ScreenFilesatu.co.id, Banyuwangi |Bagi mereka yang tidak paham dengan dunia eletronik sound sistem, penutupan dan pembatalan Sumbersewu Battle Sound adalah sebuah kelegaan hati yang membanggakan. Karena secara instan merasa terbebas dari hingar bingar, hiruk pikuk dan horeg gembleger.
Namun bagi pecinta dunia ini, penutupan ini adalah sebuah tindakan otoriter dari kekuasaan yang tidak memahami keinginan rakyatnya. Sehingga merekapun mengutuk dengan sumpah serapah penuh kebencian kepada penguasa.
Dunia hobi dan sosial memang tidak harus selalu berbanding lurus. Dunia hobi mewakili diri pribadi dan ketika bertemu dengan yang sejalan berubah menjadi satu kelompok penghobi. Dan ketika bertambah besar lagi penghobinya, kelompok ini berubah menjadi masyarakat penghobi.
Masyarakat penghobi dan masyarakat sosial pada umumnya tidak selalu berada di ruang yang sama. Seperti masyarakat Sumbersewu yang mayoritas penghobi sound sistem ini.
Karena berada di lingkup sosial kemasyarakatan dengan tiga pilar kekuasaan, maka yang suka dan jumlahnya kalah dengan yang tidak suka, maka secara otomatis yang suka akan dikorbankan untuk menjadi tidak suka.
Begitu juga masyarakat Sumbersewu yang hobi sound sistem. Karena berada di wilayah kabupaten Banyuwangi yang masyarakatnya tidak semua suka sound sistem, maka secara otomatis keberadaan masyarakat desa Sumbersewu yang suka sound sistem harus ikut yang tidak suka sound sistem. Dengan kesimpulan, Sumbersewu Battle Sound harus diberhentikan alias dilarang.
Dan ketika dua hal berbeda prinsip dan pandangan ini tidak disatukan, maka akan menjadi air dan minyak yang tidak akan pernah seiring dan sejalan. Meskipun keduanya ketika berada ditempat yang tepat bisa memberikan banyak manfaat.
Sumbersewu Battle Sound (SBS)
Saya harus menulis ini sebagai judul dan slogan dengan huruf bold karena nama ini sebenarnya memiliki nilai besar, baik aset dan omset. Namun banyak yang tidak paham, maka logo slogan hanya menjadi sebuah kalimat biasa.
Kita akan mencoba flashback kebelakang tentang sejarah battle sound sistem ini. Di tahun 90-an ketika dunia hiburan elektronik tidak semasif hari ini, orang menikmati hiburan musik dari sebuah saluran radio atau tape recorder. Dan dimasa itu juga tumbuh toko komponen elektronik yang menjual kit amplifier untuk dirakit sendiri.
Dimasa itu banyak orang terutama para pemuda yang menjadi penghobi merakit amplier sebagai cikal bakal lahirnya sound sistem. Karena masyarakat Sumbersewu yang relatif sepi dan jarak rumah penduduk yang belum padat, maka perakit amplifier ini bisa bebas memutar musiknya dengan keras.
Mendengar tetangga membunyikan suara yang kencang, maka tetangga yang lain akan menyaingi dengan suara yang lebih kencang lagi. Ketika tidak bisa menyaingi, maka akan mencoba merakit kembali amplifiernya untuk di modif lebih besar lagi.
Dan seiring tumbuhnya hobi amplifier ini, mulailah bermunculan usaha sound sistem yang tidak hanya di wilayah desa Sumbersewu Muncar, namun juga banyak di daerah lain. Termasuk lahirnya Brengos Audio Sistem desa Sumbersewu yang dimasa mendatang menjadi master audio di wilayah Jatim.
Para pemilik usaha sound sistem dan penghobi sound sistem akan Show off pada waktu tertentu seperti di bulan puasa dipakai untuk patrol sahur atau bulan Agustus untuk karnaval budaya.
Nah berawal dari persaingan ini, mereka mencoba mengekspresikan kegilaan bersound sistem di ujung bulan Ramadhan yakni pada malam hari raya Idul Fitri dengan bertakbir keliling. Dan kemudian berkumpul di lapangan desa Sumbersewu untuk mengadu kekuatan amplifier rakitan atau modifikasi mereka. Untuk menunjukkan siapa diantar mereka yang dianggap master dan jago dibidang eletronik sound sistem.
Untuk yang kalah mereka akan menyewa sound sistem dari daerah lain termasuk dari luar kabupaten Banyuwangi pada Idul Fitri periode berikutnya. Karena waktu sudah berjalan lama, lebih dari 25 tahun, tentunya sudah banyak pemilik persewaan sound sistem yang berada di luar Banyuwangi yang pernah disewa oleh masyarakat desa Sumbersewu.
Dan sebagai pemilik sound sistem yang berada di luar Banyuwangi, mereka akan bangga ketika pernah tampil di desa Sumbersewu. Dan menganggap belum master kalau belum pernah bermain di Sumbersewu. Karena disini semua sound sistem boleh menggeber volume speakernya sampai 100% dalam waktu yang lama.
Semakin lama semakin baik, semakin Gler itulah yang hebat. Dan untuk saat ini Gler itu sudah berubah menjadi Horeg. Jadi siapa yang Horeg, yang bisa merontokkan jantung, genteng hingga kaca rumah yang pecah, maka dialah yang master.
