Filesatu.co.id, SAMPANG | PELAKSANAAN Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3TGAI) senilai Rp195 Juta di Desa Pasean, Kecamatan Kota Sampang, kini menjadi sorotan tajam. Dugaan pelanggaran serius muncul karena Ketua Kelompok Pelaksana Kegiatan (Pokmas) P3GI Putri Salju yang menerima program tersebut disebut-sebut adalah istri dari Penjabat (Pj) Kepala Desa Pasean.
Fakta ini langsung memicu pertanyaan mengenai konflik kepentingan dan pelanggaran administratif berat terhadap Petunjuk Teknis (Juknis) resmi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Pelanggaran Juknis dan Konflik Kepentingan
Program P3TGAI adalah kegiatan padat karya tunai (PKT) yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tujuannya adalah memperbaiki jaringan irigasi melalui sistem swakelola oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) atau sejenisnya.
Menurut Pedoman Teknis P3TGAI Tahun 2024, terdapat larangan tegas yang mengatur komposisi kepengurusan Pokmas:
“Ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok pelaksana tidak boleh berasal dari perangkat desa, anggota BPD, maupun keluarga Kepala Desa.”
Jika benar Ketua Pokmas P3GI Putri Salju merupakan istri sah Pj Kepala Desa Pasean, maka penetapan ini secara jelas dan langsung melanggar pedoman administrasi resmi Kementerian PUPR.
Pelanggaran tersebut bukan sekadar isu etik, tetapi berpotensi memiliki dampak hukum karena menimbulkan konflik kepentingan dalam penggunaan dana APBN. Di lokasi kegiatan, Dusun Tase’an, dugaan pelanggaran semangat swakelola juga terkuak, di mana warga mencurigai pekerjaan dilakukan oleh pihak luar, bukan oleh petani pengguna air setempat.
Indikasi Nepotisme dan Lemahnya Pengawasan
Penunjukan anggota keluarga pejabat desa sebagai ketua Pokmas menimbulkan indikasi kuat nepotisme terselubung. Hal ini sekaligus menyoroti kelemahan mekanisme pengawasan dari pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) maupun Satuan Kerja (Satker) Pelaksanaan P3TGAI di bawah Kementerian PUPR.
Seorang warga Pasean menyindir situasi ini, menyoroti minimnya pengawasan internal:
“Yang kerja bukan masyarakat, tapi orang-orang dekat pejabat desa. Kalau sudah keluarganya yang jadi ketua, siapa yang mau mengawasi?”
Konfirmasi Sulit, Aktivis Minta Audit
Upaya konfirmasi oleh tim media kepada Ketua P3GI Putri Salju dan Pj Kepala Desa Pasean hingga berita ini ditulis belum membuahkan hasil, dengan pihak desa terkesan enggan memberikan keterangan dan menghindar.
Menanggapi kasus ini, Aktivis Madura, Riyadi, menegaskan bahwa dugaan penetapan istri Pj Kepala Desa sebagai Ketua Pokmas merupakan pelanggaran administratif berat.
“Program pemerintah pusat berbasis APBN harus menjunjung asas akuntabilitas dan bebas dari konflik kepentingan. Istri Kepala Desa tidak boleh menjadi Ketua Pokmas penerima program. Itu melanggar asas netralitas dan integritas pengelolaan program,” tegas Riyadi.
Ia menambahkan, jika dugaan ini terbukti, kasus ini dapat berujung pada evaluasi, pembekuan dana oleh BBWS, atau menjadi temuan serius bagi Inspektorat. Kasus P3TGAI di Desa Pasean ini membuka peluang bagi Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), Inspektorat Daerah, atau Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera melakukan audit administrasi dan teknis guna memeriksa kepatuhan terhadap Juknis dan integritas pelaksana program.***



