Filesatu.co.id, Banyuwangi | Tradisi petik laut manjadi agenda rutin warga pesisir laut patai selatan kabupaten Banyuwangi tepatnya wilayah Pantai Lampon Desa Pesanggaran kecamatan Pesanggaran pada awal tahun baru islam 1 Muharam ( 1 Suro kalender Jawa).
Petik laut sebagai tradisi turun temurun ini selalu digelar dan diisi berbagai kegiatan adat yang identik dengan pelarungan kepala hewan yang sudah dilakuan ritual sebelum dilarung di laut oleh para nelayan setempat.
Sebelum pelarungan yang dilaksanakan tepat 1 Muharam atau kesakralannya acara besuk pada Minggu (8/7/2024). Seperti tahun sebelummnya, tradisi sebelum dilakukan acara inti atau yang lebih dikenal larung sesaji malam sebelumnya warga masyarakat sekitar menggelar wayang semalam suntuk yang dilanjutkan esuk harinya ruwatan, kemudian iring-iringan sesaji bersama warga dan para lintas tokoh untuk diserahkan pawang nelayan agar dilakukan ritual sebelum dilarung.
Pagelaran Wayang kulit malam ini Sabtu (7/7/2024) dengan melakonkan ”Wahyu Kamulyan” yang diperagakan duo dalang Ki Heri Prasetyo dan Ki Kidung Wibowo dari Dusun Cemetuk digelar tepat di pesisir pantai.
Agus Mariyono sesepuh juga selaku Ketua RW menyampaikan, digelarnya wayang kulit dengan lakon Wahyu Kamulyan mempunyai filosofi agar dijauhkan dari mara bahaya.
“Sesuai yang dilakon dalam pewayangan Wahyu Kamulyan yang diharapkan warga kampung nelayan Lampon selalu diberikan kesehatan dan di jauhkan balak dan mara bahaya murah sandang pangan rejeki melimpah,”kata Agus menjawab konfirmasi media ini.
Membawakan lakon Wahyu Kamulyan sendiri menurut Agus dapat diartikan kesejateraan masyarakat banyak dan ketentreman umat beragama.
“Alkhamdulillah tahun ini kami bisa menggelar kembali petik laut seperti tahun sebelumnya, masyarakat berharap semakin sejahtera dan hidup damai tentram,” pungkas Agus.
Untuk perlu diketahui bersama, Petik laut merupakan tradisi turun temurun untuk selalu dilaksanakan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir, mereka mempunyai cara pandangnya sendiri terhadap alam sekitarnya. Hal ini disebabkan masyarakat pesisir beranggapan bahwa hasil dari alam sekitarnya merupakan sumber daya serta kunci dari kesejahteraan hidupnya.
Oleh sebab itu, hal ini membuat beberapa masyarakat pesisir mempunyai tradisi yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atau terima kasih kepada Tuhan yang Maha Esa disebabkan sumber daya alam (SDA) yang mereka peroleh dari laut dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.