Termasuk munculnya sang master Horeg, Brewog sound sitem Blitar adalah terinspirasi oleh Brengos sound sistem yang berasal dari desa Sumbersewu Muncar ini.
Sumbersewu sudah menjadi trademark para pemilik sound sistem, sebagai barometer kehebatan sound sistem. Jadi jangan sampai trademark ini hilang gara-gara pelarangan acara battle sound.
Ekonomi dan Sound Sistem
Uniknya, sound sistem ini juga memiliki penggemar setia semacam komunitas. Karena racikan operator atau owner sound sistem dalam meramu suara itu berbeda-beda. Ada yang suka berkarakter bass menggelegar dan twiter biasa saja, ada yang suka bass, midle dan twiter harmonics horeg. Ada yang suka karena sound sistem mereka punya lighting seperti diskotik dan tambahan penari pargoy. Serta berbagai alasan lain, yang pastinya jumlah mereka semakin hari semakin banyak. Baik penggemar atau pemilik sound sistem.
Acara tanggapan sound sistem ini di beberapa daerah Jawa Timur seperti Jember, Malang selatan, Blitar, Tulungagung, Kediri dan Madiun adalah hal lumrah. Bahkan sering dimanfaatkan untuk penggalangan dana sosial. Bahkan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Dan satu lagi yang semua harus pahami, sound sistem ini mampu melahirkan orang-orang kreatif dan ahli dibidang tekhnik audio beserta turunanya. Seperti speaker aktif portabel yang biasa dipakai rapat di kantor atau pengajian, mobil konser transformer dan beberapa pengembangan tehnologi auido lainya.
Intinya, para kreator ini ketika mendapat tempat untuk mengekspresikan keahlianya pasti akan memunculkan tehnik poisitif lainya. Dan disitu akan lahir tenaga professional yang merupakan aset negara.
Sumbersewu Battle Sound sebenarnya adalah tempat untuk mengekspresikan lahirnya para ahli sound sistem yang seiring dengan itu juga menumbuhkan perekonomian masyarakat sekitar.
Jika pemda Banyuwangi mau membuka pikiran yang lebih jauh, SBS ini sebenarnya festival yang bisa mengahasilkan pendapatan daerah tanpa harus dibiayai oleh Pemda seperti festival-festival lain. Karena semua itu murni ditanggung masyarakat pecinta sound sistem. Dan pemda tinggal menikmati hasilnya.
Jika hari ini banyak yang merasa keberatan dengan SBS pada malam takbiran, pemda bisa membuat jadwal dan Perda tentang hal ini. Karena pada intinya, penghobi sound sistem hanya butuh tempat berekspresi untuk hobi mereka. Masalah waktu bisa diatur tidak harus dimalam takbiran, bahkan mungkin pada saat hari kemerdekaan bulan Agustus.
Untuk tempat, pemda bisa mencarikan area di wilayah Sumbersewu (Karena sudah trademark) yang menghadap pantai, bahkan hanya berjarak 1 km dari lapangan Sumbersewu, sehingga tidak akan mengganggu penduduk sekitar.
Sehingga acara ini bisa tetap berlangsung dan menjadi icon serta trademark para penggila audio.
Teknologi otomatif yang didapat hari ini banyak yang didapat dari pengembangan ilmu pengetahuan yang didapat dari sirkuit formula satu atau Moto GP atau boleh dibilang hasil saripati orang-orang yang suka balapan.
Orang-orang yang hobi balapan karena tidak punya tempat untuk mengekspresikan hobinya, maka pelarianya adalah balap liar yang mengganggu jalanan.
Karena diberikan sirkuit untuk mengekspresikan hobinya, maka lahir bentuk baru yang awalnya hobi berubah menjadi olahraga.
Dari olah raga lalu berkembang menghidupkan ilmu pengetahuan tentang otomatif, menghidupkan perekonomian dan seterusnya.
Sama seperti sound sistem hari ini, ketika diberikan tempat bukan mustahil akan seperti balap Formula 1 atau MotoGP. Apalagi SBS secara diam-diam sudah lama menjadi trademark yang membanggakan bagi masyarakat Sumbersewu dan Banyuwangi pada umumnya. Namun tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah daerah.
SBS jika berikan ruang, bukan mustahil akan melahirkan ahli-ahli audio dari Banyuwangi dan Indonesia pada umumnya. Karena kreatifitas itu akan tumbuh seiring dengan ruang dan kesempatan yang diberikan, tanpa pengkerdilan.
Pelarangan SBS yang dilakukan oleh Pemda dan secara otomatis oleh Bupati, maka sebenarnya hal ini merupakan kesempatan bagi calon bupati lain yang hari ini akan bertarung dalam pilkada mendatang dalam meraih simpati bagi penggila sound sistem.
Selain itu, siapapun nanti yang akan menjadi Bupati, kesempatan emas dibalik SBS ini jangan pernah diabaikan, karena sangat sayang sekali kecuali memang pemerintah tidak sayang kepada rakyatnya, namun lebih sayang pada kepentinganya sendiri.
(opini ditulis oleh Wasis, wakil ketua DPD Partai Gelora Kabupaten Banyuwangi, 9/4/2024)