Filesatu.co.id, Badung – bali | (11/10/2023) Unit Pelayanan Teknis dibawah naungan Yasonna H. Laoly ini kembali mendeportasi seorang WNA pria berinisial AC (44) berkewarganegaraan Belarusia yang telah melanggar Pasal 78 ayat (1) Jo. (2) b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Dalam ketentuan Pasal 78 ayat (1) jo. Ayat (2) b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian menyebutkan bahwa : “(1) Orang Asing pemegang Izin Tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam Wilayah Indonesia kurang dari 60 (enam puluh) hari dari batas waktu Izin Tinggal dikenai biaya beban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Orang Asing yang tidak membayar biaya beban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dan Penangkalan”. Sehingga dalam hal ini imigrasi melakukan sanksi Tindakan Administratif Keimigrasian berupa pendeportasian kepada WNA tersebut.
Menurut cerita pria kelahiran Rusia ini, dirinya pertama kali berkunjung ke Indonesia sembilan tahun lampau. Ingin kembali mengulang memorinya di pulau Bali, ia pun melakukan kunjungan kembali pada 25 April 2023 dengan menggunakan Visa On Arrival. Ia berencana untuk tinggal di Bali selama dua bulan lamanya, dengan memaksimalkan visa yang ia miliki. Maka jatuh tempo izin tinggalnya adalah 23 Juni 2023. Dirinya menghabiskan waktu dengan berselancar dan menikmati pulau Bali. Rencana yang telah ia susun rupanya berubah lantaran beberapa hari sebelum kepulangannya, ia mengalami sakit. Pada tanggal 20 Juni ia merasa pusing, lemah, serta mengalami sakit perut akut. Kian hari kian bertambah parah sehingga membuat dirinya kesulitan beraktivitas. Pada tanggal 24 Juni ia memutuskan untuk memeriksakan diri ke salah satu Rumah Sakit di Nusa Dua, disana ia harus menjalani rawat inap hingga tanggal 27 Juni. Pihak Rumah Sakit mendiagnosa ada permasalahan pada organ livernya.
Dari sejak mengalami permasalahan kesehatan tersebut, AC merasa tidak dapat meninggalkan Indonesia karena Ia mengutamakan perawatan terhadap kondisi fisiknya. Dari persoalan tersebut, AC menyadari timbul permasalahan baru yakni dirinya tinggal melebihi izin yang diberikan, yang berakibat timbulnya biaya beban / denda overstay. Ia tidak mampu lagi menyelesaikan biaya beban tersebut karena persediaan uangnya sudah banyak dihabiskan untuk perawatan selama dia sakit. Pihak Kedutaan menyarankan AC untuk menceritakan kondisinya kepada pihak Imigrasi. Tidak berselang lama, persoalan AC ditangani oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai.
Selanjutnya dikarenakan pendeportasian belum dapat dilakukan maka Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai menyerahkan AC ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar untuk didetensi dan diupayakan pendeportasiannya lebih lanjut. Kepala Rudenim Denpasar, Babay Baenullah mengatakan setelah AC didetensi selama 27 hari dan telah siapnya administrasi, maka ia dideportasi melalui bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali pada 11 Oktober 2023 pukul 10.10 WITA. Empat petugas Rudenim Denpasar mengawal dengan ketat sampai keduanya memasuki pesawat sebelum meninggalkan wilayah RI dengan tujuan akhir Belarus. AC yang telah dideportasi akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi.
Kepala Kanwil Kemenkumham Bali, Romi Yudianto juga menanggapi kasus tersebut bahwa sesuai dengan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan dan selain itu penangkalan seumur hidup juga dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. “Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya”, ungkap Romi.
Laporan : Benthar