Tandon air PDAM Tugu Tirta yang berada di Desa Wringinanom Kecamatan Poncokusumo yang sempat disegel sebagian orang
Filesatu.co.id, Kabupaten Malang | Buntut aksi penyegelan terhadap tandon Perumda Tugu Tirta, tokoh masyarakat Tumpang, Kebupaten Malang angkat bicara.
Budayawan Ki Suryo memberikan pernyataan bahwa para petani yang memanfaatkan mata air sumber pitu akhirnya ikut “diseret” dalam arus konflik PDAM. Para kelompok tani yang telah berjuang sejak tahun 2013 merasa bahwa aksi yang dilakukan sebagian orang di tandon air Perumda Tugu Tirta, (13/9/2022) tidak mewakili aspirasi petani.
“Perjuangan petani sejak awal adalah menolak dieksploitasinya mata air sumber pitu untuk PDAM Kabupaten Malang, bukan hal yang lain, apalagi urusan uang,” ujar Ki suryo saat bertemu media ini, Kamis, (22/9/2022).
Baca Lainnya : Kota Malang Terancam Krisis Air, Tandon PDAM Tugu Tirta Disegel Warga
Diterangkan juga oleh Ki Suryo, bahwa saat tahun 2013-2014 yang lalu, memang Forum Penyelamat Sumber Pitu merupakan alat perjuangan bersama. Namun karena tidak terjadi kesepakatan dan tidak dipenuhinya tuntutan petani maka Forum Penyelamat Sumber Pitu lambat laun tidak dipakai lagi sebagai komite aksi perjuangan petani Tumpang dan Pakis.
“Bagaimanapun juga tuntutan petani adalah menolak munculnya PDAM, namun jika saat ini ada aksi dengan tuntutan pembayaran, maka logikanya petani menyetujui dilakukannya eksploitasi Sumber Pitu untuk PDAM,” tambah Ki Suryo
Namun kesadaran akan siapa sebenarnya pemilik mata air sumber pitu, juga menjadi pertimbangan bahwa petani tidak ingin terlibat dalam konflik antara Perumda Tugu Tirta Kota Malang dan Perumda Tirta Kanjuruhan Kabupaten Malang.
“Mata air sumber pitu diciptakan oleh Tuhan sebagai sumber kehidupan. Kehidupan bagi semua orang yang memanfaatkannya. Kita sadar bahwa saat ini banyak orang juga membutuhkan mata air sumber pitu, baik yang berada di Kabupaten Malang, maupun di Kota Malang,” tegas budayawan Ki Suryo.
Ki Suryo berharap bahwa dengan dieksploitasinya mata air sumber pitu, ada perbaikan dan kompensasi bagi alam. Sampai hari ini dirasakan belum ada agenda konservasi yang nantinya mampu menyelamatkan sumber pitu dari kerusakan lingkungan.
Ditempat yang sama, salah satu pengurus HIPPA (Himpunan Petani Pemakai Air) wilayah Tumpang dan Pakis juga memberikan keterangan terkait kebutuhan air bagi irigasi pertanian.
Dijelaskan olehnya saat ini petani yang bergantung kepada mata air Sumber Pitu sebanyak 4.400 petani. Dengan luas lahan pertanian sebesar 918 ha yang tersebar di 9 desa pada Kecamatan Tumpang dan Pakis Kabupaten Malang.
“Fokus petani saat ini adalah bagaimana memenuhi kebutuhan irigasi, yang sekarang saat dihitung di dam Tumpang sebanyak 560 liter/detik dan jangan sampai kekurangan air. Selain itu saat ini petani juga berjuang terhadap kelangkaan pupuk yang sedang dialami,” ujarnya.
Sedangkan terkait dengan eksploitasi sumber pitu untuk komersial, pengurus HIPPA berharap ada kompensasi untuk mengurangi beban petani.
Ditanya kompensasi seperti apa yang diharapkan? dirinya menjawab, semestinya kedua PDAM yang mendapatkan keuntungan dari eksploitasi, mampu memberikan CSR nya kepada petani dalam bentuk perbaikan infrastruktur jalan menuju akses lahan pertanian.
“Tanggung jawab sosial dan pelestarian lingkungan harus menjadi beban mereka yang telah mendapatkan keuntungan dari komersialisasi mata air sumber pitu,” ujar Ki Suryo.
“Jangan sampai anak cucu kita kesulitan dalam mendapatkan air bersih karena ulah keserakahan semua pihak yang berusaha mengeksploitasi tanpa memperhatikan keberlangsungan alam semesta,” tutup Ki Suryo budayawan Tumpang kepada filesatu.co.id
Laporan : Roni Agustinus.