Filesatu.co.id, PALEMBANG | KETUA Majlis Sidang Pemeriksaan Dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP), Heddy Lugito menilai Feru bertanggung jawab terkait keberadaan Arya di Bawslu OKU.
Pernyataan Ketua Majlis Sidang ini muncul dalam sidang pemeriksaan lanjutan perkara nomor 106-PKE-DKPP/V/2024 di KPU Sumatera Selatan, Selasa (23/07/2024).
Sayangnya, pada sidang kedua tersebut Bawaslu OKU tidak bisa menghadirkan Arya ke hadapan majlis hakim persidangan.
Menurut Ketua Bawaslu OKU, Yudi Risandi, mereka tidak bisa menemukan keberadaan Arya.
“Kami tidak bisa menemukan Arya. Kami sudah melakukan pemanggilan dan berusaha menghubungi yang bersangkutan tapi tidak berhasil,” ujar Yudi.
Kemudian, dari pihak pengadu juga tidak bisa menghadirkan dr Angga atau Misrawati, pihak korban (Caleg PAN).
Lalu, pihak pengadu baik prinsipal maupun kuasa hukum perkara nomor 128-PKE-DKPP/VII/2024 juga tidak hadir. Alasannya sedang ada pekerjaan di Jakarta. Pun juga dengan pihak saksi korban, Toni, Caleg Nasdem tidak hadir.
Sehingga pada proses persidangan lanjutan ini, Majlis Pemeriksa hanya bisa mendalami perkara nomor 106 saja.
Majlis persidangan berlangsung dengan pendalaman pokok perkara oleh empat orang pemeriksa. Yakni Heddy Lugito (Ketua Majlis), Kurniawan (Anggota Majlis) dari unsur Bawaslu Sumsel.
Kemudian Elia Susilawati (Anggota Majlis) dari unsur masyarakat dan Nurul Mubarok (Anggota Majlis) dari KPU Sumsel.
Pihak pengadu perkara 106 hadir semua. Baik kuasa hukum dari Kantor Lembaga Bantuan Hukum Berkeadilan, M Sigit Muhaimin SH MH, dan kawan-kawan. Maupun pengadu prinsipal Muhammad Aldy Mandaura.
Dalam sidang pemeriksaan yang terbuka untuk umum dan bahkan disiarkan secara langsung lewat kanal youtube DKPP RI ini, terungkap Feru protes kenapa dia yang dikejar terus.
Ketua Majlis, Heddy Lugito mengatakan bahwa Feru yang bertanggung jawab terhadap keberadaan Arya di Bawaslu OKU.
Dan Feru pun mengakui bahwa dia yang membawa Arya ke Bawaslu OKU. Karena keduanya berteman dan ada hubungan keorganisasian.
Makanya, Arya bekerja di Bawaslu, namun tidak ada status ikatan kerja alias tidak ada nama Arya di SK Bawaslu OKU.
Tetapi, faktanya Arya berani dengan leluasa memakai atribut atau berseragam Bawaslu. Bahkan berfoto bersama-sama staf sekretariat Bawaslu OKU lainnya.
“Kenapa anda kami kejar terus. Karena saudara Feru yang bertanggung jawab terhadap Arya. Saudara yang membawa Arya ke Bawaslu,” ujar Heddy Lugito.
Dan demi menjaga nama baik serta menjaga marwah lembaga Bawaslu, kata Heddy Lugito, dia turun langsung ke Palembang untuk memeriksa perkara ini.
Apalagi, persoalan ini lanjut Heddy, sudah heboh di media sosial dan pemberitaan media massa.
“Kita ingin menjaga Marwah dan Martabat penyelenggara Pemilu khususnya Bawaslu secara keseluruhan,” tambah Heddy Lugito.
Dalam persidangan, Majlis terus mengejar mengenai uang Rp 1,34 M yang masuk dalam pokok perkara laporan. Bahwa uang itu ada dugaan sebagai jual beli suara antara oknum Bawaslu Feru dan Ahmad Kabul dengan dr Angga, anak Misrawati (Caleg PAN).
Namun, baik Feru (teradu 2) maupun Kabul (teradu 1) membantahnya. Mereka berdalih bahwasnya itu adalah persoalan hutang piutang antara Arya dengan dr Angga.
