Filesatu.co.id, Banyuwangi | Pemkab Banyuwangi serius menangani masalah Stunting, berbagai upayapun dilakukan, termasuk menyasar pada golongan usia remaja.
Perkembangan saat remaja sangat menentukan kualitas seseorang untuk menjadi individu setelah dewasa. Masalah gizi terutama yang terjadi di usia remaja akan meningkatkan kerentanan serta berisiko melahirkan generasi yang bermasalah gizi.
Demikian dikatakan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani saat meluncurkan Gerakan Serentak (Gertak) Aksi Bergizi melalui sambungan online.
Kegiatan yang digelar pada Jumat (17/3/2023) di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Banyuwangi yang dihadiri pula Sekertaris Daerah Banyuwangi Mujiono, juga digelar secara hybrid diikuti para kepala sekolah, guru dan siswa SMP/MTs, SMA/SMK/ MA dan pondok pesantren se- Banyuwangi.
Untuk diketahui, Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi, yang bisa mengakibatkan gangguan pertumbuhan anak.
Selain asupan gizi, ada kondisi kesehatan lain yang juga sangat berkaitan erat dengan stunting, yaitu anemia.
Dijelaskan Ipuk, Anemia pada remaja akan menyebabkan timbulnya masalah kesehatan seperti penyakit tidak menular, produktivitas dan prestasi menurun, termasuk masalah kesuburan.
“Untuk itu, kami berharap remaja putri di Banyuwangi bisa menjadi calon-calon ibu yang sehat kelak. Sehingga Banyuwangi bisa bebas stunting,” kata Ipuk.
Ipuk menambahkan, hasil sampling skrining anemia yang dilakukan pada 14.059 remaja putri di Banyuwangi pada tahun 2023, ada 8.062 remaja putri yang mengalami anemia.
“Remaja putri yang menderita anemia berisiko menjadi wanita usia subur yang anemia selanjutnya menjadi ibu hamil anemia. Ini meningkatkan kemungkinan melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dan stunting, komplikasi saat melahirkan serta beberapa risiko terkait kehamilan lainnya. Ini yang harus kita cegah,” imbuhnya.
Untuk itu, Dalam program ini dilakukan upaya-upaya mencegah anemia pada remaja putri, yakni konsumsi makanan dengan gizi seimbang, minum Tablet Tambah Darah (TTD) secara teratur 1 tablet tiap minggu dan melakukan aktivitas fisik secara rutin.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Amir Hidayat menjelaskan bahwa gerakan ini dilakukan untuk mencegah lahirnya bayi stunting. Dengan melaksanakan empat intervensi utama, yakni mengajak aktif remaja rutin melakukan aktifitas fisik, sarapan bersama dengan menu gizi seimbang.
Selain itu juga dirutinkan minum tablet tambah darah (TTD) bagi remaja putri, dan edukasi kesehatan sebagai upaya komunikasi untuk perubahan perilaku yang relevan dan komprehensif.
“Semua itu diperlukan komitmen dan kolaborasi lintas sektor terkait. Sekolah-sekolah kita minta untuk rutin menggelar rutin aksi bergizi di sekolah serta edukasi yang baik kepada siswanya. Kita juga akan rutin bagikan TTD ke remaja putri,” jelas Amir.
Berbagai program penanganan stunting telah dilakukan Banyuwangi. Untuk mempercepat penurunan stunting, Banyuwangi juga mengirimkan makanan berprotein tinggi kepada hampir 1.300 balita stunting dan ibu hamil risiko tinggi setiap hari selama setahun.
Dianggarkan sebesar Rp7 miliar untuk memberikan intervensi gizi berupa makanan bernutrisi, seperti telor, ikan, ayam, daging kepada bayi dan dan ibu hamil risiko tinggi. Yang menyalurkannya adalah para pedagang sayur keliling ke rumah yang telah didata.
“Dari upaya tersebut telah berhasil menekan angka stunting di Banyuwangi. Dari 20,1 persen pada 2021, turun pada angka 18,1 persen pada 2022. Adapun berdasarkan bulan penimbangan yang lebih dinamis dan baru, prevalensi stunting di Banyuwangi sebesar 3,9 persen,” pungkas Amir.