Filesatu.co.id, Sidoarjo | Pemerintah Kabupaten Sidoarjo gerak cepat untuk mengatasi polemik penolakan dan perizinan rumah ibadah yang terjadi di Desa Mergosari, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo.
Mengenai hal itu, Plt. Bupati Sidoarjo Subandi menerima kunjungan staf khusus presiden Joko Widodo sekaligus melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat beserta stakeholder terkait di ruang transit Pendopo Delta Wibawa pada Senin (15/7/2024). Ia mengedepankan dialog terbuka untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
“Kita perlu menjaga kerukunan dan menghormati perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat,” ujarnya.
Subandi menegaskan bahwa konflik semacam ini harus diselesaikan dengan bijak, agar kedamaian dan keharmonisan tetap terjaga.
“Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi, dan saya juga pesan agar masyarakat tidak asal menyebarkan berita yang belum tentu kebenarannya, terlebih terkait kehidupan beragama,” jelasnya.
Subandi juga terus mengawal keberadaan perizinan rumah ibadah yang ada di Sidoarjo, ditargetkan akhir Juli 2024 sudah terdata rumah ibadah yang membutuhkan perizinan atau tidak.
“Saya sudah koordinasi dengan Dinas Penanaman Modal dan Terpadat Satu Pintu (DPMPTSP) dan Dinas Perumahan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang terkait semua izin tempat pendirian ibadah akan di kawal,” tegasnya.
Sementara itu Kepala DPMPTSP, Rudi Setiawan mengatakan bahwa saat ini pihaknya dan Perkim tengah melakukan pendataan perizinan rumah ibadah. Tahap saat ini beberapa tempat ibadah sudah mencukupi dokumen yang nantinya akan di upload ke aplikasi SIMBG dari Kementerian PUPR.
“Izin rumah ibadah ini meliputi izin bangunan untuk beraktivitas, perizinan yang bersifat legalitas, dan wajib pula melampirkan SKRK (Surat Keterangan Rencana Kota),” ucapnya.
Staf Khusus Presiden Jokowi, Grace Natalie Louisa mengapresiasi gerak cepat pemerintah daerah kabupaten Sidoarjo dalam mengatasi konflik antar umat beragama yang baru-baru ini viral.
“Saya apresiasi kecepatan Bupati Sidoarjo beserta jajarannya dalam mengatasi konflik tersebut. Karena, ini merupakan bentuk komitmen bahwa Indonesia adalah Bhinneka Tunggal Ika bahwa semua berhak mendapatkan yang terbaik apapun latar belakangnya dan agamanya,” pungkasnya. (Didik/kominfo)