Penulis : Didik Budiharto,S.Psi.,S.H.
(Ketua Umum Forum Masyarakat Demokrasi Indonesia)
Filesatu.co.id, BANYUWANGI | DIMASA lalu, pemimpin adalah bos. Tetapi sekarang, para pemimpin harus menjadi mitra bagi mereka yang dipimpin. Pemimpin tidak bisa lagi hanya memimpin dengan kekuatan setruktural belaka. Jika ingin menjadi seorang pemimpin, jangan pernah mengabaikan suatu keharusan untuk melayani semua demi kesejahteraan, kebahagiaan dan kecemerlangan mereka yang engkau pimpin.
Menjelang pelaksanaan pilkada 2024, saya berharap kepada seluruh APD (Aparat Pemerintah Daerah) utamanya semua Dinas, Aparat Kecamatan, Kepala Desa, Aparat Desa. Kepada teman-teman desa, untuk tidak mengambil isu yang dilontarkan oleh politisi yang tidak benar.
“Jika sudah ada pesta penggembosan, pilih pemimpin terbaik sesuai dengan hati nurani anda.”
Salah satu pemimpin terbaik itu dapat dilihat oleh komunitas prestasinya. Lalu ada juga catatan tentang tugasnya bertugas.
Sosoknya bukan hanya dibutuhkan untuk mengatur jalannya tata kehidupan sesuai norma tapi lebih dari itu seorang pemimpin harus punya kualitas untuk mempengaruhi rakyatnya dan jika perlu mempengaruhi dunia.
Kehadiran seorang pemimpin juga membawa banyak perubahan melalui kualitasnya. Tidak heran sampai sekarang ada beberapa pemimpin yang diingat sepanjang waktu.
Saat ini Indonesia membutuhkan visi yang kuat dan visioner serta memiliki solusi atas masalah di daerah tersebut. Bupati yang berdaulat adalah jawaban atas masalah mendasar masyarakat, yaitu korupsi, mentalitas birokrasi, dan krisis infrastruktur.
Pemimpin sejati adalah mereka yang berjuang untuk politik nasional, bukan politik kekuasaan. Perkembangan politik Indonesia sekarang lebih terperangkap dalam politik kekuasaan, yang menempatkan kursi sebagai kepentingan pribadi dan kelompok, bukan aspirasi rakyat.
Dalam era dimana politik sering kali dianggap sebagai arena pertarungan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan semata, kita sering terjebak pada tujuan pragmatis yang menyesatkan.
Sejatinya tujuan substantif dari sebuah pertarungan politik itu adalah upaya untuk meraih kekuasaan, yang dengan kekuasaan itu akan melahirkan pemimpin-pemimpin hebat yang melayani rakyatnya untuk mencapai tujuan akhir bersama, “kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rakyat butuh pemimpin bukan sekedar penguasa. Pemimpin yang benar-benar melayani akan membawa perubahan positif bagi masyarakat, sementara penguasa yang hanya berorientasi pada kekuasaan seringkali mengecewakan harapan rakyat.
Perbedaan mendasar antara pemimpin dan penguasa terletak pada visi, integritas, dan keberpihakannya kepada rakyat. Pemimpin memiliki visi untuk masa depan yang lebih baik, komitmen untuk menjalankan tugas dengan jujur, dan kepedulian untuk mendengarkan dan melayani kebutuhan rakyatnya.
Sementara itu, penguasa seringkali berfokus pada upaya untuk mempertahankan kekuasaan mereka dengan semua cara dan sumber daya yang tersedia. Mereka cenderung mengabaikan integritas karena ambisi dan keinginan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, sehingga tindakan korupsi dan manipulasi seringkali menjadi ciri khas penguasa.
Kita juga dapat belajar dari Kepemimpinan Khalifah Umar bin Khatab RA. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang adil dan tegas. Selama masa kepemimpinannya, beliau mengembangkan sistem penegakan hukum yang adil, mengawasi distribusi sumber-sumber kekayaan dengan cermat, dan memastikan bahwa rakyatnya mendapatkan layanan yang baik dan setara.
Khalifah Umar juga melakukan langkah-langkah nyata untuk mengatasi kemiskinan, mendirikan rumah sakit dan asrama untuk orang-orang yang membutuhkan. Bahkan Khalifah Umar tak segan-segan turun ke lapangan untuk melihat secara langsung kondisi rakyatnya dengan tanpa pengawalan dan tanpa mahkota, apalagi kamera.
Pilkada sudah semakin dekat dan keputusan ada ditangan kita, carilah calon pemimpin dengan visi melayani yang tercermin dari jejak rekam mereka, bukan pemimpin yang hanya berorientasi pada kekuasaan semata.
Banyuwangi membutuhkan pemimpin yang tidak hanya populer, tetapi juga berani mengambil resiko untuk kepentingan rakyat.