruislag.
“Karena yang dapat memanggil, menerima dan menggeledah serta menahan ataupun menentukan apakah kasus ini naik satu tingkat itu ranahnya tingkat penyidik. Apapun yang dilakukan pihak penyidik, kami tetap kooperatif, kami ikuti sesuai rel dan alur dalam penegakan hukum ini,” kata Askun, sapaan akrabnya.
Askun menyayangkan sikap Bupati Karawang H. Aep Syaepuloh pada saat terjadi penggeledahan di kantor Bupati, seraya Askun jelaskan bahwa kantor Sekda bagian dari kantor (kompleks) Bupati Karawang, yang memilih anteng (diam) di kantornya.
Padahal, apabila Bupati Karawang ketika mengetahui ada penggeledahan lalu ia turun dan meminta keterangan maksud dan tujuan pihak Kejati Jabar datang ke kantornya, maka Askun menyebut sikap Bupati selaku pimpinan disebut sebagai seorang yang gentle.
“Saya heran pada saat tim penyidik datang, Bupati itu ada dalam kantornya tapi diam. Kalau dia turun lalu temui tim penyidik dan bertanya maksud kedatangan mereka, saya acungi dua jempol ke beliau, baru ini pemimpin, tapi sayang itu tidak dilakukan oleh Bupati,” tegasnya.
Justru sebaliknya Askun acungi jempol Sekda ketika kantornya digeledah tidak melakukan perlawanan bahkan sikap Sekda sangat kooperatif. Bahkan ketika tim penyidik dalam berita acaranya diminta geledah juga kediaman Acep, Acep pun mengantar tim penyidik ke kediamannya ada di sekitar Alun-Alun Karawang.
Ketika disinggung apakah ada kepentingan politik dalam peristiwa penggeledahan kantor Sekda, Askun meminta agar publik mengartikulasikannya sendiri.
“Saya ingatkan hukum tidak bisa diinjak oleh kepentingan politik. Di Indonesia hukum adalah panglima, kalau hukum diinjak dengan kepentingan politik dengan dikaitkan adanya pencalonan di Pilkada, maka silakan artikan sendiri oleh publik,” ujarnya.
Askun melanjutkan, jika memang ada masyarakat yang mengaitkan proses hukum ini dengan politik, ia tak mau menduga-duga dan tak ingin tenggelam dalam asumsi tersebut, karena menurutnya hukum adalah panglima tertinggi di negara ini (Indonesia) dan politik tidak akan bisa mengintervensi hukum yang ada.
“Intinya ketika ditanya apakah ini ada nuansa politik? Nah artikan sendiri, tapi yang saya tahu hukum itu tidak bisa diinjak dengan perpolitikan. Kita menyepakati semua bahwa di indonesia hukum adalah panglimanya, tapi kalo bertepatan dengan momen pencalonan silahkan diartikan sendiri,”ungkapnya.
Askun juga merasa bingung dengan asumsi yang menghubungkan kasus ini dengan politik, karena proses pendaftaran calon saja belum terjadi.
“Artinya asumsi yang beredar ini seolah supaya tidak ada partai yang mau meminang Acep, nah siapa orang dibalik itu saya tidak tahu. Tapi kan ini sebuah pengertian seolah politik menginjak kaki hukum, katanya indonesia ini panglimanya hukum tapi kenapa dibuat seperti ini? Supaya orang tidak ikut mencalon? Saya yakin kalopun Acep Jamhuri mau nyalon, tidak akan sampai tidak mendapatkan partai, partainya banyak walau gimanapun,” ungkapnya.
Askun tidak menampik bila Sekda Karawang berniat nyalon bupati di Pilkada Karawang.
“Agustus nanti Acep Jamhuri bersama parpol pengusung akan daftar ke KPU Karawang dan ketika masuk DCT Acep telah mundur dari ASN,” paparnya.
Menurut Askun, orang partai politik bukan orang bodoh, justru dengan adanya kejadian ini pada akhirnya akan muncul simpati kepada Acep Jamhuri.
“Jadi jangan sampai di depan kita baik, tetapi hati bengkok, ini ga bener, kalo mau jadi petarung jadilah petarung sejati, bertarunglah nanti, jangan malah dibunuh karakternya. Nah siapa dibalik topeng ini ya saya belum tau, dan akan saya cari, ketika saya dapat akan saya bongkar seluruhnya,”pungkasnya.
Askun meyakini kendati peristiwa penggeledahan kantor Sekda di-blow up besar-besaran dan itu bagian dari black campaign, hal itu tidak akan pengaruh terhadap keputusan parpol yang akan mengusung beliau di Pilkada mendatang. Namun Askun enggan menyebut siapa dalang dibalik black campaign tersebut.
“Beliau mau di-black campaign pun silakan, enggak akan gimana-gimana. Orang parpol itu bukan orang bodoh, malah sebaliknya parpol akan tambah simpati ke sekda karena tahu sekda sedang dizalimi,” tegasnya.
Ia mengajak kepada semua calon kontestan Pilkada Karawang 2024 untuk bertarung secara fair, jangan lakukan black campaign dengan cara pembunuhan karakter.
“Saya akan cari siapa dalang dibalik semua ini dan ketika sudah didapatkan datanya, saya akan bongkar semuanya,” tutupnya.***