Filesatu.co.id, Banyuwangi | Patut ditiru hasil karyanya dari sekelompok anak muda kreatif dari Desa Siliragung, Kecamatan Siliragung. Mereka adalah Dirga, Sundariyanto, Kacung, Kamdan, Ari, dan Taukhid yang saat ini berkecimpung dalam pengelolaan sampah sisa dari orang hajatan. Hasil olahannya tak tanggung tanggung bisa mencapai 500 kilogram sampah organik dalam sehari.
Dari salah satu mereka, berawal karena bosan dan kesal melihat banyaknya sampah di sungai. Selain jorok dan kotor juga mengganggu ketika memancing, namun baginya justru terinspirasi, akhirnya sampah tersebut dikelola dijadikan bahan berguna pupuk untuk para petani.
PEGA, sebutannya atau Pemuda Etan Gladak (Timur Jembatan Gladak) mereka secara memanfaatkan waktunya untuk mengelola sampah organik yang diambil dari warung, tengkulak buah, dan sisa-sisa hajatan di rumah warga.
Hasil sampah organiknya dimanfaatkan untuk budidaya maggot atau larva lalat tentara hitam (Black Soldier Fly/BSF). Sampah organik yang telah difermentasi selama dua minggu dijadikan maggot fresh dan kering. Maggot di pasaran sangat diminati sebagai pakan ternak berprotein tinggi.
“Hasil produksi rata-rata mencapai 1 kwintal per minggu. Harga jual Rp. 7000 per kilogram untuk maggot fresh dan Rp. 15 000 tiap kemasan untuk maggot kering,” kata Sundariyanto. Kamis (16/32023).
Dikisahkan Sundariyanto, usaha yang dikelola bersama teman-temannya itu dimulai pada 2018 lalu. Mereka mendirikan PEGA Indonesia, dan tercetus membikin usaha pengolahan sampah dan didukung banyak pihak akhirnya bisa berjalan sampai sekarang.
“Paling banyak permintaan order maggot kering untuk pakan ternak, kami rutin memasok ke Bali dan Bandung,” jelas Sundariyanto.
Keberhasilannya, kini mereka juga melakukan pemilahan sampah dari sumbernya dengan melibatkan warga desa setempat. Mereka melakukan sosialisasi hingga memberikan kotak sampah kepada warga di Desa Pesanggaran dan Siliragung.
“Awalnya dulu suka nongkrong, sekarang kita semua aktif mengelola sampah. Keluarga juga ikut terlibat di usaha pengelolaan sampah ini,” tambahnya.
Bahkan, bukan hanya maggot mereka juga menjadikan sampah untuk dijadikan pupuk organik. “Kita lakukan pemilahan sesuai jenisnya. Lalu sampah organik kita olah menjadi berbagai produk seperti pupuk organik cair (POC), pupuk organik padat (POP), dan insektisida pengusir lalat buah.
Ditambahkan Sundariyanto, bahwa pupuk organik dan maggot hasil produksinya, ini sudah menjadi langganan banyak petani, baik lokal maupun luar daerah. Permintaan pupuk organik cair mencapai 100 liter per bulan, dengan harga Rp. 5000/ liter.
“Untuk pupuk kami utamakan permintaan petani lokal, sesuai misi bukan semata-mata profit, sekaligus kampanye pertanian organik dan memberikan manfaat kepada warga sekitar. Bahkan untuk petani sekitar tak jarang kita kasih gratis PO,” ujarnya.