Bantahan tersebut kata Feru diperkuat dengan surat pernyataan kuasa hukum dr Angga yang mereka lampirkan dalam jawaban perkara tersebut kepada Majlis pemeriksa.
“Kami (Feru dan Ahmad Kabul) hadir di pertemuan di rumah Edi karena dimintai Arya menengahi masalah hutang piutang dengan dr Angga,” ujar Feru kepada Majlis.
Tetapi, saat Majlis, baik ketua atau anggota Majlis (Elia Susilawati) menanyakan prihal hutang apa, Feru dan Kabul tidak bisa menjawabnya.
“Hutang masalah apa. Uang Rp 1,34 M itu sangatlah besar. Sedangkan Arya tidak ada gaji dari Bawaslu. Apalagi pekerjaan Arya tidak jelas. Coba jelaskan hutang apa itu,” kata Heddy Lugito.
Sementara, Ahmad Kabul, pada pertemuan 3 Maret 2024 Minggu malam, dia mengaku karena diajak oleh Feru. Kaitannya, menyelesaikan masalah hutang tersebut. Namun, Ahmad Kabul juga tidak tahu prihal hutang apa itu.
Keterangan Pihak Terkait
Pada persidangan juga hadir pihak terkait Bawaslu Sumsel bagian pembinaan. Mereka memaparkan telah melakukan klarifikasi kepada pengadu dan teradu.
Mereka juga mengumpulkan keterangan. Termasuk Bawaslu juga telah mengeluarkan surat mengenai pelanggaran kinerja oleh teradu 1 dan 2. Terkait tidak menghadiri dan atau meninggalkan proses rapat pleno rekaputasi hasil perolehan suara di KPU OKU.
Sementara itu, pihak terkait dengan masalah dr Angga atau Misrawati (Caleg PAN OKU), dalam hal ini Sekretaris DPD PAN OKU, Ledi Patra menghadiri sidang via zoom.
Sejak sidang pertama sampai sidang pemeriksaan kedua (terakhir), Ledi masih tetap bertahan dengan keterangannya.
Bahwa, kehadirannya dalam masalah tersebut karena permintaan dr Angga. Yakni untuk menengahi penyelesaian pengembalian uang terkait jual beli suara.
Antara dr Angga, anaknya Misrawati (Caleg PAN OKU) dengan Feru dan Ahmad Kabul.
“Jadi sama seperti keterangan saya lalu. Bahwa kehadiran kami di pertemuan malam itu (3 Maret 2024) di rumah Edi adalah soal pengembalian sisa uang dugaan jual beli suara,” kata Ledi.
Kemudian, pada pernyataan penutupnya, Ledi menganalogikan perbuatan Feru dan Kabul dengan masalah Wajib dan Sunnah.
Bahwasanya menghadiri proses rekapitulasi suara Pemilu tingkat Kabupaten OKU oleh KPU bagi Anggota Bawaslu wajib.
Nah, dalam perkara ini Feru dan Kabul telah meninggalkan tugas wajib dan menghadiri yang sunnah. Yakni hadir di rumah Edi pada malam proses rekap suara hasil Pemilu 2024.
Pihak PAN juga mengahadirkan Sahril Helmi (Caleg PAN) terpilih secara zoom. Sahril menguatkan keterangan Ledi Patra. Bahwa kehadiran mereka pada malam pertemuan di rumah Edi adalah menengahi persoalan dr Angga dan Misrawati dengan anggota Bawaslu OKU, Feru dan Ahmad Kabul.
Yakni persoalan pengembalian sisa uang sebesar Rp 280 juta dari Rp 1,340 M terkait dugaan jual beli suara.
“Saya hadir ke sana sebagai orang Partai (PAN). Untuk menengahi dan menyelesaikan pengembalian sisa uang Rp 280 juta itu. Feru dan Kabul berjanji sampai jam 1 siang (Senin),” ujar Sahril Helmi.
Oleh karena itu, Sahril Helmi sebelum Majlis menutup sidang, meminta agar Majlis memutuskan seadil-adilnya.
“Saya dari Partai PAN meminta Majlis persidangan ini untuk mengambil keputusan yang seadil-asilnya karena perbuatan mereka ini telah mencidrai demokrasi. Apabila perbuatan mereka terbukti dalam persidangan ini, maka mereka ini (Feru dan Ahmad Kabul) adalah penjahat demokrasi,” ujar Sahril Helmi kepada Majlis Sidang. ***