Filesatu.co.id, Blitar | Tahapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) itu salah satunya adalah penyampaian visi dan misi calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dikemas menjadi debat publik. Dalam debat publik kedua ini ada beberapa tema yang dibagi menjadi beberapa tahapan informasi 1, 2 dan 3 tahapan, sesuai konteks yang dipilih pada tiap tahapan itu.
Mujianto menafsirkan walk out sama halnya Knock Out (KO), forum debat itu adalah forum resmi yang menunjukkan keseriusan paslon melalui tahapan tersebut.
Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Kabupaten Blitar Mujianto menyampaikan bahwa, jika pasangan calon itu menyampaikan visi-misi hanya satu kali tahapan dan harus tuntas.
Mujianto membandingkan dengan melihat jejak digital pada debat calon presiden, debat calon gubernur dan calon bupati/wali kota dibeberapa daerah lain kan melakukan hal yang sama, bawa catatan, bawa visi-misi, bawa alat tulis namun dirinya menganggap aneh di Kabupaten Blitar diprotes
Dokumen visi-misi pasangan calon itu akan menjadi dokumen negara, dan KPU itu alat negara sebagai penyelenggara Pemilu Kepala Daerah. Karena nantinya dokumen visi-misi itu harus diimplementasi dalam Dokumen Daerah yang namanya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah ( RPJMD), karena disitulah semua nomenklatur anggaran daerah sebagai rujukannya.
“Di tiap tahapan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit bisa ratusan juta per tahapan dan fenomena tahapan debat ke dua kemarin, ada salah satu pasangan yang walk out tidak mau meneruskan penyampaian visi-misinya, seharusnya KPU menawarkan kepada pasangan lain dalam hal ini Pasangan Mak Rini – Mas Ghoni apakah diteruskan atau dihentikan,” ungkap Mujianto, S.sos. Msi.
Mujianto juga menyampaikan, KPU Kabupaten Blitar memutuskan secara sepihak untuk tidak melanjutkan tahapan debat itu. Disinilah KPU menyalahi aturan tahapan yang dibuat sendiri.
“Diluar arena debat, saya lihat diarea parkir yang disediakan sebagai tempat berkumpulnya kelompok pasangan Mak Rini-Mas ghoni tetap meneruskan penyampaian visi-misi itu sesuai tema pada debat kedua, agar apa, persoalan yang dihadapi, sesuai tema itu pada saat itu,” tandas Mujianto.
“Ini bukan ajang cangkrukan ngopi, yang dengan seenaknya berbuat apapun atas kemauan seseorang untuk digagalkan dan dibatalkan, padahal terdapat ada institusi lain seperti Forkopimda dan lain sebagainya di deretan tamu undangan,” pungkas Mujianto.(Pram).