Kisah Mbah Sijo, Pelopor Budidaya Porang Sekaligus Kamituwo

Mbah Sijo, mantan Kamituwo sekaligus pelopor budidaya tanaman porang di Desa Pupus Kecamatan Ngebel Kabupaten Ponorogo

Filesatu.co.id, Ponorogo | Selain menjabat sebagai Kepala Desa di Kabupaten Ponorogo, Mbah Sijo merupakan pelopor petani porang di Desa Pupus Kecamatan Ngebel. Kesuksesannya dalam membudidayakan komoditi ekspor tersebut, kini mulai dikuti anak-anak muda setempat.

Bacaan Lainnya

Hasil panen mencapai puluhan hingga ratusan juta sudah pernah dialaminya. Namun dibalik itu semua, Mbah Sijo sudah pernah hancur gegara membudidayakan tanaman tersebut. Kepada awak media, dirinya mengaku memulai membudidayakan tanaman porang sejak tahun 2011.

“Pertama kali tahun 2011, waktu itu masih sebagai kamituwo sekaligus ketua kelompok tani,” aku Sijo.

Di tahun tersebut, dari 5 kelompok yang ada di Desa Pupus, hanya kelompok tani yang diketuai Sijo lah yang nekat membudidayakan tanaman porang. Tak tanggung-tanggung, pengadaan bibit pertama kali dilakukan oleh kelompok tani tersebut sebanyak 5 ton bibit.

Namun, kenyataan pahit harus diterima oleh seluruh anggota kelompok tani, termasuk Sijo. Dikarenakan tak punya basic di dunia perporangan, tercatat 90% bibit yang di beli dari salah satu Desa di wilayah Kabupaten Madiun gagal total. Alih-alih untung, budidaya porang miliknya malah buntung.

Kegagalan tersebut membuat seluruh anggota kelompok tani yang diketuai Sijo langsung kapok. Hanya Sijo lah yang terus berupaya dan belajar mendalami ilmu perporangan.

Perlahan tapi pasti, budidaya porang Sijo mulai menunjukkan grafik positif dari tahun ke tahun. Di tahun 2018, ketika sudah menjadi Kepala Desa, Sijo mulai menularkan ilmunya kepada anak-anak muda di Desanya. Lima pemuda di pilih untuk dibina menjadi petani milenial melalui budidaya porang.

“Dari 5 pemuda, hanya 2 yang terlihat niat sungguh-sungguh, namun untuk kategori yang paling berhasil hanya 1, Eli (29),” terang Sijo, Selasa (28/9/21).

Waktu itu (2018), Sijo memberikan bibit sebanyak 5 kilogram kepada Eli dengan cuma-cuma, sebagai stimulan. Sementara, harga bibit di tahun 2018 lalu adalah 30 ribu per kilogram. Medapat bantuan 5 kilo, Eli memutuskan untuk merogoh gocek pribadi untuk menambah bibit sebanyak 20 kilogram. Sehingga total dana yang dikeluarkan Eli adalah 600 ribu rupiah.

Setahun kemudian, Eli diarahkan oleh Sijo untuk menunda panen. Pertimbangannya, target 1 musim bukan untuk dijual, melainkan dikembangkan. Eli pun mengikuti apa yang di rekomendasikan oleh Sijo, Kadesnya.

Di tahun 2020, tren porang sedang berada di puncak. Umbi produksi yang biasanya di angka 4-5 ribu, tahun lalu mampu menembus diatas 10 ribu. Pada saat itu juga Eli pertama kali menikmati hasil panen porang sebesar 56 juta. Sebuah pencapaian luar biasa bagi petani muda pemula. Hal tersebut tak lepas dari peran Mbah Sijo, sang mantan Kamituwo.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *