Sosialisasi, Gempur Rokok Ilegal Kepada Perwakilan Pedagang Se-Kecamatan Srengat Kembali Dilaksanakan Satpol PP Kabupaten Blitar

Ket Foto: Tim Satpol PP dan Bea Cukai kabupaten Blitar Ajak Pedagang Di kecamatan Srengat Perangi Peredaran Rokok Putihan

Filesatu.co.id, Blitar |Pemerintah Kabupaten Blitar melalui Satuan Polisi Pamong Praja terus gencar melakukan sosialiasi tentang Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan peraturan perundangan tentang Barang Kena Cukai (BKB). Undang-Undang no. 11 Tahun 1995 Tentang Cukai yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tentang Cukai. Sosialisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dilaksanakan oleh Satpol PP di Kecamatan srengat pada hari, Rabu, (9/11/2022).

Acara sosialisasi bersama narasumber dari Satpol PP dan Bea Cukai, sosialisasi tentang undang undang cukai mengundang perwakilan pedagang penjual rokok tiap Desa Kelurahan se-kecamatan Srengat.

Bacaan Lainnya

Kasi penindakan Satpol PP Kabupaten Blitar Suyanto mengatakan, penyuluhan barang kena cukai dilakukan agar masyarakat sadar bahwa rokok putihan adalah rokok yang tidak membayar cukai.

“Rokok ilegal dilarang untuk dijual, rokok polos tanpa pita cukai merugikan negara, karena tidak membayar pajak cukai,” ungkapnya.

Didepan undangan Suyanto lebih lanjut menekankan sosialisasi DBHCHT di Kecamatan Srengat bersama Petugas Bea Cukai Blitar, sebagai aplikasi tugas pokok dan fungsi Satpol PP, dengan demikian peredaran rokok ilegal bisa ditekan lebih masif di Kabupaten Blitar

“Saya mengajak masyarakat yang di Kecamatan Srengat ini agar tidak mudah dibujuk rayu, oleh orang tidak bertanggungjawab untuk mengedarkan rokok tanpa cukai, tolak rokok ilegal,” ujar Yanto.

Selain larangan mengedarkan rokok putihan, dari petugas Bea Cukai Blitar Wahyono juga menjelaskan saksi hukum terhadap orang yang menyimpan, mengedarkan, memperjual belikan rokok bodong dapat diancam denda dan pidana.

“Apabila pelanggaran dilakukan pertama kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai yang seharusnya dilunasi; b. apabila pelanggaran dilakukan kedua kali, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang seharusnya dilunasi, dan seterusnya sampai tingkat sanksi pidana,” ungkapnya.

Wahyono lebih lanjut menjelaskan kepada masyarakat terhadap Barang Kena Cukai dan sanksi pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 55 UU Cukai. Pasal 56 UU Cukai, setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan BKC yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana dikenakan sanksi pidana.

“Sanksi pidana yang dimaksud berupa pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta pidana denda paling sedikit 2 kali nilai cukai dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar,” jelas Wahyono.

Dijelaskan lebih lanjut tentang peredaran Barang Kena Cukai perlu diawasi oleh kepabeanan, pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi lingkungan hidup dan masyarakat, Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, serta konsumsinya perlu dikendalikan

“Tentunya tidak semua barang termasuk dalam kategori Barang Kena Cukai (BKC) meliputi, etil alkohol atau etanol, hasil tembakau termasuk barang impor,” pungkas Wahyono. (Pram/DBHCHT).

Tinggalkan Balasan