Ketua LSM Jarak Bali Menerima Aduan Dari Masyarakat Anaknya Diperlakukan Tidak Manusiawi

Filesatu.co.id,  Badung  – Bali | Ketua LSM JARRAK Bali Made Ray Sukarya menerima aduan masyarakat dari I Gusti Putu Suardika (44 tahun) di kediamannya di Desa Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Jumat, 26/7/2024.

Aduan masyarakat diterima Ray Sukarya terkait anak perempuannya yang telah menikah ke Jembrana diperlakukan tidak manusiawi, yang dipenuhi itikad busuk.

Bacaan Lainnya

Atas perlakuan buruk tersebut, Ketua LSM JARRAK Bali Made Ray Sukarya bakal mendorong dan mengawal kasus ini ke Perlindungan Perempuan dan Anak atau PPA sebagai upaya melindungi serta memenuhi hak perempuan dan anak dari segala bentuk tindak kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus dan masalah lainnya.

“Hak-hak itu diatur didalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2022 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak yang merupakan konsekuensi Indonesia sebagai Negara Hukum dalam melindungi hak-hak perempuan dan anak korban kekerasan berbasis gender,” tegasnya.

Menyikapi hal tersebut, I Gusti Putu Suardika, laki-laki
asal Banjar Keraman Abiansemal ini memohon keadilan atas perlakuan tidak manusiawi dari pihak keluarga menantunya.

“Selama berada dirumah mertua, anak perempuan saya diberikan nasi yang sudah kemarin. Parahnya lagi, ditempat tidurnya diduga diisi jimat yang dibungkus menggunakan isolasi hitam, entah itu untuk benteng atau pemisah hingga besoknya anak saya sampai muntah darah,” kata Gusti Suardika.

Hingga saat ini, Gusti Suardika mengakui cuma empat kali berkunjung ke pihak keluarga menantu, sekaligus menengok cucunya bertepatan upacara tiga bulanan. Namun, ironisnya sesampai di Jembrana, pihak keluarganya diperlakukan buruk oleh keluarga menantunya dengan dicaci maki.

Soal dibilang minggat dari rumah, Gusti Suardika membantahnya, karena anak perempuannya memohon kepada mertua, untuk kembali ke Denpasar, usai upacara 42 hari cucunya.

“Karena sudah ada rumah di Denpasar, merasa bertanggung jawab selaku ibu dan sudah punya keluarga kecil, memohon izin untuk melanjutkan pendidikan, karena dia belum selesai kuliahnya baru semester II Fakultas Hukum di Universitas Mahasaraswati,” ungkapnya.

Selaku orangtua, dirinya tidak ada itikad atau niat tidak baik terhadap kehidupan menantu dan anak perempuan, termasuk cucunya.

Bahkan, dirinya bertanggung jawab sepenuhnya, dengan memberikan pekerjaan yang sudah dijalani, sejak 2012 dengan menyerahkan pekerjaan ke anaknya.

“Pekerjaan itu saya kasi anak biar ada biaya untuk menghidupi anaknya, karena saya merasa anak saya belum berpenghasilan,” tambahnya.

Untuk itu, pihaknya memohon aparat berwajib menegakkan keadilan terkait Perlindungan Perempuan dan Anak sesuai Undang-Undang yang berlaku dan ditetapkan oleh Pemerintah.

Kronologisnya diceritakan, bahwa waktu meminang dan pengambilan anak perempuannya dalam kondisi hamil, untuk menikah ke Jembrana dijanjikan untuk diupacarai mesakapan bertepatan dengan tiga bulanan cucunya didepan Kelian Adat, Kelian Dinas dan kedua pihak keluarga.

“Hingga hari-H tidak ada informasi terkait pemberitahuan anak perempuannya akan diupacarai, saat cucunya tiga bulanan, pas 23 Juli lalu,” terangnya.

Menyikapi kondisi tersebut, Gusti Suardika bersama keluarganya terpaksa langsung menuju rumah menantu di Jembrana.

“Secara hak, anak saya yang perempuan masih dalam posisi menjadi istri dari pihak menantu saya. Jadi, saya antar anak kesana, sekalian menengok cucu saya, pas diupacarai tiga bulanan,” ungkapnya.

Saat tiba di Jembrana, meski dianggap sebagai tamu tidak diundang, tapi secara sistem kekeluargaan, Gusti Suardika mengakui hubungan keluarga masih terjalin erat, karena anak perempuannya adalah istri sah dari menantunya, sehingga pihaknya berani bertandang ke Jembrana.

“Hal itu, karena anak saya menjadi istri dari menantu saya dan menjadi ibu kandung dari cucu saya. Jadi, saya masuk bersama keluarga, tapi tuan rumah tanpa basa basi dan tidak punya etika yang baik,” jelasnya.

Ironisnya lagi, kedua besannya, baik laki-laki maupun perempuan tidak ada itikad baik menyambut kedatangan dari pihak keluarganya.

Anehnya lagi, pihaknya bersama keluarga tidak ada dipersilahkan duduk, justru pihak keluarga lainnya yang justru menyambutnya dengan ramah.

Bahkan, sangat disayangkan, besannya yang perempuan, saat ini menjadi Pegawai Negeri di Pemkab Jembrana yang berpendidikan tinggi seharusnya punya etika tinggi, karena dia orang intelektual.

“Saat itu, dia besan perempuan langsung berdiri, ngambil makan dan makan sambil berjalan keliling di depan keluarga saya. Namun, saya ngerti bukan tamu yang diundang, tapi disana saya ada hak anak, sehingga saya bertanggung jawab terhadap anak dan cucunya,” kata Gusti Suardika.

Tak hanya itu, anak perempuannya juga mendapatkan perlakuan yang buruk, karena tidak diperkenankan melihat, menyentuh dan memegang anaknya sendiri yang masih tergolong bayi.

“Adik ipar dari anak perempuan saya yang tidak punya hak memiliki anak itu, kenapa dia itu teriak melarang anak saya mengajak anaknya. Jadi, karena keributan adik ipar anak saya, saya secara refleks tidak terima dan marah atas perlakuan itu hingga saling menantang dengan besan saya,” sebutnya.

Bahkan, Gusti Suardika diusir secara tidak hormat oleh keluarga menantu, khususnya besan laki-laki dan perempuan, termasuk menantunya yang tega berkata kasar terhadap dirinya.

“Saat diajak di Denpasar, menantu saya jangankan berbicara kasar, kalau tidak diajak ngomong dia tidak nyahut. Orangnya kelihatan begitu polos seperti mukanya sekarang, kenyataannya dirumahnya sendiri, menantu saya berani mengusir saya dan membilang saya anjing dan bilang tidak sudi lagi punya istri anak saya, setelah anak saya melahirkan,” sesalnya.

Parahnya lagi, anak perempuannya saat mengaku dihamili oleh menantunya, diakui besan keluarga pihak menantu dinilai plin plan dan 100 persen tidak bertanggung jawab hingga dirinya keras menuntut pada waktu itu.

“Karena seperti itu kejadiannya, jadinya saya selaku orangtua merasa betul-betul harga diri saya sudah tidak dianggap sama pihak menantu saya, itu sudah betul-betul diinjak dan diremehkan,” tegasnya.

“Saya kesana karena berdasarkan banyak bukti, termasuk ada pihak keluarga yang menjadi aparat secara aktif saya ajak kesana, hadir untuk menyaksikan upacara tiga bulanan cucu saya secara adat Bali juga diusir secara tidak hormat. Itu ada saksi sehingga saya berani sampaikan itu,” pungkasnya.

 

Laporan  : Benthar

Tinggalkan Balasan