Filesatu.co.id, KARAWANG | KEBIJAKAN Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), terkait gerakan donasi Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) atau donasi Rp1.000 per hari, menuai kritik keras. DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Kabupaten Karawang menegaskan bahwa Surat Edaran (SE) yang menyasar ASN, lembaga pendidikan, hingga masyarakat umum tersebut cacat hukum dan harus segera dicabut.
Ketua DPC PERADI Karawang, Asep Agustian, SH. MH (Askun), menilai kebijakan ini tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Kebijakan ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Sehingga sulit pertanggungjawabannya, ketika nanti ditemukan masalah hukum (penyelewengan),” tutur Askun, Selasa (7/10/2025).
Askun mengakui memahami kondisi KDM yang mulai kewalahan melayani permintaan bantuan dari ratusan warga di Lembur Pakuan Subang. Namun, solusi atas beban personal tersebut tidak seharusnya dibebankan kepada masyarakat Jawa Barat secara umum.
“Ya itu resiko Dedi Mulyadi sebagai gubernur dan youtuber yang selama ini selalu tampil dengan performa begitu di hadapan publik. Konsekuensinya dompet pribadi pun jadi boncos,” sindirnya.
Ia menilai meski nominal donasinya kecil, ketika dikoordinir melalui struktur RT/RW berdasarkan Surat Edaran gubernur, donasi sukarela tersebut akan terkesan wajib dan membebani masyarakat kalangan bawah.
“Saya minta Kang Dedi Mulyadi tidak membebani masyarakat di luar pajak dan retribusi. Jangan sampai nanti Jabar Istimewa menjadi Jabar Miskin, karena menghimbau masyarakatnya ‘udunan’ di luar pajak dan retribusi,” tegas Askun.
PERADI Karawang menyarankan KDM mencari solusi yang lebih terstruktur dan berkolaborasi dengan pemerintah daerah.
Askun lebih setuju jika KDM merangkul semua kepala daerah di Jawa Barat (Bupati/Walikota) untuk membuat posko aduan masyarakat di daerahnya masing-masing.
Tujuan posko ini adalah mendata persoalan warga, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan, sehingga masyarakat tidak perlu berbondong-bondong datang langsung ke Lembur Pakuan.
“Tolong dong Kang Dedi Mulyadi baik-baik dengan para bupati/walikota, ajak mereka semua. Jangan bentar-bentar masyarakat ngadu ke KDM,” kata Askun.
Ia menambahkan, ketergantungan masyarakat mengadu langsung ke gubernur akan berdampak negatif, “Pada akhirnya bupati/walikota di setiap daerah di-bully, karena dianggap tidak peduli. Saya juga tidak mau Bupati Karawang dibegitukan.”
Terakhir, PERADI secara tegas meminta KDM segera mencabut Surat Edaran Poe Ibu.
Askun berpendapat bahwa tidak semua adat istiadat dan kebiasaan masyarakat harus selalu diatur oleh pemerintah. Budaya gotong royong dan ‘rereongan’ untuk membantu sesama seharusnya berjalan normatif dan alamiah.
“Biarlah budaya gotong royong masyarakat mengenai rereongan untuk membantu sesama masyarakat ini berjalan dengan sendirinya, tidak perlu diatur dalam bentuk Surat Edaran gubernur. Karena nanti nilai dan kesannya akan berbeda,” ujarnya.
Ia menutup kritiknya dengan peringatan bahwa SE tersebut dikhawatirkan akan menciptakan peluang perilaku korupsi baru di masyarakat.



